Menyembelih Sampai Putus Leher
إِذَا قُطِعَ الرَأْسُ فَلَا بِأْسَ
“ Jika kepalanya terputus, maka tidaklah mengapa. ( untuk dimakan ) “
Banyak masyarakat Indonesia yang ketika menyembelih ayam, atau sejenisnya, sengaja menyembelihnya sampai terputus lehernya. Bagaimana hukumnya, apakah perbuatan tersebut melampaui batas, sehingga pelakunya berdosa ? Dan bagaimana hukum ayam yang disembelih tadi, apakah halal atau haram ? Tulisan di bawah ini menjelaskannya :
Binatang yang disembelih, jika sudah terputus empat urat lehernya, yaitu al-hulqum ( saluran nafas ), al-mari’ (saluran makanan) dan al-wadijan (dua saluran darah), maka sembelihan tersebut sah dan halal. Setelah itu hendaknya jangan diteruskan sampai lehernya terputus, karena hal itu termasuk perbuatan berlebih-lebihan, dan melampaui batas, serta salah satu bentuk penyiksaan terhadap binatang. Sehingga pelakunya dianggap telah berbuat dosa, dan harus meminta ampun kepada Allah.
Di dalam al- Fatawa al-Hindiyah ( 5/288 ), disebutkan :
وَكُلُّ ذلك مَكْرُوهٌ لِأَنَّهُ تَعْذِيبُ الْحَيَوَانِ بِلَا ضَرُورَةٍ وَالْحَاصِلُ أَنَّ كُلَّ ما فيه زِيَادَةُ أَلَمٍ لَا يُحْتَاجُ إلَيْهِ في الذَّكَاةِ مَكْرُوهٌ.
“ … semuanya itu ( memyembelih binatang sampai putus kepalanya ) hukum makruh, karena menyiksa binatang tanpa darurat. Kesimpulannya bahwa setiap perbuatan yang menambah sakit ( binatang ) di dalam penyembelihan, yang sebenarnya tidak diperlukan, maka hukumnya makruh “
Hukum Daging Binatang Yang Disembelih Sampai Putus Lehernya
Bagaimana hukum dagingnya ? Para ulama berbeda pendapat :
Pendapat Pertama : Imam Malik menyatakan makruh orang yang melampaui batas dalam menyembelih, jika dia tidak berniat sejak awal untuk memotong kepalanya. Jika dia sengaja seakan-akan dia berniat menyembelih dengan cara-cara tidak sesuai dengan syariah.
Sebagian Ulama Malikiyah, diantaranya adalah Muthorif, Ibnu al-Majisyun, dan al-Lakhmi, serta Imam Ahmad dalam salah satu riwayat dari beliau, bahwa haram hukumnya orang yang sengaja menyembelih binatang sampai terputus kepalanya dan dagingnya haram untuk dimakan. Tetapi jika kepalanya terputus tanpa sengaja, maka dagingnya halal untuk dimakan.
Dalilnya apa yang diriwayatkan Imam Bukhari di dalam Shahihnya, Bab : an-Nahr wa adz- Dzabh :
وَقَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ ، عَنْ عَطَاءٍ : ...وَالذَّبْحُ قَطْعُ الأوْدَاجِ ، قُلْتُ : فَيُخَلِّفُ الأوْدَاجَ حَتَّى يَقْطَعَ النِّخَاعَ ؟ قَالَ : لا إِخَالُ .
“ Bahwa Ibnu Juraij berkata bahwa Atho’ berkata: ... “ Menyembelih itu harus memutus urat-urat yang di leher. Saya bertanya : Bagaimana kalau menyembelih sampai terputus lehernya ? Beliau berkata : Saya tidak mengira hal tersebut dibolehkan” ( Ibnu al-Bathol, Syarh Bukhari : 5/ 421 )
Pendapat Kedua : Mayoritas ulama, termasuk di dalamnya Ibnu al-Qasim dari Malikiyah, berpendapat bahwa hal tersebut hukumnya makruh, tetapi dagingnya tetap halal, walaupun pelakunya melakukannya dengan sengaja.
Makruh, karena perbuatan tersebut termasuk menyiksa binatang dan perbuatan yang berlebih-lebihan dan melampaui batas.
Halal dagingnya, karena sembelihan tersebut telah memenuhi syarat-syarat penyembelihan.
Di dalam Tabyin al-Haqaiq (5/292) disebutkan :
قَالَ الْكَرْخِيُّ فِي مُخْتَصَرِهِ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ إنْ ضَرَبَ عُنُقَ جَزُورٍ بِسَيْفٍ فَأَبَانَهَا وَسَمَّى فَإِنْ كَانَ ضَرْبًا مِنْ قِبَلِ الْحُلْقُومِ فَإِنَّهُ يُؤْكَلُ وَقَدْ أَسَاءَ
“ Berkata al-Karkhi di dalam Mukhtasornya : “ Dan berkata Abu Hanifah : “ Jika seseorang menyabet leher unta dengan pedang sampai putus, tetapi dia sudah membaca basmalah, maka jika dia menyabetnya dari arah tenggorakan, maka dagingnya boleh dimakan, tetapi pelakunya telah berbuat dosa. “
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni ( 11/ 44 ) :
وَلَوْ ضَرَبَ عُنُقَهَا بِالسَيْفِ فَأَطَارَ رَأْسَهَا حَلّتْ بِذلِكَ نَصّ عَليْه أَحْمَدُ
“ Seandainya seseorang menyabet leher binatang dengan pedang sampai terbang kepalanya, maka halal dagingnya.. Hukum ini telah dinyatakan oleh Imam Ahmad. “
Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Pertama : Riwayat Bukhari yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata :
إِذَا قُطِعَ الرَأْسُ فَلَا بِأْسَ
“ Jika kepalanya terputus, maka tidaklah mengapa. ( untuk dimakan ) “
Kedua : Di dalam Mushannaf Abdurrozaq disebutkan :
عن جعفر عن عوف قال ضرب رجل عنق بعير بالسيف فأبانه فسأل عنه علي بن أبي طالب فقال ذَكَاة وَحِيّة
“ Dari Ja’far dari Auf, dia berkata : “ Seorang laki-laki menyabet leher unta dengan pedang, sampai terputus, kemudian hal itu ditanyakan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau menjawab : “ Itu adalah penyembelihan ( yang sah ) dan hiyyah ( mempercepat kematiannya) "
Ketiga : Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Bari ( 9/642 ) :
أنَّ جَزَّارَا لِأَنَس ذَبَحَ دَجَاجَةً فاضطَرَبَتْ فذبحهَا مِنْ قَفَاهَا فأطَارَ رَأسها فأرادُوا طرحَها فأمَرهُمْ أنس بأكلها
“ Bahwa para jagal yang dimiliki Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu suatu ketika dia menyembelih seekor ayam, tetapi ayam tersebut meronta-ronta, maka dia menyembelih dari tengkuknya sampai terbang kepalanya. Mereka ingin membuang ayam tersebut, tetapi justru Anas bin Malik menyuruh untuk memakannya.” ( lihat juga Ibnu Hazm dalam al Muhalla :6/129)
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa menyembelih binatang sampai terputus kepalanya adalah perbuatan yang melampaui batas yang dilarang oleh Islam, karena masuk dalam katagori menyiksa binatang.
Kalau hal itu dilakukan dengan sengaja, maka sebagian ulama mengharamkan dagingnya. Tetapi menurut pendapat mayoritas ulama bahwa dagingnya halal untuk dimakan, walaupun hal itu dilakukan dengan sengaja, karena masuk dalam katagori penyembelihan yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Pewrbuatan maksiat pelakunya tidak serta merta menyebabkan daging binatang itu menjadi haram.
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni ( 11/ 44 ) :
والصحيح أنها مباحة لأنه اجتمع قطع ما تبقى الحياة معه مع الذبح فأبيح كما ذكرنا مع قول من ذكرنا قوله من الصحابة من غير مخالف
“ Pendapat yang benar, bahwa hal itu adalah mubah ( dibolehkan ), karena ( memukul kepala binatang dari tengkuk sampai terlepas kepalanya ) terkumpul di dalamnya memotong sesuatu dari binatang yang masih hidup dan penyembelihan, maka dibolehkan, sebagaimana telah kita sebutkan juga perkataan beberapa sahabat tanpa ada yang menentangnya. “
Berkata Ibnu al-Mundzir :
ولا حجة لمن منع أكلها ؛ لأن القياس أنها حلال بعد الذكاة
" Tidak ada hujjah bagi yang melarang untuk memakannya (binatang yang disembelih sampai putus kepalanya), karena analoginya bahwa hal itu halal setelah selesai menyembelihnya. " ( Ibnu al Bathal di dalam Syarh Shahih al-Bukhari : 5/ 426 )
Wallahu A’lam,
Pondok Gede, 29 Syawal 1434 H / 5 September 2013
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »