Karya Tulis
7996 Hits

Kematian Otak

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu” ( Qs Ali Imran : 185 )

Setiap orang akan mengalami kematian, sebagaimana yang tersebut dalam Al Qur’an :

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu” ( Qs Ali Imran : 185 )

Akan tetapi yang menjadi problem adalah kapan seseorang dapat dikatakan mati ? Para ahli medis dan ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini. Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah baiknya kita ungkapkan konsep kematian menurut Al Qur’an. Disebutkan dalam firman Allah swt :

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“ Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. “  ( Qs Az Zumar : 42 )

Ayat di atas menjelaskan bahwa kematian seseorang datang ketika jiwa ( nyawa ) itu sudah meninggalkan badannya. Tetapi, Al Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara rinci akan hakekat nyawa itu sendiri. Al Qur’an hanya mengungkapkan dalam salah satu ayatnya :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". ( Qs Al Isra’ : 85 )

Dari ayat tersebut diketahui bahwa pengetahuan manusia terhadap roh ( nyawa ) masih sangat terbatas. Oleh karena itu sampai sekarang belum ada kesepakatan dari kalangan para ulama dan ahli medis, bagaimana tanda-tanda bahwa ruh itu sudah tidak berada di dalam tubuh manusia.

Biasanya para ahli fikih mendefinisikan kematian dengan berhentinya detak jantung dan pernapasan secara total dan permanent. Namun hal itu bukan satu-satunya tanda bahwa seseorang dikatakan mati. Dunia kedokteran saat ini telah menemukan sebuah alat semisal ventilator mekanis yang dapat membantu dan menjaga organ-organ tubuh seseorang walaupun otaknya sudah dinyatakan rusak dan mati, agar terus dialiri darah layaknya orang yang masih hidup. Oleh karena itu, sebagian ulama dan dokter telah menyatakan bahwa seseorang yang telah dinyatakan batang otaknya rusak dan mati, serta tidak berfungsi lagi, karena tidak bisa merespon apa yang diinginkan ruh atau jiwa, maka ruh pun akan segera meninggalkan badan itu.

Tetapi temuan ini belum bisa diterima semua kalangan, sebagian dokter masih menyangsikan bahwa seseorang yang otaknya telah mati berarti nyawanya telah keluar dari badannya, karena bisa dimungkinkan suatu saat, otak yang tidak berfungsi beberapa saat bisa dipulihkan lagi fungsi dan kehidupannya, atau nyawa seseorang yang telah dinyatakan otaknya mati bisa diselamatkan. Jadi menurut kelompok ini, bahwa pada asalnya nyawa seseorang masih berada di dalam tubuhnya, dan kita tidak bisa mengatakan nyawa tersebut telah pergi, kecuali dengan sesuatu yang yakin dan pasti, bukan sekedar dugaan belaka. Ini sesuai dengan kaidah fiqh :

اليقين لا يزال بالشك

“ Keyakinan itu tidak bisa dihilangkan dengan sesuatu yang masih samar-samar “ .

Oleh karena itu, sebagian fuqaha melarang kaum muslimin untuk tergesa-gesa menguburkan seseorang, jika masih diragukan kematiannya, jangan-jangan nanti dia bangkit dan berdiri, ketika masyarakat membawa keranda menuju kuburan, atau bahkan bangkit kembali dari liang kuburnya, sehingga masyarakat ketakutan karena mengira dia adalah hantu yang bergentayangan, padahal sebenarnya dia belum mati secara sempurna.

Walaupun begitu, tidak sedikit dari para ulama yang menyatakan bahwa kematian seseorang bisa ditentukan dengan salah satu dari dua tanda :

Pertama : Detak jantung dan pernapasannya berhenti dan tidak bisa dipulihkan kembali.

Kedua : Otaknya rusak atau mati, sehingga tidak berfungsi lagi.

Hal ini bisa kita maklumi, karena jika kita katakan bahwa pusat aktivitas anggota badan adalah roh, maka roh inilah yang menggerakan seluruh anggota badan dan mengirim perintahnya melalui otak. Jika otak rusak secara keseluruhan, maka otak tersebut tidak mampu lagi melaksanakan perintah roh, sehingga seluruh anggota badanpun ikut lemah dan akhirnya rohpun akan meninggalkan jasad tersebut

Jika kenyataannya demikian, maka tidak aneh jika para ulama tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang hidupnya tergantung kepada alat bantu hidup sedang otaknya sudah tidak berfungsi lagi, maka dibolehkan untuk melepas alat bantu hidup tersebut dari tubuh sang pasien, walaupun begitu keputusan untuk menyatakan bahwa pasien tersebut benar-benar mati, harus menunggu berhentinya pernapasan dan detak jantungnya setelah alat bantu tersebut dilepaskan darinya. Bahkan sebagian dari ulama mengatakan ketika system syaraf sudah mati, maka tidak boleh terus memasang alat bantu hidup,  karena justru usaha-usaha untuk memperpanjang kehidupan pasien tersebut dengan cara seperti itu akan menyengsarakannya, bahkan akan merugikan orang-orang yang masih hidup, selain akan menghabiskan dana dan selalu membuat sanak keluarganya sedih dan menderita, juga akan menghalangi pasien lain yang lebih membutuhkan  pada alat tersebut.

Jakarta, 29 September 2008

KARYA TULIS