Ilmu
9356 Hits

Merombak Pemahaman Tauhid (Kajian Ulang terhadap Pemikiran Ahlul Kalam)

TUGAS UTAMA PARA RASUL

Seorang muslim yang beriman dengan Allah dan para utusannya , tentunya harus mengetahui maksud dan tujuan utaman diutusnya para rasul tersebut kepada umat manusia ini. Apa arti beriman kepada para rasul kalau tidak mengetahui maksud dantujuan diutusnya mereka kepada umat manusia , karena tujuan beriman adalah beramal sesuai yang diimaninya. Kalau seseorang menegetahui maksud dan tujuan diutusnya para rasul, tentunya dia akan beramal sesuai dengan tujuan tersebut.

Disinilah letak kemunduran dan penyelewangan kaum muslimin terhadap ajaran agamanya. Mereka beragama asal beragama, beramal asal bermal tanpa mnegetahui hakikat agama itu sendiri.

 

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Ilah selain Aku , maka sembahlah olehmu sekalian aku” (QS Al Anbiya’ : 25)

Ibnu Abdul Izz dalam Syareh Aqidah Thohawiyah mengomentari ayat ini, “Oleh karena itu pendapat yang haq adalah menyatakan bahwa awal kewajiban bagi seorang mukallaf adalah bersaksi tiada IIah kecuali Allah, bukan Nadhor atau berniat untuk nadhor dan bukan pula syak atau ragu-ragu, sebagaimana pendapat ahlul kalam yang sangat tercela, bahkan para Imam Salaf sepakat berpendapat bahwa awal perintah Allah kepada para hamba-Nya adalah bersyahadat (bahwa tiada llah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah Rosul-Nya).

Syekhul Islam lbnu Taimiyyah didalam Majmu’ Fatawanya menyebutkan tercelanya pendapat ahlu kalam tersebut, dan bagaimana pendapat itu menyebar dikalangan ummat Islam. Berikut nash perkataannya “pemahaman yang menyeleweng ini ( bahwa awal kewajiban manusia adalah Nadhor - mencari bukti akan keberadaan Kholiq- dimulai dari kelompok ahlul kalam diantaranya Jahmiyah dan Qodariyah”.  Oleh ulama’ salaf mereka itu adalah kelompok yang paling sesat dan bodoh, akan tetapi pola dasar pemikiran mereka menyebar dikalangan  muta’akhirin yang banyak bertemu pola pemikirannya dengan ulama salaf, sehingga sebagian manusia mengira bahwa pemahaman ini berasal dari ulama’ muslimin yang pada hakekatnya pemahaman ini berasal dari kelompok-kelompok yang dicela oleh ulama’ salaf.

Pendapat AhIi Kalam tersebut jelas -jelas bertentangan dengan dalil AlQur’an, Sunnah Rosul dan akal sehat, antara lain dalil-dalilnya adalah sebagai berikut

1. Firman Allah dalam surat Al Anbiyaa’ ayat: 25

“Dan kami tidak mengutus seorang Rosul sebelum kamu melainkan kami wah yukan kepadanya, Bahwasanya tidak ada Ilah melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian Aku“

2. Firman Allah dalam surat Al A’rof ayat: 172

“Dan ingatlah ketika Allah mengeluarkan keturunan Adam as dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman ” Bukankah Aku ini tuhan mu…? Mereka menjawab : betul engkau tuhan kami. (kami menjadi saksi) Kami lakukan ini agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :sesungguhnya kami orang yang lengah terhadap ke Esaan Engkau“.

Didalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa : “Didalam ayat tersebut Allah memberitahukan bahwa anak-anak adam akan dikeluarkan dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka, bahwa Allah adalah Robb mereka dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah, sebagamana Allah telah  menjadikan hal itu FITROH dalam diri mereka, Allah berfirman dalam surat ArRum ayat 30; yang maknanya :

” Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ( Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah    ( itulah )  agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

 

3. Orang-orang musyrik sendiri mengakui bahwasanya yang menciptakan langit dan bumi adalah Allah sebagaimana tertera dalam surat Luqman ayat: 25

” Dan sesungguhnya  jika kamu tanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi , tentu mereka akan menjawab: Allah, katakanlah :” segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

4. Di dalam hadits sohih disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitroh, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkannya yahudi, nasroni, dan majusi“

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Hurairoh  - ra - berkata sesudah menyebutkan hadits  tersebut,  bacalah  ayat :fitrotallahilatifataronnasa ‘alaiha

5. Di dalam shohih muslim disebutkan , Rasulullah Saw bersabda:

“ Allah berfirman  Aku ciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus (Al Hanief), maka Syaithon yang menyesatkan mereka “

Para ulama’ kontemporerpun membantah pendapat Ahlul Kalam tersebut, diantaranya adalah Dr. Abdul Halim Mahmud, beliau menulis dalam bukunya - Islam wal AqI - : ” Sesungguhnya Rasulullah saw  tidak memulai da’wahnya dengan menjelaskan akan keberadaan Allah, akan tetapi memulai da’wahnya dengan menjelaskan akan kenabiannya.

Adapun dalil - dalil yang disebutkan Ahlul Kalam dalam menguatkan pendapatnya semuanya lemah, dan tidak bisa dijadikan sebagai pegangan, diantara dalil mereka adalah sebagai berikut

Firman Allah didalam surat Asy Syu’ara  ayat23;

” Fir’aun bertanya : ” Siapakah Tuhan semesta alam itu??”.

Mereka mengatakan bahwa Fir’aun dalam ayat ini bertanya tentang Robb, hal ini menunjukkan bahwa Fir’aun belum mengetahui hakekat Robb. Para ulama’ salaf menjelaskan tentang ayat tersebut, bahwa Fir’aun bukan bertanya tentang hakekat Robb, akan tetapi pertanyaan yang diajukan Fir’aun adalah dalam bentuk pengingkaran dan itupun terbatas pada lisannya, sedangkan hatinya mengakui akan keberadaan Allah. Hal ini terlihat jelas di dalam ayat 14 surat An Naml:

“  Dan mereka mangingkarinya karena kezaliman dan kesombongan ( mereka), padahal hati mereka meyakini ( kebenaran ) nya.” Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”

Di dalam ayat 102 surat Al Isro’

Berkata Musa Kepada Fir’aun: “Musa menjawab: ” Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang  menurunkan mu’jizat itu kecuali tuhan yang m,emelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa“.

 Dikuatkan juga didalam surat thoha ayat 44 :
”Allah perintahkan Musa dan Harun berkata kepada Fir’aun dengan perkataan yang lemah lembut supaya dia ingat dan takut: ” Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kta yang lemah lembut, mudah-mudahn dia ingat atau takut”.

kalimat ” yatadhakar (inagat )” di sini berarti ingat kepada apa yang pernah diketahui dalam fitrohnya akan wujud sang Kholiq.

Apa yang terjadi dalam diri fir’aun , terjadi juga dalam diri  orang-orang yang tidak mengakui akan keberadaan sang Kholiq, entah itu Ahli Ilhad ataupun Zindiq, mereka mengingkari wujud sang Kholiq hanya dalam lisannyasaja, akan tetapi hati mereka mengakuinya ,walaupun terkadang sebagian manusia yang telah rusak fitrohnya sehingga tertutup untuk mengakui keberadaan Kholiq, hal ini disebabkan mereka berpaling dari tanda-tanda dan bukti - bukti akan kebesaran Allah, sehingga menjadikan mereka lupa terhadap din mereka sendiri lupa terhadap fitroh yang ada dalamnya, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al hasyr ayat 19:

” dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq.”

Kelengahan seseorang terhadap apa yang terjadi  dalam  dirinya  adalah  sesuatu  yang mungkin. Ada pepatah yang mengatakan

Gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan tampak.”

ini adalah bukti yang jelas, akan hakekat ini Allah berfirman  dalam  surat al jasiyah  ayat 24:

” Dan mereka berkata:” kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”

yang dimaksud adalah orang  orang  yang mengingkari adanya Allah.

Di dalam tafsirnya taisir Karimurrohman, Syaih Abdurrohman lbn Nasr As Sa’di mengatakan, bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang mengingkari ba’ts. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat tersebut ” di dalam ayat ini Allah menyebutkan perkataan  orang-orang (dahriah ) dan orang-orang kafir dan musyrik arab dalammengingkari hari kebangkitan

Ustad,Muhammad Qutb  dalam mengomentari ayat di atas, ” yang kita yakini dari perkataan Ad Dahr pada ayat di atas, bahwa mereka dengan nyata mengingkari adanya hari kebangkitan dengan mengatakan tiada kehidupan kecuali kehidupan dunia ini”  dengan  demikian  mereka tidak jauh berbeda dengan keyakinan orang musyrik Arab yang mengingkari  hari  kebangkitan, walaupun mereka tetap meyakini adanya Allah.

Jawaban Allah di dalam ayat berikutnya merupakan bukti yang jelas bahwa yang mereka ingkari adalalh hari kebangkitan bukan wujudullah. karena jawaban tersebut disesuaikan dengan pernyataan atau masalah yang dihadapi, sebagaimana yang telah disepakati para pakar ushul fiqh.             Allah berfirman Al Jatsiyah ayat 26 :  “Katakanlah  Allah lah yang menghidupkan mu kemudian mematikan kamukemudian mengumpulkan kamu sekalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan lagi, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

kalau yang mereka mengingkari keberadaan Allah, tentunya jawabannya tidak seperti ayat yang tersebut di atas.

Bagi siapa yang mau merenungi ayat-ayat Al Qur’an dan mempelajarinya dengan seksama, niscaya dia akan mendapatkan bahwa seluruh  Al Qur’an berkisar tentang “ltsbat” pembuktian akan ke-esaan Allah di dalam rububiyah, ulihiyah, dan sifat, tidak ada satu ayatpun yang diturunkan untuk membuktikan keberadaan Allah, dalam hal ini Dr. Abdul Halim Mahmud mengatakan dalam bukunya Al Islam wal AqI

“Adapun ayat - ayat tertentu, yang dikira oleh kebanyakan manusia bahwa ia diturunkan untuk membuktikan akan wujud Allah sesungguhnya tidak demikian, akan tetapi ayat-ayat itu diturunkan untuk menjelaskan akan keberadaan dan kebesaran Allah, serta kewibawaan-Nya, dan pengawasanNya yang maha Iengkap terhadap perjalanan alam semesta ini, tidak satupun kejadian baik sekecil apapun kecuali didalam pengawasan Allah”.  Bahkan Ibnu Qoyyim menyamakan orang yang mengingkari Allah sama dengan mengingkari adanya alam semesta ini, dalam bukunya “Madarijus Salikin” beliau menyebutkan “….perhatikanlah keadaan alam semesta ini dari atas sampai ke bawah dengan seluruh bagian-bagiannya, maka anda akan mendapatinya sebagai bukti nyata akan keberadaan sang pencipta dan pemiliknya, maka mengingkari sang pencipta alam ini dan menafikannya dan akal dan fitrah berarti mengingkari adanya alam semesta ini, tidak berbeda antara keduanya bahkan tanda

tanda keberadaan sang pencipta lebih jelas dari pada tanda-tanda adanya ciptaan itu sendiri”. Allah berfirman dalam Surat Ibrohim ayat 10:

” Berkata Rasul-rasul mereka;”  Apakah ada keragu-raguan terjhadap Allah, pencipta langit dan bumi Dia memnyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan ( siksaan ) musampai masa yang ditentukan??”. Mereka berkata :” Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi   ( membelokkan) kami dari apa yang disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata“.

Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Taimiyah menjelaskan : ” Dalam ayat tersebut menyatakan adanya nafyun yang berarti tidak adanya keraguaan akan wujud Allah, pertanyaan merupakan pertanyaan yang berisi pengakuan ( taqriri ) yang menunjukkan bahwa seluruh ummat mengakui apa yang ada dalam fitrah mereka terhadap wujud Allah. Setelah ambruknya Komunis Uni Soviet dan kembalinya orang-orang Eropa yang komunis adalah menunjukkan bahwa pengingkaran mereka terhadap sang Kholiq yang selama ini diajarkan konmunisme bukanlah suatu hal yang asli di dalam jiwa mereka

Pengaruh Pemikiran Ahlul Kalam Tentang Tauhid

Terhadap Kemunduran Ummat Islam.

 Dari keterangan di atas, terlihat jelas akan kebathilan pendapat yang mengatakan bahwa awal dari kewajiban manusia adalah “Mencari bukti akan wujud Allah dengan cara Nadhor Istidlal”, mereka tidak bisa mendatangkan satu dalilpun dari Al Qur’an dan Sunnah maupun dari akal sehat akan pendapat mereka, kecuali adanya beberapa kelompok orang yang mengakui tidak percaya kepada wujud Allah dan dalil itupun tidak bisa dijadikan bukti untuk menguatkan pendapatnya sebagaimana keterangan diatas.

Sangat disayangkan pemahaman seperti itu Sudah mengakar kuat didalam pemikiran kebanyakan umat Islam yang mengakibatkan  kemunduran dan penyelewengan tingkah laku dan akhlaq serta kehinaan yang menimpa ummat Islam hari ini.

Hal ini dikarenakan mereka mengangap bahwa kewajiban yang palig besar adalah mengakui atau meyakini keberadaan Allah, sehingga mereka tidak mengindahkan amaIan mereka sesudah hal ini diyakini. Kadang disadari atau tidak mereka telah keluar dan Islam dengan mengerjakan hal-hal yang membatalkan syahadat. Bagi mereka orang yang sudah masuk Islam tidak mungkin menjadi kafir hanya dengan sebuah amalan, Mereka bukan menjadikan amalan dari kategori iman,  Iman hanya terbatas pada hati .Dari pemahaman seperti ini, menyebabkan penyelewengan-penyewengan dariajaran Islam yang banyak sekaIi sebagaimana kita saksikan pada hari ini sejak dari penghilangan syariatullah dan  tatanan hukum negara, mengangapnya tidak sesuai dengan perkembangan zaman.memerangi para du’at yangmengajarkan aqidah, membuat taskik (keraguan)  dalam sunnah-sunnah Rasullullah SAW sampai  kepada  berdirinya  seruan-seruan jahiliah yang terwujud dalam pemahaman nasionalisme, penyatuan agama dan lain sebagainya.

Hal ini ditegaskan oleh syekh  Muhammad sa’id al Qohthoni dalam bukunya  ” Al Wala’ wal Baro’ fil Islam”  bahwa  (” hal ini disebabkan hilangnya pemahaman yang benar terhadap kalimat tauhid, dan jauhnya pemahaman itu dari kehidupan nyata umat lslam sekarang, pemahaman itu nampaknya hilang begitu saja sehingga orang yang mengakui keberadaan Allah dengan segaIa Sifat dan pekerjaan-Nya Sudah dianggap ahIi tauhid dengan tanpa mengindahkan Tauhid Uluhiyah ).

Yang lebih jelas lagi apa yang dinyatakan oleh Dr, Abdus Satar dalam bukunya “Al Madkhol ila Tafsir Maudhu’i” bahwa walaupun seluruh ummat mengakui keberadaan AIlah yang maha tinggi, akan tetapi mereka menyeleweng dari hakekat tauhid, dan sesat darinya dengan kesesatan yangjauh, sehingga mereka menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya, menjadikan sesembahan selain Allah, dan mencintainya sebagaimana mereka mencintai kepada Allah, Para syaithon telah membisikkan kebohongan dan mengakui bahwa Allah memberikan kepada mereka kekuatan dam kekuasaan,  sehingga manusia menyembahnya sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah, akhirnya mereka menjadikan maIaikat, Jin, bintang, dan sebagian dari nabi sesembahan selain  AlIah, bahkan mereka menyembah batu, pohon-pohonan , kerbau, matahari dan bulan serta makhluk-makhluk lain yang tidak bisa memberikan manfaat dan madhorot sedikitpun .

Kairo, sekitar tahun 1996-1997

Referensi :

1. Syarhu Aqidah Thohawiyah

2. Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa

3. Ibnu Katsir Tafsir Alqur’an Adzim

4. Shoheh Bukhori

5. Shoheh Moslem

6. Dr. Abdul Halim Mahmud, Al Islam wal AqI

7. Abdurohman lbun Nasir As Sa’di, Taisir Karimur Rohman fi Tafsir kalamil mannan

8. Muhammad Qutb, Laa Ilaha illaAllah Aqidatan wasyariatan.

9. Ibnu Qoyyim Al Jauzi, Madarijus Salikin

10.Muhammad bin Sa’id Al Qohthony, Al Wala’ wal Baro’ fil Islam

11. Dr.Abdus Satar, Al Madkhol Ila Tafsir Maudhu’i.

KARYA TULIS