Karya Tulis
597 Hits

Tafsir An-Najah(Qs.Al-Baqarah:55-57)Bab44-Musibah berganti Kenikamatan


KETIKA MUSIBAH BERGANTI KENIKMATAN

 

ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ۞ وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ ۞

Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

(Qs. al-Baqarah: 56-57)

 

(1) Melihat Allah

Ketika Nabi Musa pulang dari bermunajat kepada Allah selama 40 hari 40 malam dan menyampaikan Kalamullah (firman Allah) kepada 70 orang pilihan yang mengantarkan Nabi Musa ke Gunung Thursina, mereka berkata kepada Nabi Musa,

 لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَة

“Kami tidak akan percaya kepadamu sampai kami melihat Allah secara nyata.” (Qs. al-Baqarah: 55)

Karena perkataan mereka di atas, Allah kirimkan petir yang menimpa mereka sehingga mereka mati. Kemudian Allah hidupkan mereka kembali, agar mereka bersyukur. Allah berfirman,

ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. (Qs. al-Baqarah: 56)

Apakah seseorang bisa melihat Allah?

Ahlus sunnah berkeyakinan bahwa seseorang bisa melihat Allah di akhirat. Ini berdasarkan ayat dan hadits diantaranya:

(a) Firman Allah,

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ۞ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ ۞

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (Qs. al-Qiyamah: 22-23)

(b) Firman Allah,

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.” (Qs. al-Muthaffifin: 15)

Ketika orang-orang kafir ditutup dari melihat Tuhan mereka pada hari kiamat, maka orang-orang beriman bisa melihat-Nya.

(c) Firman Allah,

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Yunus: 26)

Yang dimaksud dengan “al-Husna” pada ayat di atas adalah surga, dan uang dimaksud dengan “ziyadah” adalah melihat Wajah Allah.

Para ulama menjelaskan bahwa melihat Wajah Allah di akhirat jauh lebih nikmat daripada mendapatkan surga itu sendiri. Karena melihat Wajah Allah adalah kenikmatan batin yang luar biasa, bisa melihat Allah yang selama ini sangat dicintai dan disembah. Maka wajah orang-orang beriman sangat berseri-seri karena kebahagiaan yang luar biasa.

Sedangkan mendapatkan surga adalah kenikmatan lahir yang tidak dapat mengalahkan kenikmatan batin dengan memandang Wajah Allah.

(d) Hadits Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم فنظر إلى القمر ليلة يعني البدر فقال إنكم سترون ربكم كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤيته فإن استطعتم أن لا تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس وقبل غروبها فافعلوا ثم قرأ } وسبح بحمد ربك قبل طلوع الشمس وقبل الغروب { قال إسماعيل افعلوا لا تفوتنكم

Pada suatu malam kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau lalu melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah." Kemudian (Jarir) membaca ayat: {Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya} (Qs. Qaaf: 39). Isma'il menyebutkan: "Kerjakanlah dan sekali-kali jangan sampai kalian terlewatkan".” (HR. al-Bukhari, 521)

(2) Ketika Musibah Berganti Nikmat

Di dalam kehidupan di dunia ini, tidak ada seseorang mendapatkan musibah terus selama hidupnya. Begitu juga tidak ada yang mendapatkan nikmat terus-menerus sepanjang hidupnya. Kehidupan ini terus bergerak dan berganti dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Sebagaimana malam akan berganti siang dan siang berganti malam. Matahari pun terus bergerak sejak terbit, kemudian mulai naik, sehingga sampai puncaknya di atas kepala kita. Setelah itu dia akan tergelincir dan condong ke barat, dan sinarnya mulai meredup, kemudian berangsur lemah dan akhirnya tenggelam.

Begitulah yang menimpa Bani Israel, setelah mereka mendapatkan hukuman dari Allah akibat menyembah patung anak sapi, dengan saling membunuh satu sama lain sebagai bentuk taubat. Begitu juga ketika sebagian dari mereka mengatakan, “Kami tidak akan beriman kepada Musa sampai melihat Allah secara nyata”, kemudian Allah timpakan kepada mereka petir shingga mereka mati. Maka Allah mulai memberikan nikmat-nikmat yang banyak kepada mereka lagi, diantaranya;

(a) Menghidupkan mereka kembali setelah mereka mati. Allah berfirman,

ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. (Qs. al-Baqarah: 56)

(b) Allah turunkan kepada mereka awan dan mendung yang dingin agar mereka tidak kepanasan di bawah terik matahari yang sangat menyengat.

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ

“Dan Kami naungi di atas kalian dengan awan.” (Qs. al-Baqarah: 57)

Awan dingin ini menaungi mereka di tengah-tengah padang pasir yang tandus (at-Tiih) dan di bawah terik sinar matahari yang sangat menyengat.

Sebelumnya mereka (Bani Israel) diperintahkan untuk masuk Baitul Maqdis, kota suci yang dijanjikan kepada mereka sebagai kota nenek moyang mereka yaitu Nabi Ya’qub (Nabi Israel), dengan syarat harus berjihad dulu melawan penguasa yang kuat dan kejam yang menguasai kota tersebut. Akan tetapi mereka menolak perintah tersebut karena tidak siap berjihad. Akhirnya Allah berikan hukuman kepada mereka untuk tinggal di tengah-tengah padang pasir yang tandus selama 40 tahun.

Walaupun banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Bani Israel terhadap aturan-aturan Allah dan sudah pula banyak hukuman yang diberikan kepada mereka, Allah tetap saja Maha Pengasih dan Penyayang. Rahmat-Nya sangat luas, sebagaimana firman-Nya,

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (Qs. al-A’raf: 156)

(c) Allah turunkan kepada mereka makanan yang sangat lezat dan bergizi tanpa harus lelah mengolah dan memasaknya terlebih dahulu. Makanan tersebut bernama “al-Manna” dan “as-Salwa”.

Al-Manna adalah makanan yang lezat dan bergizi, semacam madu yang Allah turunkan dari langit bagaikan hujan salju sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Setiap orang bisa mengambilnya di setiap saat dan tempat dimana saja. Makanan ini bertahan hanya satu hari saja. Jika seseorang menyimpannya sampai besok, maka makanan tersebut akan rusak dan basi, kecuali menyimpan untuk Hari Sabtu. Karena Hari Sabtu adalah hari dimana mereka fokus untuk beribadah pada hari itu. Makanan al-Manna tidak turun. Artinya bahwa al-Manna ini turun setiap hari kecuali Hari Sabtu, masya Allah betapa besar nikmat Allah kepada Bani Israel.

(d) Allah turunkan kepada mereka as-Salwa. Tidak cukup dengan makanan al-Manna saja, tetapi Allah juga turunkan kepada mereka makanan as-Salwa, yaitu daging burung yang empuk, renyah, dan lezat. Semacam daging burung puuyuh setiap orang menyukainya.

Burung-burung as-Salwa itu ditiup oleh angin dan jatuh di depan mereka. Mereka tinggal mengambilnya dan menyembelihnya, dan ini terjadi sepanjang hari kecuali Hari Sabtu dimana burung itu tidak datang. Karena Hari Sabtu adalah hari fokus untuk ibadah mereka.

Dalam hal ini Allah berfirman,

وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 57)

Pada ayat di atas, Allah perintahkan Bani Israel untuk memakan yang baik-baik dari rezeki Allah.

Ini sekaligus menunjukkan bahwa Allah selama ini tidak menzhalimi mereka, tetapi mereka sendiri yang menzhalimi diri mereka sendiri.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Iya, karena selama ini Allah selalu melimpahkan berbagai nikmat kepada Bani Israel, tetapi mereka tidak bersyukur. Justru mereka membalas nikmat-nikmat tersebut dengan kufur. Allah menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun, tetapi justru mereka menjadikan patung anak sapi sebagai sesembahan. Mereka diberikan Kitab Taurat, justru tidak mau beriman kepada Nabi Musa, sampai mereka melihat Allah.

Oleh karenanya, ketika Allah menimpakan beberapa musibah kepada mereka, itu hanya untuk mengingatkan mereka agar kembali kepada Allah. Jadi Allah tidak menzhalimi mereka, tetapi mereka yang menzhalimi diri mereka sendiri. Wallahu a’lam.

 

***

 

Jakarta, Jum’at, 13 Desember 2021

KARYA TULIS