Karya Tulis
505 Hits

Tafsir An-Najah QS.[5]: 46-50 BAB 298 (2)


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 46-50)

BAB 298 (2)

 

وَقَفَّيْنَا عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ بِعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرٰىةِ ۖوَاٰتَيْنٰهُ الْاِنْجِيْلَ فِيْهِ هُدًى وَّنُوْرٌۙ وَّمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَۗ

“Kami meneruskan jejak mereka (para nabi Bani Israil) dengan (mengutus) Isa putra Maryam yang membenarkan apa (kitab suci) yang sebelumnya, yaitu Taurat. Kami menurunkan Injil kepadanya (yang) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya; yang membenarkan kitab suci yang sebelumnya, yaitu Taurat; dan menjadi petunjuk serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah[5]: 46)

Setelah menjelaskan tentang kedudukan kitab Taurat dan beberapa hukum yang terdapat di dalamnya, pada ayat ini Allah menjelaskan tentang Nabi Isa dan kitab Injil yang di dalamnya juga mengandung petunjuk dan cahaya sekaligus sebagai pembenar kitab sebelumnya, yaitu kitab Taurat.

Kata (وَقَفَّيْنَا) berasal dari kata (قَفا) yang artinya leher bagian belakang atau tengkuk. Diartikan di sini dengan mengikuti dari belakangnya.

Kata (اٰثَارِهِمْ) berasal dari kata (الأثر) yang berarti jejak. Sehingga artinya adalah “Dan kami ikutkan jejak mereka (Para Nabi Bani Israel) dengan  Isa bin Maryam”

Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Isa bukanlah seorang Rasul pertama kali, tetapi dia adalah seorang Rasul yang mengikuti jejak rasul-rasul sebelum mereka, seperti Nabi Musa, Harun, Dawud, dan Sulaiman.

Firman-Nya,

مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرٰىةِ ۖ

Maksudnya bahwa Nabi Isa membenarkan isi kitab Taurat.

Pembenaran Nabi Isa terhadap kitab Taurat bukan sekedar pembenaran bahwa kitab Taurat adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Musa, tetapi pembenaran tersebut mencakup pembenaran terhadap hukum-hukum yang ada di dalamnya. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam kitab Injil tidak terdapat banyak hukum-hukum praktis.

Seperti hukum-hukum yang berkenaan dengan keluarga dan hukum pidana Qishash da lainya, semua itu diambil dari kitab Taurat. Ada beberapa perubahan sedikit saja, seperti penghalalan beberapa hal yang dulu diharamkan di dalam kitab Taurat. Seperti di dalam firman-Nya,

وَمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَلِاُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِيْ حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِاٰيَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْۗ فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِ

“(Aku diutus untuk) membenarkan Taurat yang (diturunkan) sebelumku dan untuk menghalalkan bagi kamu sebagian perkara yang telah diharamkan untukmu. Aku datang kepadamu dengan membawa tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Ali-Imran[3]: 50)

 

وَاٰتَيْنٰهُ الْاِنْجِيْلَ فِيْهِ هُدًى وَّنُوْرٌۙ وَّمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَۗ

Dalam penggalan ayat ini disebutkan lima sifat dari kitab Injil, yaitu:

a. Sebagai petunjuk bagi manusia (هُدًى)

b. Sebagai cahaya yang memberikan sinar dalam kegelapan hidup di dunia ini sehingga manusia mengetahui jalan kebenaran (نُوْرٌۙ).

c. Sebagai pembenar terhadap kitab Taurat dan pengikat untuknnya (مُصَدِّقٌ).

Pembenaran terhadap kitab Taurat di dalam ayat ini (46) terulang dua kali yang pertama menjelaskan bahwa Nabi Isa membenarkan kitab Taurat, sedangkan yang kedua menjelaskan bahwa kitab Injil membenarkan kitab Taurat.

d. Sebagai petunjuk bagi manusia (هُدًى). Sifat  ini terulang dua kali di sini. Tujuannya untuk menekankan bahwa di dalam kitab Injil terdapat beberapa nasehat dan hikmah yang menyebabkan manusia mendapatkan petunjuk. Selain itu, di dalam kitab Injil terdapat kabar gembira tentang kedatangan Nabi trakhir yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang akan membawa petunjuk untuk seluruh manusia.

e. Sebagai penasehat bagi orang-oranng yang bertaqwa. Maksudnya bahwa kitab Injil berisi nasehat-nasehat tentang kehidupan ini, hikmah-hikmah, dan ajakan untuk mengerjakan kebaikan. Disebut orang-orang Muttaqin secara khusus di sini untuk menunjukkan bahwa merekalah yang akan mengambil manfaat dari nasehat-nasehat tersebut.

 

وَلْيَحْكُمْ اَهْلُ الْاِنْجِيْلِ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فِيْهِۗ وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Hendaklah pengikut Injil memutuskan (urusan) menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik”. (QS. Al-Maidah[5]: 47)

 

Setelah menjelaskan tentang kitab Injil yang di dalamnya terdapat petunjuk, cahaya, dan nasehat-nasehat yang sungguh berharga, maka pada ayat ini Allah memerintahkann ahlul Injil, yaitu para pengikut Nabi Isa untuk memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan di dalamnya. Perintah ini ditujukan kepada mereka yang hidup sebelum kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun mereka yang hidup setelah kedatangannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,dan memtuskan perkara menurut Al-Qur’an.

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang fasik. Disebut fasik pada ayat ini, karena mereka telah keluar dari perintah Allah.

Kata (الفاسق) artinya keluar, sebagaimana di dalam firman Allah,

 

…كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ

Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Dia termasuk (golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya…(QS. Al-Kahfi[18]: 50)

Pada ayat sebelumnya, yaitu ayat (44) disebutkan bahwa orang-orang yang tidak memtuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah disebut orang-orang kafir, karena mereka menolak apa yang diturunkan Allah secara umum, dan berhukum dengannya.

Kemudian pada ayat (45), mereka disebut orang-orang yang zhalim, karena mereka tidak memutuskan perkara dengan adil di dalam masalah Qishash, sehingga hal itu menyebabkan orang lain terzhalimi.

Sedangkan pada ayat ini (47), mereka disebut orang-orang yang fasik, karena mereka keluar dari ketaatan kepada Allah yang memerintahkan mereka untuk memutuskan perkara sesuai dengan apa yang diturunkan Allah ketika mereka tidak mau melaksanakan perintah tersebut, mereka disebut dengan orang-orang fasik.

 

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ

 

“Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan. (QS. Al-Maidah[5]; 48)

- Setelah menjelaskann kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, dalam ayat ini Allah menjelskan tentang al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

- Firman-Nya,

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ

Menunjukkan bahwa al-Qur’an ini tidak mengikuti kitab-kitab sebelumnya. Ia adalah kitab suci yang berdiri sendiri, dan menunjukkan al-Qur’an kitab suci yang abadi, yang tidak akan diganti dengan kitab suci manapun. Ia adalah kitab suci yang pamungkas, dan sempurna. Oleh karenanya tidak diungkap dengan kalimat “Dan Kami ikut jejak  mereka” sebagaimana yang diungkap untuk Nabi Isa.

- Dalam ayat ini disebutkan kata (الْكِتٰبَ) dua kali. Adapun maksud (الْكِتٰبَ) yang pertama adalah al-Qur’an, sedangkan maksud (الْكِتٰبَ) yang kedua adalah kitab-kita suci yang diturunkan Allah sebelum al-Qur’an seperti Zabur, Taurat dan Injil.

- Kata (مُهَيْمِنًا) berasal dari (الهيمنة) yang berarti menjaga dan mengawasi. Adapun maksudnya di sini adalah, bahwa al-Qur’an sebagai pemelihara bagi kandungan kitab-kitab sebelumnya, terutama yang berkenaan dengan masalah aqidah bahwa tujuan manusia hidup di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah saja dan larangan menyekutukan Allah dengan suatu apapun juga. Begitu juga al-Qur’an sebagai pengawas atas kitab-kitab sebelumnya di antaranya dengan menghapus sebagian hukum-hukum yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut.

Al-Qur’an juga menjelaskan tentang kondisi kitab-kitab sebelumnya yang telah mengalami penyelewengan dan pengerusakan yang dilakukan para pendeta mereka.

- Sebagian ulama memahami kata (مُهَيْمِنًا) di sini, bahwa al-Qur’an terpelihara dari penyelewengan dan terpelihara maknanya melalui penafsiran yang ditulis oleh para ulama secara terus menerus. Sehingga ketika terjadi perubahan ayat-ayatnya atau penyelewengan tafsirnya, maka akan tampi orang-orang yang meluruskannya. Ini sesuai dengan firman Allah,

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr[15]: 9)

 

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ

Allah memerintahkan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam untun memutuskan perkara di antara manusia menurut apa yang diturunkan Allah. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Mereka” pada ayat ini adalah orang-orang Yahudi. Oleh karenanya, Allah melarang Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Hal itu, karena orang-orang Yahudi yang datang untuk berhukum kepada Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam tujuannya bukan mencari keadilan, tetapi untuk mencari keputusan hukum yang sesuai dengan keinginan mereka.

 

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا

Maksud dari ayat ini bahwa setiap umat memiliki syari’at dan manhajnya sendiri. Kata (الشرعة) atau (الشريعة) artinya adalah sumber air atau jalan menuju sumber air. Maksudnya disini adalah ajaran-ajaran agama yang mengantarkan seseorang kepada keyakinan yang benar dan kebahagiaan hidup. Ajaran agama disebut sebagai jalan menuju sumber air, karena memiliki dua fungsi:

a. Ajaran agama adalah sumber kehidupan jiwa dan ketenangan hati serta kebahagiaan hidup. Sebagaimana air adalah sumber kehidupan jasmani. Tanpa agama jiwa manusia akan kering dan hati mereka akan mati. Sebagaimana tanpa air, manusia tidak akan bisa hidup.

b. Ajaran agama akan membersihkan hati manusiadari berbagai kotoran, seperti syirik, nifak, dendam, hasad, rakus, cinta dunia. Sebagaimana air akan membersihkan badan manusia dari berbagai kotoran lahir.

Adapun kata (مِنْهَاجًا) diartikan jalan yang lurus yang megantarkan seseorang kepada syari’ah (Sumber air), atau yang mengantarkan seorang kepada jalan yang menuju sumber air. Seseorang yang tidak mengikuti “Minhaj” secara benar maka dia akan tersesat dan tidak akan sampai kepada “Syari’ah”.

Al-Minhaj jika diartikan sebagai jalan yang lurus, maka akann sesuai dengan firman Allah,

وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am[6]: 53)

Jalan lurus pada ayat di atas adalah “al-Minhaj”. Jika jalan tersebut diikuti, maka akan mengantarkan kepada sumber kebahagiaan. Tetapi jika mengikuti jalan-jalan yang lain, seseorang akan tersesat dari jalan ini dan akan menuju jurang kehancuran.

Sebagian ulama mengatakan bahwa “Syari’ah” adalah jalan pembuka, sedang “al-Minhaj” adalah jalan penerus dari syari’ah untuk menuju sumber kebahagiaan.

Adapun maksud ayat secara umum, bahwa setiap umat memiliki “syariah” dan “Minhaj” yang berbeda dengan “Syari’ah” dan “Minhaj” umat lain.

Kaum Yahudi mempunyai syari’at sendiri, kaum Nashrani mempunyai syari’at sendiri dan umat Islampun mempunyai syari’at sendiri juga. Walaupun syari’at mereka berbeda-beda tetapi aqidah mereka satu, yaitu beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan  sesuatu apapun juga.

Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah:

a. Firman Allah,

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya’[21]: 25)

 

b. Firman Allah,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ

“Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah tagut. (QS. An-Nahl[16]: 36)

 

c. Hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الأَنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (رواه البخاري ومسلم وأحمد وابن حبان)

“Para nabi bagaikan saudara seayah, agama mereka satu yaitu agama Islam, dan ibu-ibu (syari’at-syari’at) mereka berbeda-beda” (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa ajaran ajaran seluruh Nabi adalah sama. Mereka mengajarkan tauhid, melarang perbuatan syirik, memerintahkan akhlaq karimah dan melarang berbagai maksiat. Tetapi mereka masing-masing memiliki syari’at satu dengan yang lainnya sendiri-sendiri. Umpamanya kaum Yahudi diharamkan bagi mereka secara khusus beberapa makanan yang tidak diharamkan bagi umat lain, sebagaimana yang tersebut di dalam firman Allah,

وَعَلَى الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِيْ ظُفُرٍۚ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُوْمَهُمَآ اِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُوْرُهُمَآ اَوِ الْحَوَايَآ اَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍۗ ذٰلِكَ جَزَيْنٰهُمْ بِبَغْيِهِمْۚ وَاِنَّا لَصٰدِقُوْنَ

“Atas orang-orang Yahudi Kami mengharamkan semua (hewan) yang berkuku. Kami mengharamkan pula atas mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, yang ada dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Sesungguhnya Kami Mahabenar.” (QS. Al-An’am[6]: 146)

Kemudian ketika Nabi Isa diutus, sebagian makanan yang diharamkan bagi kaum Yahudi, dihalalkan bagi kaum Nashrani melalui lisan Nabi Isa, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah,

…وَلِاُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِيْ حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِاٰيَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْۗ فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِ

“…dan untuk menghalalkan bagi kamu sebagian perkara yang telah diharamkan untukmu. Aku datang kepadamu dengan membawa tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Ali-Imran[3]: 50)

 

وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ

Kalau Allah berkehendak, akan menjadikan manusia  dalam satu  agama. Bagi Allah hal itu sangat mudah. Tetapi Allah berkehendak lain, yaitu menjadikan manusia berselisih dan berbeda-beda syari’at mereka.

Muculnya kaum Yahudi, Nashrani dan umat Islam adalah kehendak Allah. Syar’i mereka berbeda-beda tetapi agama mereka satu, yaitu agama Tauhid. Agama yang mengajarkan untuk menyembah hanya kepada Allah saja. Dan melarang segala bentuk kesyirikan, itu semua bertujuan untuk menguji mereka, apakah mereka taat kepada perintah Allah dan para Rasul-Nya, atau mereka akan menyelewengkan ajaran para Nabi dan berbuat kesyirikan sebagaimana yang terjadi sekarang.

Hal ini mirip dengan beberapa firman Allah, di antaranya,

a. Firman Allah,

…وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِيْنَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ وَلٰكِنِ اخْتَلَفُوْا فَمِنْهُمْ مَّنْ اٰمَنَ وَمِنْهُمْ مَّنْ كَفَرَ ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلُوْاۗ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ ࣖ

“…Seandainya Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan saling membunuh setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Akan tetapi, mereka berselisih sehingga ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kufur. Andaikata Allah menghendaki, tidaklah mereka saling membunuh. Namun, Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah[2]: 253)

b. Firman Allah,

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ اِلَّا مَنْ رَّحِمَ رَبُّكَ ۗوَلِذٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗوَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka senantiasa berselisih (dalam urusan agama), kecuali orang yang dirahmati oleh Tuhanmu. Menurut (kehendak-Nya) itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap, “Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam (dengan pendurhaka) dari kalangan jin dan manusia semuanya.” (QS. Hud[11]: 118-119)

c. Firman Allah,

كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ

“Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk)”. (QS. Al-Baqarah[2]: 213)

 

وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ

Tetapi Allah ingin menguji kalian terhadap apa yang diberikan kepada kalian “Yaitu kitab suci atau syari’at”.

Penggalan ayat ini ingin menjelaskan bahwa Allah ingin menguji setiap umat tentang sikap mereka terhadap kitab suci yang diturunkan kepada Nabi mereka, apakah mereka mengamalkan atau tidak? Ternyata kaum Yahudi dan Nashrani telah menyeleweng dari ajaran Nabi mereka, dan mengubah kitab suci mereka.

 

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ

Jika demikian keduanya, maka setiap umat harus berlomba-lomba mengamalkan perintah para Nabi-Nya. Karena perintah para Nabi semuanya adalah kebaikan.

 

اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ

Kenapa diperintahkan untuk segera dan berlomba-lomba dalam kebaikan? Karena setiap manusia akan meninggal dan tidak tahu kapan ajalnya tiba. Maka jangan menunda-nunda suatu amal shalih. Kepada Allah manusia akan dikembalikan dan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang mereka perselisihkan selama hidup di dunia.

 

وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ

“Hendaklah engkau memutuskan (urusan) di antara mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Waspadailah mereka agar mereka tidak dapat memperdayakan engkau untuk meninggalkan sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya banyak dari manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Maidah[5]: 49)

 

Ayat ini berisi tentang perintah Allah kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan manusia menurut apa yang diturunkan Allah. perintah ini diulang dua kali, karena banyaknya tantangan dan godaan dalam pelaksanaannya. Di antaranya adalah, adanya makar dari para pendeta Yahudi, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa para pendeta Yahudi, yaitu Ka’ab bin Asad, Abdullah bin Shunya, serta Syas bin Qais mereka berkata, “Mari kita pergi ke Muhammad, akan kita perdaya dan kita palingkan dari agamanya”. Mereka berkata “Wahai Muhhamad kamu telah mengetahui bahwa kami adalah para pendeta Yahudi, orang-orang terhormat dan para pemuka meraka, jika kami mengikutimu maka kaum Yahudi akan mengikuti langkah kami. Kemudian tidak terjadi perselisihan antara kami dan kaum kami. Kami mengajak mereka untuk meminta keputusan hukum kepadamu. Jika kamu bersedia untuk memenangkan kami dan mengalahkan mereka dalam persidangan, kami berjanji akan beriman kepadamu” Namun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menolak bujukan dan maka mereka itu. lalu Allah menurunkan ayat 49-50 ini.

 

وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ

- Ayat ini mengingatkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk berhati-hati dari mereka, supaya mereka tidak memalingkannya dari Al-Qur’an.

- Kata (اَنْ يَّفْتِنُوْكَ) berasal dari kata (الفتنة) yaitu ujian, sedangkan kata (الفتنة) di dalam al-Qur’an mempunyai beberapa arti, di antaranya:

 

a. Fitnah berarti syirik, seperti di dalam firman Allah,

وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ

Terjemah Kemenag 2019

“…Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 217)

وَقَاتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ

“Perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah (penganiayaan atau syirik…” (QS. Al-Anfal[8]: 39)

 

b. Fitnah berarti pelajaran, seperti di dalam firman Allah,

…لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

“… janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.” (QS. Yunus[10]: 85)

 

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah[60]: 5)

 

c. Fitnah berarti menghalangi dari jalan Allah, seperti di dalam ayat ini,

…وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ

…“Waspadailah mereka agar mereka tidak dapat memperdayakan engkau untuk meninggalkan sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu”. (QS. Al-Maidah[5]: 49)

 

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗ

Ayat ini menjelaskan bahwa siapa saja yang berpaling dari ajaran Islam, dari perintah Allah dan Rasul-Nya, dari hukum-hukumnya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya. ini juga disebabkan karena sebagian dosa yang dikerjakannya.

Ayat ini mirip dengan beberapa firman Allah, di antaranya:

a. Firman Allah,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

…“Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”(QS. An-Nur[24]: 63)

 

b. Firman Allah,

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

“Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Toha[20]: 124)

 

وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ

- Kebanyakan dari kaum Yahudi adalah orang-orang yang fasik, yaitu tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

- Bisa diartikan juga menurut makna secara lahir bahwa kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik. Ini dikuatkan dengan beberapa ayat al-Qur’an, di antranya:

a. Firman Allah,

وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى الْاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَ

“Jika engkau mengikuti (kemauan) kebanyakan orang (kafir) di bumi ini (dalam urusan agama), niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan”. (QS. Al-An’am[6]: 116)

 

b. Firman Allah,

اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا ۗوَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

…“Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur. Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang banyak bersyukur.” (QS. Saba’[34]: 13)

 

 

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah[5]: 50)

- Di dalam ayat ini terdapat celaan kepada orang-orang Yahudi yang berpaling dari hukum Allah dan memilih hukum Jahiliyah. Mereka menolak untuk memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalam kita Taurat, tetapi justru membuat hukum sendiri yang disesuaikan dengan hawa nafsu mereka.

- Di antara bentuk berhukum dengan hukum Jahiliyah adalah membedakan antara hukuman kepada para pemimpin, pemuka dan pejabat dengan hukuman kepada orang-orang awam. Ini terjadi dalam kasus penetapan hukum zina kepada dua  orang Yahudi yang tidak dirajam.

- Diriwayatkan juga bahwa kaum Yahudi Bani Nadhir berselisih dengan Bani Quraizhah tentang pembunuhan yang terjadi antara kedua kabilah tersebut. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk meminta beliau memutuskkan perkara tersebut menurut hukum Jahiliyah, yaitu hukum yang membedakan antara orang terhormat dan orang awam. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Semua korban pembunuhan harus diperlakukan sama, (tidak ada diskriminatif dalam masalah ini). Lalu Bani Nadhir berkata, “kami tidak terima putusan hukum ini.” Maka turunlah ayat ini.

- Disebut hukum Jahiliyah, karena bersumber dari kebodohan, hawa nafsu dan kepentingan sementara, serta tidak berdasarkan ilmu.

وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

- Bagi orang yang sudah mencapai derajat yakin, tidak ada hukum yang lebih baik dari pada hukum Allah.

- Dalam mencapai derajat yakin, biasanya seorang harus melalui tahapan keraguan terlebih dahulu, dengan berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, seorang akan menemukan sebuah keyakinan. Yaitu sesuatu yang tetap dan tidak akan berubah selamanya. Keyakinan itu sendiri mempunyai beberapa tingkatan; yaitu Ilmu yakin, ‘Ainul yakin, Haqqul yakin.

KARYA TULIS