Karya Tulis
1849 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.2:102-103) Bab 61 - Nabi Sulaiman dan Sihir


Nabi Sulaiman dan Sihir

 

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ۞ وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ۞

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.  Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.”

(Qs. al-Baqarah: 102-103)

 

(1) Sebab Turunnya Ayat

Terdapat beberapa pendapat tentang sebab turunnya ayat 102 di atas,

(a) Sebagian pendeta Yahudi berkata: “Tidakkah kalian merasa heran Muhammad. Dia menganggap Sulaiman sebagai Nabi. Demi Allah, dia tidak lain adalah seorang tukang sihir.” Maka turunlah ayat ini.

(b) Ashif adalah seorang juru tulis Nabi Sulaiman. Dia mengetahui (nama yang paling agung). Dia mencatat segala sesuatu atas perintah Nabi Sulaiman, lalu menyebutkannya di bawah singgasana Nabi Sulaiman. Setelah Nabi Sulaiman wafat, syaitan-syaitan mengeluarkan tulisan-tulisan itu kembali. Kemudian mereka menambah tulisan-tulisan sihir dan kekufuran di setiap dua barisnya.

Kemudian mereka berkata, “Inilah pedoman yang diamalkan Nabi Sulaiman.” Sehingga orang-orang bodoh (awam) masih terus mencaci maki Nabi Sulaiman sampai Allah menurunkan ayat ini untuk membersihkan nama Nabi Sulaiman.

 

(2) Penjelasan Ayat

(a) Firman-Nya,

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Pada ayat sebelumnya (ayat 101) kaum Tahudi membuang Taurat ke belakang punggung mereka, kemudian justru mereka mengikuti apa yang dibutakan oleh syaitan-syaitan secara dusta pada masa kerajaan Sulaiman.

(b) Firman-Nya,

وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا

“Sulaiman itu tidak kafir tetapi syaitan-syaitan itulah yang kafir.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Syaitan-syaitan memfitnah Nabi Sulaiman sebagai orang yang melakukan sihir di dalam mengatur kerajaan-Nya dan menuduhnya kafir. Padahal yang kafir itu justru syaitan-syaitan yang menuduh itu. Karena mereka yang menambahkan sihir ke dalam tulisan-tulisan yang ditulis oleh Ashif dan dikubur di bawah singgasana Nabi Sulaiman.

(c) Firman-Nya,

يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ

“Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Inilah yang menyebabkan syaitan-syaitan tersebut disebut kafir, karena mengajarkan manusia sihir. Dari sihir sebagian ulama menghukumi tukang sihir dengan kafir dan haram mempelajari sihir.

(d) Firman-Nya,

وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَ

“Dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Para ahli tafsir berbeda pendapat di dalam memahami potongan ayat ini:

Pendapat Pertama menyatakan bahwa artinya: “Tidaklah diturunkan (sihir) itu kepada dua malaikat, karena kaum yahudi menuduh malaikat JIbril dan malaikat Mikail diturunkan kepada keduanya sihir.” Di sini Allah menafikan hal itu. Dua malaikat di sini maksudnya Malaikat Jibril dan Mikail.

Kalau ayat tadi diartikan lengkap. Menurut pendapat ini adalah sebagai berikut:

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca  oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman (berupa sihir). Nabi Sulaiman tidaklah kafir, dan Allah tidaklah menurunkan sihir kepada kedua malaikat (Jibril dan Mikail). Tetapi syaitan-syaitan tersebut yang kafir karena mengajarkan manusia sihir di Negeri Babil, yaitu Harut dan Marut.”

Jadi dalam ayat di atas terdapat lafadz yang didahulukan dan diakhirkan.

Pendapat Kedua menyatakan bahwa artinya: “Syaitan-syaitan mengajarkan manusia sihir dan mengajarkan juga apa yang diturunkan kepada dua malaikat (Harut dan Marut). Keduanya sebenarnya adalah manusia yang shalih dan taat. Akhlak keduanya mirip malaikat. Maka, masyarakat di daerah tersebut menyebut keduanya adalah malaikat.” Sebagian ulama tetap berpendapat bahwa Harut dan Marut adalah dua malaikat yang diutus oleh Allah.

Kesimpulannya bahwa arti (الْمَلَكَيْنِ) pada ayat diatas terdapat tiga pendapat

  • Malakaini artinya malaikat  Jibril dan Mikail.
  • Malakaini artinya dua manusia yang bernama Harut dan Marut.
  • Malakaini artinya dua malaikat yang bernama Harut dan Marut.

Sedang makna (بِبَابِل) adalah kota atau negri Babilonia yang ada di Iraq, tepatnya di kawasan Kuffah, negeri ini sangat masyhur di masa silam. Kota Kuffah juga kota yang terkenal, khususnya setelah ditaklukan oleh umat Islam dan menjadi salah satu basis umat Islam pada zaman ‘Ali bin Abi Thalib dan khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk Negeri tempat tinggal Imam Abu Hanifah.

(e) Firman-Nya,

وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Maksud dari “keduanya” di sini adalah dua malaikat Harut dan Marut. Boleh juga diartikan dua manusia Harut dan Marut. Keduanya tidak mengajarkan sihir untuk tujuan jahat. Tetapi keduanya mengajarkan sihir dengan memberikan peringatan terlebih dahulu, seraya mengatakan, “Kami ini hanyalah cobaan dan ujian dari Allah, maka janganlah engkau mengerjakan sihir untuk memberikan madharat kepada orang lain ataupun meyakini bahwa sihir itu memberikan pengaruh tanpa izin dari Allah. Tetapi jika mempelajarinya untuk sekedar tahu tanpa meyakini bahwa dia dapat memberikan madharat, karena madharat mengenai seseorang hanya dengan izin Allah. Maka hal itu tidak apa-apa.

(f) Firman-Nya,

فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖ

“Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 102) 

Ini menunjukkan bahwa madharat sihir (dengan izin Allah) yang paling besar adalah memisahkan antara suami dan istri yang sebelumnya keduanya rukun. Bahagia dan harmonis tiba-tiba menjadi tidak rukun dan harmonis, kemudian berakhir dengan perceraian.

Ini dikuatkan dengan hadits Jabir bin ‘Abdullah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR. Muslim)

(g) Firman-Nya,

وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ

“Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Artinya kalau Allah menghendaki, maka Allah berikan tukang sihir untuk menguasai seseorang, tetapi kalau Allah berkehendak lain, maka sihir itu tidak terpengaruh kepadanya.

Ini dikuatkan dalam firman-Nya,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ۞إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ۞ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ  

“Apabila kalian membaca al-Qur’an, hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (Qs. an-Nahl: 98-100)

 Ayat di atas menunjukkan bahwa syaitan atau sihir tidak terpengaruh kepada orang-orang beriman dan bertakwa kepada Allah. Tetapi syaitan dan sihir itu akan bisa menguasai orang-orang yang sering mengikuti bisikan syaitan dan berbuat syirik kepada Allah.

(h) Firman-Nya,

وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ

“Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka.” (Qs. al-Baqarah: 102)

Hal itu menunjukkan bahwa sihir itu lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya. Bahkan tidak ada manfaatnya sama sekali. Madharat disini mencakup madharat dunia dan akhirat.

(i) Firman-Nya,

وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ ۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

“Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.” (Qs. al-Baqarah: 102)

وَلَوْ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَمَثُوْبَةٌ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ خَيْرٌ ۗ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

 “Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah pasti lebih baik, sekiranya mereka tahu.” (Qs. al-Baqarah: 103)

Ayat di atas menunjukkan bahwa sihir akan menyebabkan seseorang sengsara di akhirat. Sebaiknya orang yang beriman kepada Al-Qur’an dan bertakwa kepada Allah akan mendapatkan pahala di sisi Allah serta keselamatan dunia dan akhirat.

 

(3) Penjelasan Tambahan tentang Sihir

(a) Arti Sihir

Sihir secara bahasa artinya segala sesuatu yang lembut dan samar.

Sihir di dalam al-Qur’an adalah imajinasi yang menipu mata, yang membuat mata seolah-olah melihat sesuatu, padahal sesuatu itu tidak ada,. Seperti seseorang melihat fatamorgana dari kejauhan, sehingga terbayang olehnya bahwa itu adalah air. Padahal setelah didekati ternyata tidak ada apa-apa.

(b) Apakah Sihir Itu Nyata?

Mayoritas ulama Ahli Sunnah menyatakan sihir itu nyata dan ada. Di antara dalilnya adalah sebagai berikut,

(b.1) Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 102 di atas. Disebutkan di dalamnya tentang sihir dan pengajaran sihir. Ini menunjukkan sihir itu nyata.

(b.2) Firman Allah,  

قَالَ اَلْقُوْاۚ فَلَمَّآ اَلْقَوْا سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَاۤءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

“Dia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka setelah mereka melemparkan, mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).” (Qs. al-A’raf: 116)

(b.3) Firman Allah dalam surah al-Falaq dimana para ulama sepakat bahwa sebab turunnya surat tersebut karena beliau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam terkena sihir Labid bin al-A’sham, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau berkata,

سَحَرَ رَسُولَ اللهِ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنى زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh seorang Yahudi dari Bani Zuraiq yang benama Labid bin al-A’sham” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(b.4) Sejak zaman dulu, sihir sudah ada dan juga pada zaman sahabat, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang tidak mempercayainya. Bahkan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Sihir pernah diajarkan di salah satu daerah di mesir yang bernama (al-Furama) barang siapa yang tidak mempercayainya, maka dia telah kafir, mendustakan Allah dan RAsul-Nya, mengingkari sesuatu yang bisa dilihat dan disaksikan.”

Adapun kelompok Mu’tazilah (kelompok yang sangat mengagungkan akal manusia), mereka mengingkari adanya sihir dan menyatakan bahwa hal itu hanyalah tipuan, penyamaran, dan imajinasi.

(c) Hukum Tukang Sihir

Jika seorang muslim menjadi tukang sihir apa hukuman baginya? Ada rinciannya sebagai berikut,

(c.1) Jika mempraktekkan sihirnya terdapat hal-hal yang mengandung kekafiran atau kesyirikan, maka hukumannya adalah dibunuh, dan tidak perlu dimintai taubat terlebih dahulu. Tetapi jika di dalam praktek sihirnya tidak ada yang mengandung kekafiran, maka tidak boleh dibunuh.

(c.2) Jika sihirnya menyebabkan sesuatu yang wajib di-qishash, maka harus ditegakkan hukuman qishash. Seperti menyebabkan kematian, atau hilangnya kaki atau tangan orang yang terkena sihir.

(c.3) Sebagian ulama membolehkan seseorang mempelajari ilmu sihir dengan tujuan untuk menghindari dan menjauh dari sihir, dan tidak untuk dipraktekkan.

 Wallahu a’lam.

 

***

Jakarta, Senin, 10 Januari 2022

KARYA TULIS