Karya Tulis
419 Hits

Tafsir An-Najah QS. [5]: 7-10 BAB 283 Adil dan Ketaqwaan


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 7-10)

BAB 283

Adil dan Ketaqwaan

وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمِيْثَاقَهُ الَّذِيْ وَاثَقَكُمْ بِهٖٓ ۙاِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ

“Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah Dia ikatkan kepadamu ketika kamu mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati.” Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Maidah[5]: 7)

 

Pelajaran (1): Mengingat Nikmat Allah

1)      Pada ayat ini Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk mengingat nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Nikmat Allah yang diberikann kepada manusia sangat banyak, dan manusia sangat sulit untuk menghitung nikmat Allah tersebut.  Allah berfirman,

وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ ࣖ

“Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur.” (QS. Ibrahim[14]: 34)

 

2)      Adapun nikmat Allah dalam ayat ini bersifat umum, tetapi penekanan kepada nikmat Islam dan nikmat hidayah seerta nikmat ajaran-ajaran-Nya yang sebelumnya telah diterangkan yaitu syariat berwudhu, mandi junub dan tayammum.

Pelajaran (2): Perjanjian dengan Rasulullah

1)      Ayat ini juga memerintahkan orang-orang beriman untuk mengingat perjanjian yang mereka pernah ambil. Maksudnya adalah perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di awal beliau diutus. Perjanjian yang diambil para sahabat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam itu antara lain:

  1. Perjanjian Bai’at Aqabah
  2. Perjanjian Bai’at Ridwan

Yang tersebut di dalam firman-Nya,

۞ لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ


“Sungguh, Allah benar-benar telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad) di bawah sebuah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia menganugerahkan ketenangan kepada mereka dan memberi balasan berupa kemenangan yang dekat” (QS. Al-Fath[48]: 18)

Didalam perjanjian itu para sahabat mengatakan “Sami’na wa Atha’na”

2)      Mujahid berpendapat bahwa maksud perjanjian pada ayat ini adalah perjanjian yang Allah ambil dari semua manusia ketika mereka berada di sulbi Adam, sebagaimana firman-Nya,

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” (QS. Al-A’raf[7]: 172)

 

3)      Tetapi banyak ulama, pendapat ini dianggap lemah karena perjanjian dalam (QS. Al-A’raf[7]: 172) ini untuk semua manusia, sedang perjanjian di dalam (QS. Al-Maidah[5]: 7) ini khusus untuk orang-orang beriman.

 

4)      Firman-Nya ,

وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ

  1. Mengingat nikmat Allah berupa hidayah Islam dan mengingat perjanjian yang pernah Allah ambil dari hamba-Nya akan menyebabkan seseorang bertambah taqwanya kepada Allah.
  2. Allah Maha Mengetahui setiap jiwa yang melakukan perjanjian dan bai’at, apakah benar-benar tulus karena Allah atau tidak. Juga mengetahui setiap jiwa yang di ajarkan syari’at wudhu, mandi besar dan tayammum, apakah mau melaksanakannya atau tidak.

Pelajaran (3): Adil lebih dekat dengan Ketaqwaan

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]: 8)

1)      Ayat ini merupakan rincian dari ayat (1) yang memerintahkan orang-orang beriman untuk menyempurnakan perjanjian. Salah satu bentuk perjanjian orang-orang beriman kepada Allah adalah selalu bertindak adil dalam setiap masalah, termasuk terhadap musuh sekalipun.

 

2)      Ayat ini mirip dengan firman Allah,

۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’[4]: 135)

 

  1. Perbedaan anatara kedua ayat di atas di antaranya bahwa dalam (QS. An-Nisa’[4]: 135) didahulukan kata (بِالْقِسْطِ) “adil” sebelum (شُهَدَاۤءَ) “para saksi”, karena konteksnya di dalam pengadilan dan letak ayatnya setelah kasus orang yang mengaku muslim menuduh orang Yahudi yang tidak bersalah. Dan setelah kasus hubungan yang retak antara suami istri, maka yang tepat adalah mendahulukan keadilann sebelum berbicara tentang para saksi.

 

Sedangkan dalam ayat ini (QS. Al-Maidah[5]: 8) konteknya dalam pembicaraan tentang menyempurnakan perjanjian dengan Allah dan rasul-Nya, maka didahulukan tentang penegakan perjanjian tersebut karena Allah.

 

  1. Sebagaimana ulama berpendapat bahwa dalam (QS. An-Nisa’[4]: 135) dalam konteks penegakan keadilan terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat, maka wajar jika yang didahulukan adalah (الْقِسْطِ) “Keadilan”

Adapun ayat ini (QS. Al-Maidah[5]: 8) konteksnya dalam pembicaraan untuk meninggalkan permusuhan, maka wajar jikayang didahulukan adalah berbuat karena Allah.

 

  1. Sebagian ulama lain mengatakan perbedaan keduanya bahwa (QS. An-Nisa’[4]: 135) turun berkenaan orang-orang Musyrik. Sedangkan (QS. Al-Maidah[5]: 8) turun berkenaan orang-orang Yahudi.

 

3)      Firman-Nya,

اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ

  1. Maksudnya bahwa berbuat adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan dari pada berbuat tidak adil.
  2. Hal ini menunjukkan bahwa adil adalah jalan menuju ketaqwaan, dan salah satu tanda ketaqwaan adalah adil.
  3. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketaqwaan tidak terbatas pada amalan-amalan ibadah Mahdha seperti shalat, puasa, dzikir dan membaca al-Qur’an, tetapi ketaqwaan mencakup dalam bidang Mu’amalat seperti berbuat adil kepada diri sendiri, teman, bahkan kepada musuh sekalipun.

Pelajaran (4): Ampunan dan Pahala Besar

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۙ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ عَظِيْمٌ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَآ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh (bahwa) bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. Adapun orang-orang yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni (neraka) Jahim.” (QS. Al-Maidah[5]: 9-10)

-          Pada ayat ini, Allah menjanjikan orang-orang beriman dan beramal shalih dengan ampunan dan pahala yang besar.

  1. Amal shalih disini mencakup beberapa hal yang disebutkan pada ayat sebelumnya, yaitu:
    1. Menyempurnakan perjanjian baik terhadap diri sendiri, kepada manusia maupun kepada Allah.
    2. Menjauhi larangan Allah untuk tidak menodai syi’ar-syi’ar Allah.
    3. Tidak bekerja sama dalam dosa dan pelanggaran.
    4. Menjauhi makanan-makanan yang dilarang
    5. Menikahi wanita-wanita yang dihalalkan Allah
    6. Melaksanakan ibadah wudhu, mandi junub dan tayammum sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
    7. Mengatakan keadilan kepada siapa saja, termasuk kepada musuh sekalipun.

 

  1. Ampunan Allah sangat diperlukanan bagi setiap orang beriman, karena di dalam melaksanakan ibadah pasti terdapat kekurangan dan kesalahan.
  2. Pahala yang besar maksudnya adalah surga. Jadi surga akan didapat oleh seorang mukmin jika sudah mendapatkan ampunan dari Allah, sebagaimana di dalam firman-Nya,

۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

 

“Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali-Imran[3]: 133)

 

-          Sedangkan orang-orang Kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah, termasuk di dalamnya hukum-hukum Allah yang telah dijelaskan sebelumnya. Mereka adalah penghuni Nekara Jahim

 

 

Jakarta, Selasa 31 Mei 2022

 

KARYA TULIS