Karya Tulis
746 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 228) Bab ke- 107 Hukum Seputar Perceraian


Hukum Seputar Perceraian

 

وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 228 )

 

1.      Wanita-wanita yang dicerai.

وَالْمُطَلَّقٰتُ

“dan para istri yang dicerai”

1)      Ayat di atas menunjukkan keumuman semua wanita yang dicerai, padahal maksudnya adalah wanita yang dicerai secara khusus, yaitu mereka yang sudah digauli oleh suami mereka.

2)      Oleh karenanya, terdapat tiga golongan wanita yang dicerai tetapi tidak masuk di dalam ayat pembahasan ini, yaitu,

 

  1. Wanita yang diceraikan tetapi belum digauli oleh suaminya, wanita seperti ini tidak mempunyai masa iddah. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّوْنَهَاۚ فَمَتِّعُوْهُنَّ وَسَرِّحُوْهُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Ahzab [ 33 ] : 49 )

  1. Wanita yang diceraikan dalam keadaan hamil maka masa iddahnya sampai melahirkan anak ini berdasarkan firman -Nya,

 

وَالّٰۤـِٔيْ يَىِٕسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍۙ وَّالّٰۤـِٔيْ لَمْ يَحِضْنَۗ وَاُولَاتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

 

“Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq  [ 65 ] :4 )

  1. Wanita yang masih kecil (belum haid) dan yang menopous, masa iddahnya adalah tiga bulan.

 

2.      Arti Quru’ dalam al-Quran.

 

يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ

“Menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'.”

1)      Mengandung perintah kepada wanita-wanita yang diceraikan suaminya untuk menunggu sampai selesai masa iddahnya dan tidak boleh tergesa-gesa untuk menikah dengan laki-laki lain.

2)      Salah satu hikmah dari perintah ini adalah mengetahui kekosongan rahim dari janin supaya tidak terjadi percampuran nasab.

3)      Diceritakan bahwa seorang ilmuwan barat masuk Islam, karena meneliti masa iddah wanita yang dicerai dalam Islam. Dia sangat kagum terhadap ajaran Islam . yang begitu besar perhatiannya terhadap kebersihan rahim seorang wanita yang dicerai.

4)      Adapun arti Quru’  pada ayat di atas , secara bahasa adalah sesuatu yang berkumpul. Adapun arti Quru’ secara istilah, para ulama berbeda pendapat.

 

Pendapat pertama,  bahwa yang dimaksud Quru’ adalah masa suci. Inilah pendapat madzab Maliki dan Syafi’I . Quru’ disebut masa suci karena darah berkumpul di badan. Diantara alasan mereka adalah sebagai berikut,

  1. Quru’ artinya peralihan dari suci ke haid. Inilah yang menunjukkan kosongnya rahim dari janin, sebab wanita hamil  tidak mengalami haid.
  2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

والمطلقوهن لعدتهن

“ Ceraikanlah istrimu pada waktu iddah.”

Ayat di atas menunjukkan perintah untuk menceraikan istri pada waktu iddah. Sedang waktu iddah adalah waktu suci. Artinya perceraian itu di bolehkan ketika istri sedang suci.

Pendapat kedua, bahwa yang dimaksud Quru’ adalah masa haid. Ini adalah madzab Imam Hambali dan Hanafi. Quru’ disebut masa haid karena darah sedang berkumpul didalam rahim. Mereka beralasan dengan dua hal,

  1. Rasulullah menyebutkan iddah budak wanita adalah dua kali haid, sebagaimana dalam sabdanya,  “ batas talak (cerai)  budak wanita adalah dua kali haid”
  2. Alasan lain bahwa yang menunjukkan kekosongan rahim dan janin adalah haid bukan suci.

 

5)      Adapun dampak perbedaan pendapat diatas masalah hukum adalah ketika suami menceraikan istrinya pada waktu suci.

  1. Menurut pendapat pertama, masa suci dihitung sebagai bagian dari iddah. Dengan demikian masa iddahnya berakhir dengan datangnya atau mulainya haid ketiga. Hal ini bisa di gambarkan sebagai berikut,

                             1                              2                               3

Dicerai

 

 

Dari gambar di atas, berakhir masa iddahnya wanita yang dicerai pada waktu suci adalah ketika berakhirnya masa suci yang ketiga dan dimulainya haid  yang ketiga.

 

  1. Menurut pendapat kedua, masa suci ketika dicerai suaminya tidak dihitung sebgai bagian dari iddah sehingga masa iddahnya dianggap berakhir dengan berakhirnya haid ketiga. Hal tu bisa digambarkan sebagai  berikut :

                                                              1                                2                                3

Dicerai                                     

 

Dari gambar diatas bisa diambil kesimpulan

  1. Masa suci ketika dicerai tidak dihitung sebagai bagian iddah.
  2. Berakhirnya masa iddah ketika berakhirnya haid yang ketiga.

 

 

Dari dua pendapat diatas, masa iddah menurut pendapat kedua lebih panjang dari masa iddah menurut pendapat pertama.

 

3.      Menyembunyikan ciptaan Allah.

 

وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ

“Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir.”

1)      Maksud dari ( apa yang Allah ciptakan dalam rahim mereka ) adalah kehamilan anak atau haid.

2)      Ayat di atas juga menunjukkan bahwa wanita dipercaya di dalam masalah ini perkataannya bisa diterima, sebab perkara ini tidak bisa diketahui kecuali berdasarkan informasi dan apa yang dirasakan oleh wanita itu sendiri.

 

3)      Tidak boleh baginya mengaku masa iddahnya telah habis, hanya ingin segera menikah dengan laki laki lain. Begitu  juga sebaliknya.

 

 

4)      Oleh karenanya, agar tidak ada klaim sepihak dari wanita tentang masa iddah. Para ulama menentukan batas minima idahnya bagi seorang wanita . namun mereka berbeda pendapat di dalamnya.

 

  1. Madzhab Hanafi : batasan minimal masa iddah adalah 60 hari.
  2. Madzhab Maliki : batasan minimal masa iddahnya adalah 30 hari.
  3. Madzhab Syafi’I : batasan minimal masa iddahnya adalah 32 hari.
  4. Madzhab Hambali: batasan minimal masa iddahnya adalah 29 hari.

 

 

4.      Suami lebih berhak.

 

وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا

“Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu,”

1)      البعول  Asal kata dari   البعل  yang artinya suami. Disebut البعل  karena dia terhormat dan lebih tinggi derajatnya disebabkan nafkah yang diberikan kepada istrinya. Ini mirip dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 

اللّٰهَ رَبَّكُمْ وَرَبَّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ

“(Yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yang terdahulu?” ( Qs. as-Saffat [ 37 ] : 126 )

2)      Suami menceraikan istrinya lebih berhak untuk merujuknya pada  masa iddahnya daripada hak istri atas dirinya sendiri. ini dengan catatan, dia berniat untuk perbaikan, bukan berniat untuk membuat dirinya menderita.

 

3)      Rujuknya suami atas istrinya yang telah dicerai mempunyai beberapa tuntutan diantaranya,

  1. Rujuknya harus di masa iddah. Kalau masa iddah telah berlalu tidak ada rujuk.
  2. Rujuknya pada ( talak raj’I ) klau pada talak bain, maka tidak ada rujuk.
  3. Rujuknya tapa harus ada saksi.
  4. Rujuknya bisa terwujud denganucapan, seperti mengatakan kepada istrinya, “ aku telah rujuk kepadamu” atau dengan perbuatan seperti mencium istrinya atau menggaulinya.

 

4)      Firman-Nya,

 

وَبُعُوْلَتُهُنّ

“Suami-suami mereka”

 

Ayat ini menunjukkan bahwa istri yang dicerai dan masih dalam masa iddah, statusnya masih istri karena Allah menyebutnya suami pada ayat di atas.Hal ini dikuatkan dengan pendapat sebagian ulama bahwa istri yang berada pada masa iddah talak raj’i berhak mendapatkan warisan jika suaminya meninggal dunia.

 

5.      Hak dan kewajiban istri.

 

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ

“Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.”

1)      Ayat di atas menunjukkan bahwa pernikahan adalah akad yang mengakibatkan timbulnya hak-hak suami istri. Ungkapan pada ayat di atas, bahwa istri mempunyai hak sebagaimana dia mempunyai kewajiban.

 

2)      Hak istri adalah mendapatkan nafkah lahir dan batin dari suaminya. Termasuk di dalamnya perhatian dan kasih sayang. Sedangkan kewajiban istri adalah taat kepada suami pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, termasuk di dalamnya kewajiban untk melayani suami jika ingin menggaulinya.

 

3)      Kata (  بِالْمَعْرُوْفِ   ) artinya sesuai dengan keputusan dan kepantasan maksudnya adalah hak dan kewajiban suami dan istri disesuaikan dengan keadaan dan kondisi sumai dan istri. Kondisi ekonomi suami kebiasaan istri selama ini, kondisi dan keadaan masyarakat setempat, kondisi kesehatan suami dan istri, kesepakatan mereka berdua, dan maslahat yang di pertimbangkan di dalamnya.

Dalam hal ini as-Suyuti di dalam kitab al-Asybah wa an-Nadhair mengatakan,

 

كل شيء لا ضابط له في الكتاب ولا في السنة ولا في اللغة العربية فيرجع الي العرف

 

“Segala sesuatu yang tidak disebutkan kriterianya di dalam al-Quran dan Sunnah, serta di dalam bahasa Arab, maka kritianya di kembalikan kepada norma-norma yang dikenal masyarakat setempat.”

 

6.      Suami mempunyai kelebihan.

 

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

”Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.”

Ayat ini menyebutkan bahwa laki-laki mempunyai beberapa kelebihan di atas wanita hal ini dilarangkan lebih lanjut di dalam firman-Nya,

 

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

 

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. An-Nisa [ 4 ] : 34 )

 

Pada ayat ini Allah menyatakan  bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita hal ini karena dua hal,

  1. Allah memberikan beberapa kelebihan kepada laki-laki yang tidak dimiliki wanita diantaranya, kekuatan fisik, kekuatan jiwa (mental) di dalam menghadapi tantangan dan resiko di dalam kehidupan, nalar dan akal yang lebih matang, tanggung jawab yang lebih besar, dan tabiat untuk mengayomi yang lemah.
  2. Allah mewajibkan laki-laki untuk meberikan nafkah lahir kepada wanita (istrinya). Dialah yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup istri dan anak-anaknya.

Ayat ini (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 228 ) ditutup dengan dua nama Allah,

وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْم

“Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

  1. Al-Aziz artinya bahwa Allah mampu membuat hukum hukum perceraian sesuai dengan kehendak-Nya dan tidak ada satupun yang dapat meghalangi-Nya.
  2. Al-Hakim, artinya semua hukum yang dibuat Allah dalam masalah perceraian ini adalah hukum yang adil dan mengandung banyak hikmah dan manfaat.

 

****

Jakarta, Selasa 8 Februari 2022.

 

KARYA TULIS