Tafsir An-Najah QS.[5]: 51-56 BAB 298 (3)
Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 51-56)
BAB 298 (3)
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu). Sebagian mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”. (QS. Al-Maidah[5]: 51)
- Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan kepada Ubadah bin ash-Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul. Keduanya datang kepadda Rasulullah. Berkata Ubadah bin ash-Shamit, “Ya Rasulullah, saya mempunyai banyak sekutu dari kalangan Yahudi, dan saya berlepas diri dari dari persekutuan tersebut. Aku lebih memilih Allah dan Rasul-Nya sebagai waliku.” Lalu Abdullah bin Ubay bin Salul berkata, “Aku adalah orang yang takut tertimpa bencana, maka aku tidak berlepas diri dari sekutuku dari kalangan Yahudi. Maka turunlah ayat ini.
- Ayat ini berisi larangan bagi orang-orang beriman untuk menjadikan kaum Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, teman dekat dan orang yang mengetahui rahasia-rahasia.
- kata (اَوْلِيَاۤءَ) jama’ dari (وَلِيٌّ) yang berarti dekat diartikan juga dengan pemimpin, penolong, teman dekat, orang yang dicintai. Semua yang disebutkan di atas terhubung dengan kata “dekat”: pemimpin semestinnya dekat dengan yang dipimpinnya. Seorang penolong akan merasa dekat dengan orang yang ditolongnya dan seterusnya. Seseorang disebut wali Allah karena dia selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amal shalih.
بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ
Ini adalah alasan kenapa dilarang untuk menjadikan pemimpin dan teman dekat dari kalangan Yahudi dan Nashrani. Mereka satu dengan yang lainnya saling bekerjasama, bahu membahu untuk memerangi umat Islam. Mereka menyembunyikan kebencian di dalam hati mereka terhadap Islam dan kaum mulimin. Ini sebagaimana yang tersebut di dalam firman Allah,
…قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
“…Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang mereka sembunyikan dalam hati lebih besar. Sungguh, Kami telah menerangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu berpikir.” (QS. Ali-Imran[3]: 118)
Ini dikuatkan dengan firman Allah,
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 120)
وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ
Ayat ini menjelaskan hukum orang yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, apakah kafir atau masih dianggap muslim? dalam hal ini perlu dirinci terlebih dahulu;
a. Jika dia menjadikan mereka sebagai pemimpin, teman dekat dan penolong, dalam keadaan dia ridha dengan agama mereka, bahkan disertai caci maki terhadap agama Islam, maka dia dihukum kafir.
b. Jika dia menjadikan mereka sebagai pemimpin, teman dekat dan pelindung, namun tidak ridha dengan agama mereka dan tidak menjelek-jelekka Islam. Dia melakukan itu karena kepentingan dunia. Maka perbuatan tersebut dianggap maksiat. Kadar besar kecilnya maksiat tergantung pada kadar kuat dan lemahnya perwaliannya kepada mereka.
Diriwayatkan bahwa Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Bashrah pernah berkata kepada Umar bin al-Khattab, “Aku mempunyai sekertaris yang beragama Nashrani.” Mendengar hal itu, Umar marah dan berkata, “Kenapa engkau tidak mengambil sekertaris dari orang muslim. bukankah Allah berfirman (QS. Al-Maidah[5]: 51)?” Abu Musa berkata, “Agamanya untuk dia tetapi keahliannya untuk aku.” Umar berkata, “Saya tidak akan meninggikan orang-orang yang direndahkan Allah serta tidak akan mendekatkan orang yang dijauhi Allah.” berkata Abu Musa, “Urusan kota Bashrah tiddak beres kecuali ditangannya.” Berkata Umar, “Telah mati orang Nashrani tersebut wassalam.”
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
Ayat ini menunjukkan bahwa mereka yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani, sebagai pemimpin dan teman dekat adalah orang-orang zhalim. Karena mereka melakukan sesuatu tidak pada tempatnya. Mestinya yang harus mereka perbuat adalah menjadikan orang-orang beriman sebagai pemimpin dan teman dekat, tetapi justru malah memilih kaum Yahudi dan Nashrani.
فَتَرَى الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ يُّسَارِعُوْنَ فِيْهِمْ يَقُوْلُوْنَ نَخْشٰٓى اَنْ تُصِيْبَنَا دَاۤىِٕرَةٌ ۗفَعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَ بِالْفَتْحِ اَوْ اَمْرٍ مِّنْ عِنْدِهٖ فَيُصْبِحُوْا عَلٰى مَآ اَسَرُّوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ نٰدِمِيْنَۗ
“Maka, kamu akan melihat orang-orang yang hatinya berpenyakit segera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, “Kami takut akan tertimpa mara bahaya.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya sehingga mereka menyesali apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS. Al-Maidah[5]: 52)
Ayat ini menjelaskan bagaimana orang-orang munafik yang di dalam hati mereka terdapat penyakit, bersegera mengangkat orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin dan teman dekat mereka.
Firman-Nya, فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit”
Penyakit di sini maksudnya adalah penyakit hati, yaitu penyakit nifak dan keragu-raguan, termasuk di dalamnya penyakit cinta dunia, tamak, rakus, bakhil dan penyakit takut mati.
يَقُوْلُوْنَ نَخْشٰٓى اَنْ تُصِيْبَنَا دَاۤىِٕرَةٌ
Ini adalah alasan orang-orang munafik ketika bersegera menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, yaitu mereka takut tertimpa musibah.
Kata (دَاۤىِٕرَةٌ) dari kata (دَارَ- يَدُورُ) artinya yang mengelilingi sesuatu. Maksudnya di sini adalah: musibah dan mala petaka atau berbagai peristiwa yang mengelilingi manusia.
Intinya orang-orang munafik berperasangka, jika tidak mendekati orang-orang Yahudi dan Nashrani serta tidak menjadikan mereka pemimpin atau teman dekat, maka orang-orang munafik ini khawatir hidup mereka akan susah, ekonominya akan terpuruk dan karir kerjanya akan terlambat.
فَعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَ بِالْفَتْحِ اَوْ اَمْرٍ مِّنْ عِنْدِهٖ
Ini adalah jawaban Allah kepada orang-orang Munafik yang takut tertimpa Musibah dan kesulitan hidup, bahwa Allah akan mendatangkan kemenangan bagi orang-orang beriman, dan kelapangan hidup serta berbagai kemudahan bagi mereka.
- Kata (الْفَتْح) mempunyai tiga arti.
a. Kemenangan atas orang-orang Kafir seperti di dalam firman-Nya,
اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًاۙ
“Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata” (QS. Al-Fath[48]: 1)
b. Pemisah antara al-Haq dan al-Bathil seperti di dalam firman-Nya,
رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفٰتِحِيْنَ
“…Wahai Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi keputusan terbaik.” (QS. Al-A’raf[7]: 89)
Juga di dalam firman-Nya,
فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 118)
Juga di dalam firman-Nya,
قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّۗ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيْمُ
“Katakanlah, “Tuhan kita (pada hari Kiamat) akan mengumpulkan kita, kemudian memutuskan (perkara) di antara kita dengan hak. Dialah Yang Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Saba’[34]: 26)
c. Keluasan rezeki dan kelapangan hidup. Ini seperti dalam firman Allah,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf[7]: 96)
- Ketika makna (الفتح) di atas bisa diterapkan pada kata (الفتح) dalam ayat ini:
Yaitu bahwa Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dengan tiga hal di atas kemenangan, pemisah dengan ahli batil, dan kelapangan hidup.
Ayat ini memberikan pesan kepada orang-orang beriman agar tidak berputus asa dengan rahmat-Nya, walaupun kadang terasa lama menunggunya. Semuanya untuk menguji kesabaran mereka sekaligus memberitahukan kepada mereka bawha perjuangan menegakkan Islam itu tidak dilalui dengan duduk-duduk santai di rumah sambil bercengkrama dengan anak istri tetapi perjuangan itu dilalui dengan berbagai ujian pada jiwa, perasaan, pikiran, badan, bahkan harta benda.
Firman-Nya, اَوْ اَمْرٍ مِّنْ عِنْدِهٖ
“Atau suatu ketetapan dari sisi-Nya”
Yaitu suatu ketetapan dari Allah di mana manusia tidak mempunyai peran di dalamnya. Atau suatu ketetapan dari Allah yang tidak disangka-sangka oleh manusia.
1) Pengusiran Bani Nadhir dari benteng mereka. Di kota Madinah tidak ada yang menyangka mereka akan terusir dalam keadaan terhina. Hal ini disebutkan di dalam firman Allah,
هُوَ الَّذِيْٓ اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ الْحَشْرِۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara Ahlulkitab (Yahudi Bani Nadir) dari kampung halaman mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar. Mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat menjaganya dari (azab) Allah. Maka, (azab) Allah datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka. Dia menanamkan rasa takut di dalam hati mereka sehingga mereka menghancurkan rumah-rumahnya dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati).” (QS. Al-Hasyr[59]: 2)
2) Kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang Kafir Quraisy dalam perang Badar. Ini disebutkan di dalam firman Allah,
وَاِذْ يَعِدُكُمُ اللّٰهُ اِحْدَى الطَّاۤىِٕفَتَيْنِ اَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّوْنَ اَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُوْنُ لَكُمْ وَيُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمٰتِهٖ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكٰفِرِيْنَۙ
“(Ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah milikmu, sedangkan kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah milikmu. Akan tetapi, Allah hendak menetapkan yang benar (Islam) dengan ketentuan-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya” (QS. Al-Anfal[8]: 7)
3) Kemenangan kaum Muslimin di dalam perang Badar Sughra, setelah peristiwa perang Uhud. Ini disebutkan di dalam firman Allah,
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ
“Mereka kembali dengan nikmat dan karunia dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti (jalan) rida Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali-Imran[3]: 174)
Firman Allah (اَوْ اَمْرٍ مِّنْ عِنْدِهٖ) ini mirip dengan firman Allah dalam surah Yusuf,
…وَاللّٰهُ غَالِبٌ عَلٰٓى اَمْرِهٖ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
“…Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.” (QS. Yusuf[12]: 21)
Dalam buku “Kesabaran Yang Indah”, penulis memaparkan dua belas peristiwaa terkait dengan ayat (QS. Yusuf[12]: 21) di atas, yang intinya bahwa dalam kisah Nabi Yusuf banyak peristiwa yang terjadi di luar dugaan kebanyakan orang. Dan yang paling nampak adalah Nabi Yusuf kecil dilempar ke sumur, ternyata di kemudian hari menjadi pemimpin yang adil di negeri Mesir, menyebarkan dakwah kepada manusia dengan leluasa.
فَيُصْبِحُوْا عَلٰى مَآ اَسَرُّوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ نٰدِمِيْنَۗ
Orang-orang Munafik kelak akan menyesal, ketika datang pertolongan Allah kepada kaum Muslimin. Penyesalan di sini adalah penyesalan dunia, karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan selama ini. Jadi, bukan penyesalan, dalam bentuk taubat dari segala dosa.
Penyesalan seperti ini mirip dengan penyesalan Qabil ketika membunuh Habil. Dia menyesal karena tidak mendapatkan yang tidak diinginkannya di dunia ini, bukan penyesalan dari perbuatan dosa. Ini seperti yang tersebut di dalam firman-Nya,
فَبَعَثَ اللّٰهُ غُرَابًا يَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهٗ كَيْفَ يُوَارِيْ سَوْءَةَ اَخِيْهِ ۗ قَالَ يٰوَيْلَتٰٓى اَعَجَزْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هٰذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَ اَخِيْۚ فَاَصْبَحَ مِنَ النّٰدِمِيْنَ ۛ
“Kemudian, Allah mengirim seekor burung gagak untuk menggali tanah supaya Dia memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana cara mengubur mayat saudaranya. (Qabil) berkata, “Celakalah aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku?” Maka, jadilah dia termasuk orang-orang yang menyesal.” (QS. Al-Maidah[5]: 31)
وَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَهٰٓؤُلَاۤءِ الَّذِيْنَ اَقْسَمُوْا بِاللّٰهِ جَهْدَ اَيْمَانِهِمْۙ اِنَّهُمْ لَمَعَكُمْۗ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فَاَصْبَحُوْا خٰسِرِيْنَ
“Orang-orang yang beriman akan berkata, “Inikah orang yang bersumpah dengan (nama) Allah secara sungguh-sungguh bahwa mereka benar-benar beserta kamu?” Segala amal mereka menjadi sia-sia sehingga mereka menjadi orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah[5]: 53)
- Setelah menjelaskan keadaan orang-orang Munafik yang menjadikan kaum Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin dengan alasan karena takut tertimpa musibah. Pada ayat ini, Allah menjelaskan keadaan orang-orang beriman ketika mereka berbicara tentang orang-orang Munafik yang disebutkan di atas.
- Dalam ayat ini terdapat dua penafsiran:
1) Penafsiran Pertama, Bahwa orang-orang beriman berbicara kepada sesama mereka. “Apakah mereka itu yang selama ini bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka benar-benar beserta kalian?” Perkataan ini untuk menjelaskan bahwa orang-orang munafik sering bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka adalah orang-orang beriman yang juga ingin membela Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
2) Penafsiran Kedua, Bahwa orang-orang beriman berkata kepada kaum Yahudi, “Apakah merka itu yang selama ini bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka benar-benar akan menolong kalian?”
Perkataan ini untuk menjelaskan bahwa orang-orang Munafik selama ini sangat dekat dengan orang-orang Yahudi dan berjanji akan berada di dalam barisan mereka. Ini seperti firman Allah,
۞ اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ نَافَقُوْا يَقُوْلُوْنَ لِاِخْوَانِهِمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَىِٕنْ اُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيْعُ فِيْكُمْ اَحَدًا اَبَدًاۙ وَّاِنْ قُوْتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik? Mereka berkata kepada saudara-saudaranya yang kufur di antara Ahlulkitab, “Sungguh, jika kamu diusir, kami pasti akan keluar bersamamu dan kami selamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu. Jika kamu diperangi, kami pasti menolongmu.” Allah bersaksi bahwa mereka benar-benar para pendusta.” (QS. Al-Hasyr[59]: 11)
حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فَاَصْبَحُوْا خٰسِرِيْنَ
Ayat ini menunjukkan bahwa amal perbuatan orang-orang Munafik rusak dan sia sia, serta tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan bahwa mereka walaupun mengaku beriman, tetapi hakikatnya mereka telah kafir, ini mirip dengan beberapa firman Allah di antaranya,
a. Firman Allah,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka di dalamnya dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. -Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, sia-sialah apa yang telah mereka usahakan (di dunia), dan batallah apa yang dahulu selalu mereka kerjakan.” (QS. Hud[11]: 15-16)
b. Firman Allah,
…وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“…Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 217)
c. Firman Allah,
وَلَقَدْ اُوْحِيَ اِلَيْكَ وَاِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَۚ لَىِٕنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Sungguh, benar-benar telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang (para nabi) sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan gugurlah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Azz-Zumar[39]: 65)
d. Firman Allah,
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْۚ وَ فِى النَّارِ هُمْ خٰلِدُوْنَ
“Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka bersaksi bahwa diri mereka kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amal mereka dan di dalam nerakalah mereka kekal.” (QS. At-Taubah[9]: 17)
e. Firman Allah,
اَشِحَّةً عَلَيْكُمْ ۖ فَاِذَا جَاۤءَ الْخَوْفُ رَاَيْتَهُمْ يَنْظُرُوْنَ اِلَيْكَ تَدُوْرُ اَعْيُنُهُمْ كَالَّذِيْ يُغْشٰى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِۚ فَاِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوْكُمْ بِاَلْسِنَةٍ حِدَادٍ اَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ لَمْ يُؤْمِنُوْا فَاَحْبَطَ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْۗ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا
“Mereka (kaum munafik) kikir terhadapmu. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu melihat mereka memandang kepadamu dengan bola mata yang berputar-putar seperti orang yang pingsan karena akan mati. Apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam, sementara mereka kikir untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Hal yang demikian itu sangat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ahzab[33]: 19)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah[5]: 54)
Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan larangan untuk menjadikan kaum Yahudi dan Nashrani sebagai wali, pemimpin dan teman dekat. Karena hal itu akan menyebabkan goyahnya keimanan seorang muslim, bahkan bisa menjadikan murtad dari agama Islam. Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa murtadnya seorang muslim dari agamanya tidak akan memberikan mudharat bagi Allah. karena Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berpegang teguh pada ajaran agama Islam.
-Ayat ini merupakan salah satu mukjizat dalam Al-Qur’an karena mengungkapkan sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang. Kemudian hal itu benar-benar terjadi.
Diriwayatkan bahwa setelah turunnya ayat ini, terdapat tiga belas kelompok yang murtad dari agama Islam.
a. Tiga kelompok terjadi pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Yaitu
- Bani Mudlij yang dipimpin oleh al-Aswad al-‘Insi di Yaman. Ia terbunuh di tangan Firuz ad-Dailami
- Bani Hanafiyah yang dipimpin oleh Musailamah al-Kadzab di Yamamah. Ia terbunuh di tangan Wahsyi.
Bani Asad yang dipimpin oleh Thulaifah bin Khuwailid, kemudian masuk Islam kembali pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq.
b. Tujuh kelompok yang terjadi pada zaman Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka itu adalah:
1. Fazarah, 2. Ghatafhan, 3. Bani Salim, 4. Bani Yarbu’, 5. Sebagian Bani Tamim, 6. Kindah, 7. Bani Bakr bin Wail.
c. Satu kelompok terjadi pada zaman Umar bin al-Khaththab, yaitu Jabalah bin Aiham al-Ghassani yang lari dari hukuman Qishash dan pergi ke Syam kemudian masuk agama Nasshrani.
مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ
Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang akan dijaga oleh Allah sampai hari Kiamat. Orang-orang yang murtad tidak akan mempengaruhi eksistensi agama ini. Karena Allah akan datangkan pemeluk-pemeluk agama Islam yang sangat kuat memegang ajarannya:
Ayat ini mirip dengan firman Allah,
…وَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ ࣖ
“…Jika kamu berpaling (dari jalan yang benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan (durhaka) sepertimu.” (QS. Muhammad[47]: 38)
Ayat ini (Al-Maidah: 54) dan ayat di atas (Muhammad: 38) keduanya berisi ancaman kepada orang-orang yang bermaksiat dan menentang agama Islam ini bahwa Allah akan menghancurkan mereka dan menggantikan dengan kaum yang taat kepada-Nya.
بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Inilah lima sifat kaum yang akan didatangkan Allah mengganti kaum yang berpaling dari agama-Nya. Lima sifat itu adalah:
Pertama, Allah mencintai mereka (يُّحِبُّهُمْ) Di dalam al-Qur’an disebutkan orang-orang yang dicintai Allah, di antaranya:
a. Allah mencintai orang yang berbuat baik (al-Muhsinin)
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali-Imran[3]: 134)
b. Allah mencintai orang yang berbuat adil (al-Muqsithin)
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil.” (QS. al-Hujurat[49]: 9)
c. Allah mencintai orang yang bertaubat dan membersihkan din (at-Tawwabin dan al-Mutathahhirin)
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah[2]: 222)
d. Allah mencintai orang yang sabar,
وَكَاَيِّنْ مِّنْ نَّبِيٍّ قٰتَلَۙ مَعَهٗ رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌۚ فَمَا وَهَنُوْا لِمَآ اَصَابَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ
“Betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(-nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran[3]: 146)
e. Allah mencintai orang berperang di jalan-Nya secara tertib dan teratur,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS. as-Shaff[61]: 2)
f. Allah mencintai orang yang bertawakkal,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali-Imran[3]: 159)
g. Allah mencintai orang yang bertaqwa
بَلٰى مَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ وَاتَّقٰى فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
“Bukan begitu! Siapa yang menepati janji dan bertakwa, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali-Imran[3]: 76)
Selain tujuh sifat, yang dicintai Allah di atas, terdapat sifat-sifat lain yang tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an, dan sunnah di antaranya:
1. Bersyukur
2. Menampakkan nikmat yang diberikan Allah
3. Selalu mengerjakan kewaijiban dan sunnah
4. Berbuat adil
5. Tidak sombong dan angkuh
6. Puasa Daud
7. Beramal secara terus-menerus
Intinya, bahwa tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya, dan mmeperjuangkan agama-Nya.
Kedua: Mereka mencintai Allah (وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙ)
Cinta mereka kepada Allah melebihi cinta mereka kepada yang lain. Terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan sifat ini, di antaranya:
a. Firman Allah,
…وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙ
“…Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)
b. Firman Allah
…اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ…
“…yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya…” (QS. At-Taubah[9]: 24)
c. Hadits Anas bin Malik
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari, 14 dan Muslim, 44)
d. Hadits Umar bin Al-Khaththab
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَرُ
Dari Abdullah bin Hisyam menuturkan; kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang saat itu beliau menggandeng tangan Umar bin Khattab, kemudian Umar berujar: "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwa berada di Tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar; “Sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku”. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekarang (baru benar) wahai Umar." (HR. al-Bukhari, 6142)
e. Hadits Abu Darda’.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مِنْ دُعَاءِ دَاوُدَ يَقُولُ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Dari Abu Ad Darda` radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda, "Diantara doa Daud adalah:‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin.’ (HR. at-Tirmidzi, 3412. Abu Isa berkata; hadist ini adalah hadist hasan gharib.)
Ketiga: Lemah lembut terhadap orang-orang beriman. (اَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ)
Sifat lemah lembut terhadap orang-orang beriman ini ditunjukkan di dalam beberapa ayat dan hadits, di antaranya:
a. Firman Allah,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ
“Rendahkanlah hatimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin.” (QS. Asy-Syu’ara’[26]: 215)
b. Firman Allah,
مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ …
“Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS. Al-Fath[48]: 29)
c. Firman Allah,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.” (QS. Al-Kahfi[18]: 28)
d. Di dalam Hadits:
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau meremehkan sesuatu kebaikan, walaupun hanya dengan wajah tersenyum ketika bertemu dengan saudaramu”
Keempat: Tegas Terhadap Orang-orang Kafir (اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ )
a. Tegas di sini bukan berarti kasar dan berbuat zhalim kepada orang kafir. Tetapi makna tegas adalah kuat di dalam memegang ajaran Islam dan tidak mudah terpengaruh dengan bujukan orang kafir untuk mengikuti agama mereka.
b. Tegas di sini juga berarti siap untuk berperang melawan orang kafir jika memang keadaan menuntut hal itu.
berkata Ibnu Abbas, “Seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya.” (ini jika berada di medan perang). Hal ini karena dikuatkan oleh firman Allah,
اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ
bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS. Al-Fath[48]: 29)
c. Tegas di sini juga berarti merasa tinggi dengan keislamannya di depan orang kafir dia mereasa bangga menjadi seorang muslim:
- Allah berfiman,
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.” (QS. Al-Baqarah[2]: 64)
- Allah berfirman,
وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang mukmin.” (QS. Al-Baqarah[2]: 139)
Kelima: Berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang yang mencela
يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ
Maksudnya mereka berjihad di jalan Allah, menegakkan ajaran Islam di mana saja, dengan niat ikhlas mencari ridha Allah, tanpa takut celaan orang yang mencela. Mereka hanya takut kepada Allah saja. Sifat ini seperti di dalam beberapa ayat dan hadits, di antaranya:
a. Firman Allah,
ۨالَّذِيْنَ يُبَلِّغُوْنَ رِسٰلٰتِ اللّٰهِ وَيَخْشَوْنَهٗ وَلَا يَخْشَوْنَ اَحَدًا اِلَّا اللّٰهَ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ حَسِيْبًا
“(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, dan takut kepada-Nya serta tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Ahzab[33]: 39)
b. Firman Allah,
اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
“Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah[9]: 18)
c. Hadits Ubadah bin Ash-Shamit,
بَايَعْنَا رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ علَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ في العُسْرِ وَالْيُسْرِ، وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ، وعلَى أَثَرَةٍ عَلَيْنَا، وعلَى أَنْ لا نُنَازِعَ الأمْرَ أَهْلَهُ، وعلَى أَنْ نَقُولَ بالحَقِّ أَيْنَما كُنَّا، لا نَخَافُ في اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ.
Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan, "Kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk selalu mendengar dan taat dalam kondisi sulit dan lapang, senang dan benci, serta dalam kondisi monopoli atas kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali bila kalian melihat kekufuran yang terang dan kalian memiliki bukti perkara tersebut dari Allah. Serta agar kami berani mengatakan kebenaran di mana pun kami berada, tanpa takut terhadap celaan orang yang mencela dalam rangka membela Allah." (HR. Al-Bukhari)
ذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Kelima sifat yang dimiliki oleh kaum yang Allah persiapkan sebagai pengganti orang-orang yang murtad tersebut adalah pemberian dan karunia Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas karunnia-Nya dan Maha Tahu siapa yang berhak menyandang lima sifat di atas.
اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ رٰكِعُوْنَ
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang menegakkan salat dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah[5]: 55)
Setelah mennyebut orang-orang Yahudi dan Nashrani yang dilarang untuk dijadikan para pemimpin dan teman dekat. Pada ayat ini Allah menyebutkan yang berhak dijadikan pemimpin dan penolong serta pelindung.
1. Firman-Nya, (اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا)
“Hanya saja wali kalian adalah Allah” ungkapan ini menunjukkan pada dasarnya walinya orang-orang beriman adalah Allah. adapun Rasul dan orang-orang beriman disebutkan di sini sebagai pelengkap saja. Berbeda jika ungkapannya adalah,
(اِنَّمَا أوَلِيُّاءكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا)
Maka akan di pahami orang-orang yang membacanya bahwa walinya orang-orang beriman adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman: di sini tidak bisa dibedakan antara wali yang utama dan yang pelengkap.
2. Firman-Nya, (وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا)
Menunjukkan bahwa walinya orang beriman adalah orang-orang yang beriman juga. Ini mencakup orang beriman secara umum, sebagaimana yang ditunjukkan di dalam firman Allah,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah[9]: 71)
Hal ini dikuatkan di dalam firman-Nya,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْٓا اُولٰۤىِٕكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah, serta orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu sebagiannya merupakan pelindung318) bagi sebagian yang lain…” (QS. Al-Anfal[8]: 72)
الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ رٰكِعُوْنَ
Ayat ini menerangkan tiga sifat orang-orang beriman yang berhak dijadikan sebagai wali, pemimpin dan teman dekat. Tiga sifat itu adalah:
a. Mereka menegakkan shalat. Yaitu senantiasa memperkuat hubungan mereka dengan Allah.
b. Mereka menunaikan zakat. Yaitu senantiasa berbuat baik kepada manusia dan memperkuat hubungan antar sesama manusia.
c. Mereka tunduk dan patuh dengan segala perintah Allah serta tidak berani menyelisihinya.
Hal ini di anjurkan di dalam firman-Nya,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
“Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab[33]: 36)
وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ
“Siapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya para pengikut Allah itulah yang akan menjadi pemenang.” (QS. Al-Maidah[5]: 56)
Ayat ini menyebutkan bahwa Hizbullah adalah orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai wali, pemimpin dan teman dekat.
Kata (حِزْبَ) artinya kelompok yang memiliki pemikiran yang sama dan menyatu dalam sebuah ikatan . sering juga disebut dengan tentara. Jadi, Hizbullah adalah kelompok yang memperjuangkan ajaran Allah atau mereka adalah tentara Allah.
Hizbullah pada ayat ini mendapatkan jaminan dari Allah bahwa mereka akan mendapatkan kemenangan.
Hizbullah juga diartikan sebagai orang-orang yang tidak bisa berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Mereka tegas kepada musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka adalah orangtua, anak, saudara, atau saudaranya sendiri. Dalam hal ini Allah berfirman,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗوَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ࣖ
“Engkau (Nabi Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun mereka itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau kerabatnya. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tetapkan keimanan di dalam hatinya dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya. Dia akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Mujadalah[58]: 22)
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »