Karya Tulis
1030 Hits

Tafsir An-Najah QS[5]: 32 BAB 295 Ketetapan Atas Bani Israel


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 32-34)

BAB 295

Ketetapan Atas Bani Israel

 

مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ

“Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.211) Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi”. (QS. Al-Maidah[5]: 32)

Pelajaran (1): Ketetapan Atas Bani Israel

  1. Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan usaha-usaha orang Yahudi untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan juga diceritakan bagaimana Qabil telah membunuh saudaranya dan menjadi orang yang menyesal. Pada ayat ini Allah menurunkan syariat-Nya kepada Bani Israel, bahwa siapa yang membunuh orang lain tanpa haq maka wajib di qishash.
  2. Oleh karena kejahatan yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil menyebabkan dampak yang sangat buruk terhadap kehidupan manusia, maka kami (Allah) menetapkan kepada Bani Israel suatu hukum dan ketetapan yang akan dijelaskan nanti.
  3. Ayat ini menyebabkan Bani Israel secara khusus, karena merekalah yang sering melakukan pembunuhan. Bahkan mereka membunuh para Nabi, ulama dan orang-orang shalih,
    1. sebagaimana yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya,

اَفَكُلَّمَا جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌۢ بِمَا لَا تَهْوٰىٓ اَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ ۚ فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ

“Mengapa setiap kali rasul datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, kamu menyombongkan diri? Lalu, sebagian(-nya) kamu dustakan dan sebagian (yang lain) kamu bunuh?”(QS. Al-Baqarah[2]: 87)

  1. Juga dalam firman-Nya,

ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ

“Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali-‘Imran[3]: 112)

  1. Juga di dalam firman-Nya,

قُلْ قَدْ جَاۤءَكُمْ رُسُلٌ مِّنْ قَبْلِيْ بِالْبَيِّنٰتِ وَبِالَّذِيْ قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوْهُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sungguh, beberapa rasul sebelumku telah datang kepadamu dengan (membawa) bukti-bukti yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan. Akan tetapi, mengapa kamu membunuh mereka jika kamu orang-orang yang benar?”(QS. Ali-‘Imran[3]: 183)

Walaupun yang disebut pada ayat di atas hanya Bani Israel, tetapi hukuman ini berlaku umum untuk seluruh manusia.

Pelajaran (2): Tiga Bentuk Pembunuhan

اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ

  1. Isi hukuman yang ditetapkan atas Bani Israel tetapi berlaku untuk seluruh Manusia adalah sebagaiberikut:

-          Barangsiapa yang membunuh jiwa manusia tanpa alasan yang benar dan bukan karena dia membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia membunuh manusia seluruhnya.

  1. Membunuh orang ada dua keadaan:
    1. Membunuh tanpa alasan yang benar, seperti membunuh karena hasad, membunuh karena inngin mengambil harta yang dimilikinya.
    2. Membunuh karena alasan yang benar dibagi menjadi dua:

. Membunuh sebagai bentuk Qishash, karena orang yang terkena hukum qishash telah membunuh orang lain tanpa alasan yang benar.

. membunuh untuk melaksanakan hukuman terhadap orang yang melakukan kejahatan seperti berzina dan murtad.

  1. Tiga bentuk pembunuhan yang dibolehkan sebagaimana yang dijelaskan di atas, terangkum di dalam hadits,

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” لا يحل دم امرىء مسلم إلا بإحدى ثلاث: الثيب الزاني، والنفس بالنفس، والتارك لدينه، المفارق للجماعة رواه البخاي ومسلم ” 

 

Artinya: Dari Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘anhu ia telah berkata: Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ” Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga sebab: Pertama: Duda atau Janda yang berbuat zina. Kedua: Pembunuh dengan dibalas bunuh. Ketiga: Yang meninggalkan Agamanya. Keempat: Yang memisahkan diri dari jama’ah. ” [HR Al-Bukhori dan Muslim]

  1. Para ulama berbeda pendapat di dalam menafsirkan maksud ayat di atas,
    1. Barangsiapa yang membunuh satu orang, hukumannya sama dengan yang membunuh seluruh manusia yaitu qishash.
    2. Barangsiapa yang membunuh  satu orang sengaja, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam begitu juga yang membunuh semua manusia.
    3. Barangsiapa yang membunuh seorang Nabi atau seorang pemimpin yang adil, seakan dia membunuh semua manusia karena Nabi atau seorang pemimpin yang adil manfaatnya untuk seluruh manusia kehilngan manfaat darinya.

Pelajaran (3): Menghidupkan Jiwa

وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗ

1)      Menghidupkan jiwa di sini maksudnya menyelamatkan orang lain dari kematian. Ayat ini menjadi dalil kebolehan seorang dokter melakukan berbagai tindakan operasi pada pasien, seperti operasi cesar dan operasi pencengkokan anggota tubuh. Dan juga sebagai dalil bolehnya melakukan tindakan amputasi terhadap sebagian anggota tubuh manusia, seperti tangan dan kaki dengan tujuan menyelamatkan pasien dari kematian.

2)      Ayat ini mendorong setiap orang agar tidak melakukan pembunuhan walau hanya satu orang, sekaligus menolongnya agar berusaha menyelamatkan seorang dari kematian.

3)      Firman-Nya,

وَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ

Telah datang para Rasul yang diutus Allah kepada Bani Israel yang membawa berbagai bukti dan mukjizat, tetapi kebanyakan dari mereka berpaling dari ajaran para Nabi dan bertindak melampaui batas di muka bumi ini.

اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

“Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat (kelak) mereka mendapat azab yang sangat berat” (QS. Al-Maidah[5]: 33)

 

  1. Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan tentang bahayanya tindakan pembunuhan yang berdampak pada terjadinya kerusakan di muka bumi ini. Pada ayat ini, Allah menjelaskan hukuman orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan sengaja membuat kekacauan dan kerusakan di muka bumi.
  2. Adapun tentang sebab turunnnya ayat ini, para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Tetapi yang paling masyhur adalah apa yyang diriwayatan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya ada sekelompok orang dari suku Ukl dan ‘Urainah datang menemui Rasulullah di Madinah. Mereka masuk Islam, tetapi fisik mereka tidak bisa beradaptasi dengan cuaca dan udara kota Madinah. Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh mereka untuk pergi bersama unta-unta dan pengembalanya ke daerah gurun dan meminum air kencing unta dan susunya. Sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا

 

  1. Ayat ini oleh sebagian ulama disebut dengan “Ayat Muharrobah”. Maksud Al-Muharrobah di sini adalah melakukan tindakan pengerusakan dengan  cara menghadang orang di jalan, merampok, dan membunuhnya atau dengan melakukan perbuatan yang bisa membuat resah dan menimbulkan rasa takut di tengah-tengah masyarakat.
  2. Dalam ayat ini disebutkan “orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya”. Maksudnya adalah memerangi wali-wali Allah dan para pengikut Rasul-Nya, yaitu orang-orang beriman. Disebut demikian untuk menunjukkan bahwa memerangi orang-orang beriman dengan cara mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat, merampok dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah adalah perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Dan merupakan dosa besar. Pelakunya wajib dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.
  3. Firman-Nya,

وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا

Kata (يَسْعَوْنَ) artinya berserah dan berusaha dengan cepat tanpa ada rasa malas dan dilakukan secara terus menerus. Ini menunjukkan bahwa mereka melakukan kejahatan secara cepat, sungguh-sungguh dan terus menerus. Ini mirip dengan firman Allah,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

 “Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan)  untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah[62]: 9)

Kata (فَاسْعَوْا) pada ayat di atas artinya bersegera dan bergerak secara cepat menuju ke Masjid untuk melakukan shalat Jum’at

 

اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ

 

Penggalan ayat ini menerangkan hukuman bagi orang-orang yang melakukan kejahatan “Al-Hirabah”, yaitu mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat, dengan cara menakut-nakuti mereka, merampok atau membunuh mereka. Sebagaimana sudah diterangkan di atas.

 

Hukuman bagi mereka adalah:

  1. Dibunuh
  2. Disalib
  3. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang
  4. Dibuang dari negeri (tempat kediamannya)

 

Para ulama berbeda pendapat tentang cara penerapan empat bentuk hukuman tersebut kepada para pelaku kejahatan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa penerapan empat bentuk hukuman tersebut disesuaikan dengan tingkat kejahatan yang dilakukan,

  1. Jika penjahat tersebut hanya sebatas menakut-nakuti masyarakat atau menteror mereka, tanpa ada tindakan perampasan, perampokan dan pembunuhan. Maka hukumannya adalah diasingkan dari negeri tempat tinggalnya atau dipenjara.
  2. Jika penjahatnya merampas dan merampok barang korban tanpa membunuhnya, maka hukumannya dipotong tangan dan kakinya secara bersilang.
  3. Jika penjahat membunuh korban, tanpa mengambil barang-barangnya, maka hukumannya dibunuh tanpa disalib. Hukuman mati ini tidak bisa digugur dengan pemaafan dari wali korban.
  4. Jika penjahat membunuh korban dan mengambil barang-barangnya, maka hukumannya dibunuh dan disalib.

Kapan penyaliban dilakukan?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

  1. Menurut al-Hanafiyah dan al-Malikiyah, penyaliban dilakukan tiga hari sebelum pelaku dihukum mati. Tujuannya untuk memberatkan hukuman.
  2. Menurut asy-Syafi’iyyah dan al-Hanabilah, penyaliban dilakukan setelah pelaku dihukum mati. Karena penyaliban sebelum mati, dikategorikan penyiksaan atau mutilasi yang dilarang. Tujuannya agar menjadi pelajaran bagi masyarakat agar menjauhi kejahatan semacam ini.

Mayoritas ulama berdalil atas penerapan hukuman seperti di atas dengan beberapa dalil.

  1. Menurut logika, suatu hukuman harus disesuaikan dengan tindakan kejahatan  yang dilakukan. Di dalam suatu kaidah disebutkan,

الجزاء من جنس العمل

 

“Balasan (Hukuman) disesuaikan dengan tingkat amal yang dikerjakan”

 

Di dalam hukum Islam sudah banyak contohnya, diantaranya, pencuri dipotong tangannya, orang berzina jika belum menikah maka hukumannya dicambuk 100 kali dan diasingkan, jika sudah menikah maka hukumannya dirajam dan lainnya.

  1. Pilihan di dalam menerapkan suatu hukuman diterapkan jika sebab yang ada adalah salah satu . Seperti dalam kafarat sumpah, Allah berfirman,

فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗ

“…Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya…” (QS. Al-Maidah[5]: 89)

 

Seperti juga dalam kafarat berburu berihram di wilayah tanah Haram, Allah berfirman,

فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ

“…Siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, dendanya (ialah menggantinya) dengan hewan ternak yang sepadan dengan (hewan buruan) yang dibunuhnya…” (QS.Al-Maidah[5]:95)

 

Adapun jika sebabnya berbeda-beda, maka pemilihan penerapan hukuman tidak bisa diberlakukan. Karena maksud dari disebutkannya berbagai hukuman adalah untuk menjelaskan bahwa hukuman diterapkan untuk masing-masing sebab. Contohnya adalah ayat yang sedang kita bahas (QS. Al-Maidah[5]: 33) di atas. Juga seperti yang disebutkan di dalam firman Allah,

 

ەۗ قُلْنَا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِمَّآ اَنْ تُعَذِّبَ وَاِمَّآ اَنْ تَتَّخِذَ فِيْهِمْ حُسْنًا

“…“Wahai Zulqarnain, engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan kepada mereka (dengan mengajak mereka beriman).” (QS. Al-Kahfi[18]: 86)

 

Pada ayat ini Dzulqarnain diberikan dua wewenang oleh Allah, yaitu menyiksa dan untuk berbuat baik. Disini Dzulqarnain tidak disuruh memilih salah satu dari dua wewenang di atas, tetapi untuk menerapkan dua wewenang tersebut sesuai dengan keadaan orang yang ditemuinya. Yaitu menyiksa yang ingkar dan berbuat baik kepada yang taat dan beriman.

ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Empat bentuk hukuman yang ditimpakan kepada pelaku kejahatan ini, merupakan bentuk kehinaan baginya di dunia. Apakah hukuman tersebut dianggap sebagai kaffarah (penghapus dosa) baginya, sehingga diakhirat tidak disiksa lagi?

 

- sebagian ulama berpendapat bahwa hukuman atas mereka tidak dianggap kaffarah (penghapus dosa) bagi mereka.

- sebagian yang lain berpendapat bahwa hukuman yang diterapkan atas mereka dianggap sebagai kaffarah (penghapus dosa) bagi mereka, seperti hukuman rajam sampai mati terhadap orang yang berzina sedang dia sudah menikah.

Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

 

“Barangsiapa yang melakukan hal ini (perzinaan), kemudian dihukum di dunia, maka hukuman tersebut dianggap kaffarat (penghapus dosa) nya” (HR. Muslim)

 

Adapun adzab akhirat yang disebutkan di dalam ayat adalah untuk mereka yang melakukan kejahatan ini, tetapi belum tertangkap dan belum bertaubat sampai dia mati. Atau dikatakan bahwa siksa di akhirat bagi yang melakukan kejahatan ini dan terkena hukuman di dunia, tetapi walaupun bersih dia tidak bertaubat.

Mereka yang masuk neraka karena sebuah dosa, tidaklah kekal di dalamnya jika mereka adalah orang-orang yang beriman.

 

اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْ قَبْلِ اَنْ تَقْدِرُوْا عَلَيْهِمْۚ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ

 

“kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kamu dapat menangkapnya. Maka, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah[5]: 34)

 

- Terdapat pengecualian dari cakupan empat bentuk hukuman di atas, yaitu mereka yang bertaubat sebelum ditangkap oleh aparat penguasa.hukuman tersebut gugur dari diri mereka. Taubat yang mengugurkan dari hukuman adalah taubat Nasuha, yaitu taubat yang tulus dan sungguh-sungguh, bukan pura-pura bertaubat.

- perlu dicatat di sini, bahwa yang gugur dari pertaubatan ini adalah apa yang menjadi bagian dari hak-hak Allah saja, yaitu hukuman yang terbagi disebut di atas. Adapun yang berhubungan dengan hak manusia, seperti harta yang dirampas, barang yang dirusak dan sejenisnya, tetap menjadi tanggungannya untuk mengganti. Sebagian ulama memasukkan hukum Qishash bagi yang terbunuh menjadi hak wali korban. Dia diberi pilihan untuk menuntut balas (Qishash) atau memaafkannya.

KARYA TULIS