Karya Tulis
1315 Hits

Tafsir An-Najah QS. [5]: 26 BAB 292 Di Padang At-Tiih


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 26)

BAB 292

Di Padang At-Tiih

 

قَالَ فَاِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۚيَتِيْهُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ ࣖ

“(Allah) berfirman, “(Jika demikian,) sesungguhnya (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun. (Selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka, janganlah engkau (Musa) bersedih atas (nasib) kaum yang fasik itu.” (QS. Al-Maidah[5]: 26)

 

Pelajaran (1): 40 Tahun di Padang At-Tiih

  1. Permohonan Nabi Musa dikabulkan Allah, maka Allah memberikan hukuman kepada mereka yaitu diharamkannya Baitul Maqdis bagi mereka selama 40 tahun. Mereka tidak akan memasukinya untuk selamanya. Dan selama waktu tersebut mereka berada di gurun pasir yang tandus, terombang-ambing, kebingungan kemana mereka harus pergi.
  2. Kata (يَتِيْهُوْنَ) berasal dari kata (التِّيْهُ) yang berarti kebingungan dan tersesat di jalan. Maksudnya disini mereka berada di gurun padang pasir selama 40 tahun, tidak bisa keluar darinya. Mereka kebingungan ke arah mana harus berjalan. Setiap hari mereka berjalan dengan susah payah, sampai mereka kelelahan. Ketika tiba waktu sore, ternyata mereka mendapati diri mereka berada di tempat semula dimana mereka memulai perjalanan.

Kadang mereka berjalan di malam hari juga, tetapi keadaannya tetap sama. Mereka merasa sudah berjalan sangat jauh, tetapi ternyata mereka masih di tempat semula. Seakan berjalan di tempat. Hal itu berlangsung terus selama 40 tahun, sampai semuanya atau kebanyakan dari mereka meninggal dunia. Jumlah mereka enam ratus ribu dari laki-laki dewasa saja, belum termasuk wanita dan anak-anaknya.

 

Gurun pasir at-Tiih ini bagi mereka seperti penjara massal yang sangat luas. Penjara tanpa pintu besi dan kawat, tetapi mereka tidak bisa keluar darinya.

 

Mereka dihukum oleh Allah masuk di dalam padang at-Tiih ini selama 40 tahun, seakan dihukum penjara seumur hidup atas kejahatan yang mereka lakukan.

 

  1. Apa tujuan atau hikmah dibalik hukuman ini?

Sebagian ulama menjelaskan bahwa Bani Israel terlalu lama berada dalam penindasan Fir’aun. Mereka ditindas, dijajah, dizhalimi dan dijadikan budak. Penindasan dan perbudakan dalam waktu lama akan membentuk karakter buruk dalam diri mereka. Bahkan karakter ini menular ke anak turunan mereka.

 

Penindasan Fir’aun atas Bani Israel telah merusak fitrah mereka sebagai kaum yang merdeka dan mempunyai kemuliaan. Penindasan tersebut menjadikan mereka kaum yang mudah menyerah dan pasrah, sulit bangkit dari keterpurukan dan kehinaan.

 

Oleh karena itu, ketika mereka diperintahkan untuk bangkit berjuang dan berjihad melawan musuh mereka yang tinggal di tanah Palestina, mereka sangat keatakutan dan menolak mentah-mentah perintah  tersebut. Mereka lebih senang duduk-duduk dengan keluarga mereka dalam keadaan tertindas, terhina dan terjajah dari pada harus berjuang mengorbankan harta dan jiwa untuk meraih kemuliaan.

 

Diriwayatkan bahwa Bani Israel yang diperintahkan untuk berjihad dan memasuki tanah Palestina, mereka justru merindukan kembali hidup di Mesir walau di bawah penindasan Fir’aun, walau harus menjadi budak-budak Fir’aun dan bala tentaranya.

 

Atas dasar itu semua, Allah menghukum mereka dengna hukuman yang sesuai dengan karakter mereka sebagaimana hati mereka telah rusak, dan sesat karena menolak perintah Allah dan Rasul-Nya, maka Allah meletakkan mereka di tengah padang pasir dalam keadaan kebingungan dan tersesat di jalan.

 

  1. Kenapa harus dihukum selama 40 tahun?

Karena 40 tahun adalah waktu terpendek atau batas minimal terjadi pergantian sebuah generasi. Selama kurun waktu 40 tahun tersebut orang-orang yang membangkang ini sebagian besar meninggal dunia di padang pasir at-Tiih, kecuali sangat sedikit yang tersisa dan muncullah generasi baru yang menggantikan mereka.

 

Ini sesuai dengan firman Allah,

 

وَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ ࣖ

 

“Jika kamu berpaling (dari jalan yang benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan (durhaka) sepertimu.” (QS. Muhammad[47]: 38)

 

Dikuatkan juga di dalam firman-Nya,

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

 

“Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah[5]: 54)

 

Sebagaimana ulama menyebutkan bahwa

 

الجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ العَمَلَ

“Hukuman itu sesuai dengan jenis perbuatan seseorang”

 

Ketika Bani Israel menyembah patung anak sapi selama 40 hari, maka Allah menghukum mereka setiap penyembahan patung anak sapi satu hari dihukum satu tahun. Jika mereka menyembah patung tersebut selama 40 hari, berarti hukumannya adalah 40 tahun.

 

Ini menunjukkan bahwa kesyirikan membawa bencana dan musibah bagi manusia, sedang tauhid membawa keberkahan dan kebahagiaan hidup manusia.

 

Pelajaran (2): Kematian Nabi Musa dan dan Harun

1)      Apakah Nabi Musa dan Nabi Harun hidup bersama mereka di Padang At-Tiih? Nabi Musa dan Nabi Harun bersama mereka di Padang At-Tiih, tetapi Allah memudahkan keduanya untuk bergerak dan pergi ke tempat yang beliau kehendaki. Nabi Musa memohon kepada Allah agar didekatkan dengan Baitul Maqdis sejauh lemparan krikil. Maka Allah mengabulkan doa tersebut.

 

Di Padang At-Tiih tersebut Nabi Harun wafat, kemudian setahun berikutnya Nabi Musa juga wafat.

 

2)      Wafatnya Nabi Musa dan Nabi Harun di Padang At-Tiih merupakan wujud dikabulkannya doa Nabi Musa agar dirinya dan Nabi Harun dipisahkan dari mereka yang membangkang perintahnya.

 

Jadi, kematian keduanya merupakan Rahmat dari Allah atas keduannya, sebaliknya merupakan adzab bagi Bani Israel yang ditinggalkannya.

 

3)      Di dalam hadits Abu Hurairah yang di riwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan tentang kematian Nabi Musa:

 

جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ. فَقَالَ لَهُ: أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللهِ تَعَالَى فَقَالَ: إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ، وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي، قَالَ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ: الْحَيَاةَ تُرِيدُ؟ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ، فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً، قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ تَمُوتُ، قَالَ: فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ، رَبِّ أَمِتْنِي مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ، رَمْيَةً بِحَجَرٍ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَاللهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ، عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ


Artinya: “Malaikat maut datang kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dan berkata, “Penuhilah panggilan Tuhanmu!” Namun spontan Musa menampar mata malaikat hingga bola matanya terpecah. Akhirnya, malaikat maut kembali kepada Allah dan menyampaikan, “Sesungguhnya Engkau telah mengutusku menemui hamba yang tidak menginginkan kematian. Akibatnya, mataku terpecah.” Kemudian, Allah segera mengembalikan penglihatannya dan berfirman, “Kembalilah kepada hamba-Ku dan sampaikan padanya, apakah engkau terus menginginkan kehidupan? Jika engkau masih menginginkannya, letakkanlah tanganmu pada punggung sapi jantan. Satu bulu yang tertutupi tanganmu, maka engkau akan hidup satu tahun.” Musa bertanya, “Lalu apa setelah itu?” Allah menjawab, “Tetaplah engkau akan meninggal.” Musa berkata lagi, “Wahai Tuhanku, sekarang kupilih kematian itu dalam waktu dekat.” Kemudian Nabi Musa menyampaikan keinginannya, “Matikanlah aku dekat Tanah Suci (Baitul Maqdis) sedekat lemparan batu.” Terakhir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menambahkan, “Demi Allah, andai aku berada di sisinya, niscaya akan aku perlihatkan kepada kalian kuburannya berada di pinggir jalan, tepatnya pada gundukan pasir.”


Pelajaran (3): Matahari Terbenam

1)      Setelah kematian Nabi Musa dan Nabi Harun dan setelah berlalu 40 tahun, Yusya’ bin Nun diangkat menjadi Nabi. Beliau diperitahkan untuk memasuki Baitul Maqdis bersama dengan anak cucu Bani Israel, dimana para orang tua mereka dahulu adalah orang-orang yang membangkang dari perintah berjihad kemudian meninggal dunia di Padang At-Tiih.

Sebagian ulama mengakatan bahwa Yusya’ bin Nun berangkat dengan sebagian Bani Israel yang tersisa.

2)      Di dalam penaklukkan kota Baitul Maqdis, diriwayatkan bahwa Matahari sempat dihentikan oleh Allah beberapa saat lamanya sampai ditaklukkannya kota Baitul Maqdis

 

Sebagaimana yang tersebut di dalam hadits,

 

إن الشمس لم تُحْبَسْ لبَشَرٍ إلا ليوشع لَيَاِلَي سافَرَ إلى بيت المقدس

 

“Sesungguhnya matahari tidak pernah ditahan (laju pergerakannya) untuk seorang manusia pun, selain untuk Yusya’, pada beberapa malam di mana ia berjalan menuju Baitul Maqdis.” (HR Ahmad)

 

3)      Salah satu hikmah dibalik penahanan Matahari beberapa saat lamanya, karena penaklukkan Baitul Maqdis terjadi pada hari Jum’at sore, jika Matahari tidak ditahan sementara, dikhawatirkan ketika masuk Baitul Maqdis sudah masuk pada malam Sabtu. Sedangkan hari Sabtu orang-orang Yahudi dilarang untuk beraktifitas dan berperang. Ini menyebabkan mereka akan gagal membuka kota Baitul Maqdis.

 

الحمد لله رب العالمين

Alhamdulillah, telah selesai penulisan Tafsir An-Najah, Juz 6 (Bag. 1) dengan izin dan taufiq Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada hari Rabu, tanggal 08 Juni 2022 Jam 08.00 pagi.

 

KARYA TULIS