Tafsir An-Najah (Qs.2:106-107) Bab 63 - Penghapusan Hukum Syariat
Bab 63
Penghapusan Hukum Syari’at
مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَآ اَوْ مِثْلِهَا ۗ اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ۞ اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ وَمَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ۞
“Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu? Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah.”
(Qs. al-Baqarah: 106-107)
(1) Sebab Turunnya Ayat
Kaum Yahudi hasad dengan kaum muslimin ketika turun perintah untuk memindahkan arah kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, mereka berkata “Sesungguhnya Muhammad memerintahkan sesuatu kepada para sahabatnya, kemudian setelah itu melarangnya, berarti al-Qur’an karangannya, maka isinya satu dengan yang lainnya saling bertentangan.”
Maka Allah menurunkan ayat ini, juga turunnya ayat 101 dai surah an-Nahl,
وَاِذَا بَدَّلْنَآ اٰيَةً مَّكَانَ اٰيَةٍ ۙوَّاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوْٓا اِنَّمَآ اَنْتَ مُفْتَرٍۗ بَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْن
“Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanya mengada-ada saja.” Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. an-Nahl: 101)
(2) Makna an-Nasakh
An-Nasakh secara bahasa mempunyai dua makna, yaitu;
(a) Menyalin atau memindahkan seperti seseorang yang menyalin dari buku ke buku lainnya.
(b) Menghapus atau menghilangkan, ini ada dua macam, yaitu;
(b.1) Menghapus sesuatu dan diganti dengan yang lain. Inilah yang dilakukan pada ayat di atas yaitu Allah menghapus satu ayat kemudian diganti dengan ayat yang lebih baik.
(b.2) Menghapus sesuatu tanpa diganti dengan yang lain. Seperti angin telah menghilangkan jejak kaki.
(3) Apakah Nasakh ini Nyata?
Para ulama terdahulu telah sepakat bahwa an-Nasakh terjadi dalam hukum-hukum syari’at. Adapun kaum Yahudi tidak mengalami adanya Nasakh. Kaum Yahudi memandang Nasakh bagi Allah seperti “berdo’a”.
Kedua istilah tersebut berbeda, Nasakh lebih kepada pengalihan suatu ibadah ke ibadah lainnya. Dari yang hukumnya halal menjadi haram, atau sebaliknya ‘Bada’a” adalah menguruskan sesuatu yang hendak dilakukan, karena berubah pikiran atau melihat ada maslahat yang ditemukan. Ini hanya terjadi pada manusia, karena keterbatasaan ilmunya. Tetapi ‘Bada’a’ tidak mungkin terjadi pada diri Allah.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Nasakh hanya terjadi pada hukum halal dan haram, dan tidak terjadi pada sebuah berita atau cerita. Karena berita atau cerita (kisah) dari Allah pasti benar tidak mungkin salah.
(4) Macam-macam Nasakh
Nasakh terbagi menjadi beberapa keadaan;
(a) Penghapusan tilawah dan hukum sekaligus.
Contohnya, dahulu dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menyebutkan sepuluh kali susuan menimbulkan hubungan kemahraman. Ayat tersebut dihapus tilawahnya dan hukumnya sekaligus diganti dengan lima kali susuan menimbulkan hubungan kemahraman. Setelah itu, lima kali susunan menyebabkan hubungan kemahraman pun di-nasakh tilawahnya, dan tinggal hukumnya saja sampai sekarang.
Termaksud dalam kelompok ini (nasakh tilawah dan hukum) adalah penghapusan ayat-ayat nabi-nabi terdahulu, Nabi Musa dan Nabi Isa, dihapus dan diganti dengan syari’at Islam. Oleh karenanya, ayat ini sekaligus membantah keyakinan kaum Yahudi yang pembicaraan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya berkenaan dengan mereka.
(b) Penghapusan tilawah, tetapi hukumnya tidak dihapus.
Contohnya, ucapan ‘Umar bin al-Khattab: “Dahulu ada ayat yang berbunyi,
الشَّيخُ والشَّيخَةُ إذا زَنيا فارجُموهُما البتَّةُ
’Jika ada laki-laki dan perempuan yang sudah menikah berzina, maka rajamlah keduanya’.”
(c) Penghapusan hukum tetapi tilawah (ayatnya) tidak dihapus.
(c.1) Contonya, penghapusan ayat wasiat kepada kedua orang tua dan kaum tersebut. Sebagaimana di dalam firman-Nya,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 180)
Ayat dia masih tertulis di dalam mushab, tetapi hukumnya sudah dihapus dengan hadits,
لا وصية لوارث
“Tidak ada wasiat untuk ahli waris.”
(c.2) Contoh lainnya, penghapusan ayat iddah selama satu tahun penuh, sebagaimana di dalam firman-Nya,
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًاۖ وَّصِيَّةً لِّاَزْوَاجِهِمْ مَّتَاعًا اِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ اِخْرَاجٍ ۚ فَاِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْ مَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُوْفٍۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْم
“Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri, hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah: 204)
Ayat ini dihapus hukumnya dengan ayat 234 surat al-Baqarah,
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Baqarah: 234)
(c.3) Contoh lainnya, penghapusan ayat hukuman kurungan rumah bagi perempuan dan hukuman caci maki bagi laki-laki apabila keduanya berzina, sebagaimana di dalam firman-Nya,
وَالّٰتِيْ يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً مِّنْكُمْ ۚ فَاِنْ شَهِدُوْا فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْ يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا۞وَالَّذٰنِ يَأْتِيٰنِهَا مِنْكُمْ فَاٰذُوْهُمَا ۚ فَاِنْ تَابَا وَاَصْلَحَا فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا۞
“Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.,Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya tobat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (Qs.al-Baqarah: 15-16)
(c.4) Contoh lainnya, penghapusan ayat pemberian sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana di dalam firman-Nya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُوْلَ فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوٰىكُمْ صَدَقَةً ۗذٰلِكَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَاَطْهَرُۗ فَاِنْ لَّمْ تَجِدُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. al-Mujadalah: 15)
(5) Perbedaan Ulama tentang Nasakh
Para ulama sepakat boleh menghapus nash al-Qur’an dengan nash al-Qur’an yang lain, menghapus hadits mutawatir dengan hadits mutawatir dan menghapus hadits ahad dengan hadits ahad yang lain.
Tetapi mereka berbeda pendapat tentang kebolehan menghapus al-Qur’an dengan as-Sunnah. Dan kebolehan menghapus hadits mutawatir dengan hadits ahad.
Mayoritas Ulama membolehkan hal itu sedang Imam Syafi’i tidak membolehkannya. Mayoritas Ulama beralasan karena Nasakh semua dari Allah, baik al-Qur’an dan as-Sunnah, semuanya dari Allah, maka seperti ini dibolehkan.
Di antara contoh penghapusan al-Qur’an dengan as-Sunnah adalah penghapusan ayat wasiat kepada orang tua yang terdapat pada ayat (Qs. al-Baqarah: 180) dihapus dengan hadits bahwa wasiat tidak boleh ditujukan untuk ahli waris sebagaimana sudah diterangkan sebelumnya.
(6) Nasakh adalah Kehendak Allah
Apa hubungan antara ayat Nasakh dengan ayat sesudahnya?
Jawabannya bahwa Nasakh itu adalah kehendak Allah, Allah Maha Pengampun atas segala sesuatu dan Allah lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Allah berfiman,
مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَآ اَوْ مِثْلِهَا ۗ اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ۞اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ وَمَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْر
“Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?, Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah.” (Qs. al-Baqarah: 106-107)
Karena Allah sebagai pemilik kerajaan langit dan bumi, maka Allah yang memutuskan segala sesuatu sesusai dengan kehendak-Nya. Mengubah dan mengganti satu hukum dengan hukum yang lain.
Ayat di atas juga membantah kaum Yahudi yang menginginkan “penghapusan hukum-hukum Taurat dan menginginkan kenabian Isa dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Semestinya mereka (kaum Yahudi) menerima itu, karena penghapusan adalah Dzat pemilik kerajaan langit dan bumi.
Nasakh ini juga terjadi pada zaman dahulu, seperti Nabi Adam dibolehkan menikahkan antara putra dan putrinya sendiri, kemudian hal itu dihapus, pada zaman Nabi Ya’kub dibolehkan menikahi dua Saudari kandung, kemudian hal itu diharamkan di kitab Taurat. Allah juga pernah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, tetapi dihapus sebelum perintah itu dilaksanakan.
Allah juga memerintahkan Bani Israel untuk membunuh orang -orang yang menyembah patung anak sapi diantara mereka, kemudian menarik kembali perintah tersebut, agar tidak memusnahkan Bani Israel.
Wallahu A'lam.
***
Jakarta, Rabu, 12 Januari 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »