Karya Tulis
718 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.2:126-129) Bab 72 - Pembangunan Ka'bah


PEMBANGUNAN KA’BAH

 

وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ

 

”Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah taubat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.” Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

 ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 127-129  )

 

Pelajaran dari ayat diatas diantaranya adalah :

 

(1)   Para Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali membangun Ka’bah. Sebagian mengatakan bahwa yang membangun Ka’bah adalah Malaikat, sebagian lain mengatakan bahwa yang membangun ka’bah adalah Nabi Adam Alaihi as Salam, sebagian yang lain bahwa yang membangun Ka’bah adalah Nabi Syits keturunan Nabi Adam Alaihi as Salam.

Kemudian bangunan Ka’bah tersebut rusak tertutup dengan tanah. Ketika Nabi Ibrahim dan Ismail datang, mereka berdua membangun kembali bangunan Ka’bah tersebut. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ayat di atas. ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 127)  

 

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail,”

 

Pada ayat diatas disebutkan “Meninggikan Pondasi” menunjukkan bahwa sebelumnya sudah ada yang membangunnya. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Nabi Ibrahim berkata kepada Nabi Ismail, “Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membangun sebuah rumah disini.” Seraya menunjuk bukit kecil yang lebih tinggi dari sekelilingnya.

 

(2)   Ayat di atas juga menunjukkan pentingnya kita mengingat sejarah hal-hal yang besar dan penting, seperti sejarah pembangunan Ka’bah yang selama ini umat Islam menghadap ke arahnya ketika shalat. Hal itu agar seseorang sekarang bersyukur terhadap nikmat adanya Ka’bah. Ini terutama ditujukan kepada orang-orang Arab, kaum Quraisy yang hidup dan tinggal disekitar Ka’bah. Bentuk syukurnya adalah menyembah Allah, Tuhannya Ka’bah dan menjaga bangunan Ka’bah tersebut dengan sebaik-baiknya.

Perintah untuk mengingat nikmat Allah berupa Ka’bah dan perintah untuk menyembah tuhan Ka’bah. Di dalam Surah Quraisy Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman :

ﵟلِإِيلَٰفِ قُرَيۡشٍ ١ إِۦلَٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ ٢ فَلۡيَعۡبُدُواْ رَبَّ هَٰذَا ٱلۡبَيۡتِ ٣ ٱلَّذِيٓ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعٖ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ ٤ ﵞ  ‌

 

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), . yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.”  ( Qs. Quraisy  [ 106 ] : 1-4 )

 

(3)   Ibnu Abbas berkata “Pada saat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mengangkat batu sedangkan Ibrahim memasangnya. Ternyata ketika bangunan tersebut sudah tinggi, dia datangkan sebuah batu dan dia meletakkannya untuk dijadikan pijakan. Ibrahim pun berdiri diatasnya sambil memasang batu, sementara Ismail menyodorkan batu kepadanya. Keduanya pun berdoa :

 

اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ  رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا

 

“Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”  ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 127 )

 

(4)   Doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diatas menunjufewkkan bahwa setiap selesai beramal atau melakukan ibadah, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk memohon kepada Allah agar amalnya diterima oleh Allah. Karena belum tentu setiap amal yang dikerjakan pasti diterima oleh Allah. Inilah sifat seorang Muslim yang baik selalu mengharap dan takut dalam satu waktu,  mengharap amalnya diterima dan takut ditolak oleh Allah, sehingga di adzab dengan adzab yang pedih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ ۙ

 

Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya,“  (Qs. al-Mukminun [ 23 ] : 60 )

 

Ayat diatas menunjukkan bahwa salah satu sifat orang beriman adalah, jika sedekah takut jika sedekahnya tidak diterima oleh Allah.

 

Oleh karena doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini sebaiknya dibaca setelah  beramal dan dibaca di akhir doa yang di panjatkan.

 

(5)   Kemudian Nabi Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar dijadikan orang-orang yang tunduk dan patuh kepada-Nya.

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ

“Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua menjadi orang yang tunduk dan patuh kepadamu.”  ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 128 )

 

Walaupun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sudah tunduk dan patuh, tetapi tetap saja beliau berdoa memohon agar dijadikan orang yang patuh dan tunduk kepada-Nya. Maknanya beliau meminta istiqomah dalam ketundukan dan kepatuhannya kepada Allah. Ini mirip dengan doa dalam Surah Al-fatihah,

اِھْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَـقِيْمَ

 

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”   (Qs. al-fatihah [ 1 ] : 6)

yaitu meminta istiqomah agar selalu berada diatas jalan yang benar.

 

Tunduk dan patuh kepada Allah adalah hakikat ibadah yang sebenarnya dan inilah cita-cita seorang seorang Mukmin sejati. Ini juga mirip dengan doa yang di riwayatkan oleh Muadz bin Jabir bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

 

الّلَهُمَّ أعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

 

“Ya Allah, tolonglah aku untuk bisa selalu mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik.”

 

(HR. al-Bukhari dari Mu’adz bin Jabal di dalam Adab al-Mufrad (690), Ahmad di dalam al-Musnad (7982), Abu Daud di dalam as-Sunan (1524), an-Nasai di dalam as-Sunan (1303). Hadist ini dishahihkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak (1/273) dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

 

(6)   Setelah meminta agar dijadikan orang yang tunduk dan patuh kepada Allah, kemudian keduanya melanjutkan doanya,

 

وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ

“Dan jadikanlah diantara anak anak dan cucu kami umat yang tunduk dan patuh kepada-Mu,”  ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 128 )

 

Ini menunjukkan bahwa diantara kesempurnaan cinta beribadah kepada Allah adalah keinginan agar keturunannya juga beribadah kepada Allah, orang orang yang pasrah tunduk kepada-Nya. Ini mirip dengan doa agar  istri dan anak keturunannya menjadi penyejuk mata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

 

“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

( Qs. al-Furqon [ 25 ] : 74)

 

Hal itu karena amal shaleh yang dilakukan oleh anak keturunan, pahalanya akan mengalir ke orang tuanya, juga terkhusus jika orang tuanya ikut mendidik mereka sehingga menjadi anak-anak yang shaleh. Di dalam hadist disebutkan,

 

Hadist Abu Hurairah Radhiyalahu Anhu bahwa  Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :  

 

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 

“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim)

 

Sebagian Ulama menafsirkan doa ini,

وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ

 

Adalah doa Nabi Ibrahim untuk keturunannya dari jalur Ismail, yaitu orang-orang Arab termasuk Arab Quraisy agar mereka menyembah Allah.

Disebutkan oleh Al-Qurthubi “ Tidaklah ada seorang Nabi, kecuali berdoa untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya kecuali Nabi Ibrahim, beliau berdoa untuk umat Islam.”

 

(7)   Setelah itu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memohon agar diperlihatkan tempat-tempat ibadah.

وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا

Dan perlihatkan kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah kami”

 

Para Ulama berbeda pendapat tentang makna Manasik” pada ayat ini, sebagian mengatakan bahwa “ Manasik “ disini dalah tempat-tempat ibadah kami, seperti Mina, Arafah, Muzdalifah, tempat Sa’i ( Shafa dan Marwa), Jumratul Ula, Jumratul Wustha, Jumratul Aqabah dan lain-lain. Sebagian lain mengatakan bahwa yang dimaksud Manasik” pada ayat diatas adalah tempat penyembelihan hewan Qurban. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

 

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,”  ( Qs. al-An’am [ 6 ] : 162)

 

Sebagian lain mengatakan bahwa “Manasik” pada ayat diatas artinya ibadah secara umum.

 

Kemudian doa ini dilanjutkan dengan memohon taubat kepada Allah.

 

وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

 

“Sesungguhnya Engkau maha penerima taubat dan penyayang

 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam beribadah, seseorang kadang melakukannya tidak sempurna dan masih banyak kekurangannya, maka perlu disempurnakan dengan meminta taubat kepada Allah. Taubat disini mirip istighfar. Banyak ibadah-ibadah dalam Islam yang ditutup dengan perintah untuk beristighfar .

 

Sebagian Ulama mengatakan bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sengaja membaca doa ini ( meminta taubat), untuk menunjukkan kepada umat sesudahnya bahwa tempat-tempat Manasik Haji adalah tempat untuk meminta ampun dan bertaubat kepada Allah atas segala dosa- dosanya selama ini.

 

(8)   Doa Nabi Ibrahim ditutup dengan permohonan kepada Allah agar nanti diutus seorang Rasul dari kalangan mereka ( Bani Ismail) Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman,

 

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

 

“Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

( Qs. al-Baqarah [ 2 ]: 129  )

 

Ayat ini menjelaskan bahwa pertama kali yang mempopulerkan kedatangan Nabi Muhammad adalah Nabi Ibrahim. Sebagaimana yang tersebut dalam hadist Irbad bin Sariyah Radhiyallahu Anhu  bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :

Awal mula hal ini ( kenabian ) adalah doa bapakku Ibrahim, berita gembira tentang diriku disampaikan oleh ‘Isa dan mimpi ibuku dalam

 tidurnya.”  (HR. Ahmad)

 

Ayat diatas juga menunjukkan bahwa tugas Rasul ( Muhammad) ada tiga hal :

1)      Membacakan kepada manusia ayat-ayat Al Qur’an.

2)      Mengajarkan kepada mereka isi Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As -Sunnah).

3)      Membersihkan diri mereka dari kotoran syirik dan kotoran hati lainnya ( Tazkiyah)

 

Ayat ini mirip  dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

 

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ

 

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”  ( Qs. al-Jumu’ah [ 62 ] : 2)

 

Dan juga mirip dengan firman-Nya,

 

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

 

“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” ( Qs. Ali-Imran [ 3 ] : 164 )

 

Oleh karena itu penafsiran terhadap ayat ini dan tiga tugas Rasul diatas akan diterangkan lebih lengkap pada ayat-ayat selanjutnya, Insya Allah.

 

Wallahu ‘Alam

 

****

 

Jakarta, Rabu 19 Januari 2022.

KARYA TULIS