Tafsir An-Najah (QS. 2 : 183-185) Bab ke-91 Hukum Puasa [1]
HUKUM PUASA [1]
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. “
( QS. Al-Baqarah [2]: 183-185 )
1. Makna puasa.
1) Ashiyam secara bahasa artinya menahan diri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّا ۚ
“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.” (QS. Maryam[19]: 26)
Maryam mengatakan “saya bernazar untuk berpuasa” maksudnya adalah menahan diri untuk tidak berbicara kepada orang lain.
Adapun “Ash-Shiyam” secara istilah adalah menahan diri dari makan, minum, dan jima ( hubungan sami istri ) sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
2. Puasa ahlul kitab.
Kewajiban puasa bagi kaum muslimin ini seperti kewajiban puasa bagi orang-orang sebelum mereka, yaitu ahlul kitab. Adapun perbedaan puasa kaum muslimin dengan puasa ahlul kitab adalah makan sahur. Di dalam hadist di sebutkan,
قال الإمام النووى فى كتابه المنهاج لشرح صحيح مسلم، إن قول النبى: « إِنَّ فَصْلَ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ»، أى أن الفارق والمميز بين صيام المسلمين وصيام أهل الكتاب من اليهود والنصارى هو أكلة السحور .
“Yang membedakan antara puasa kita dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”
Selain itu ahlul kitab kalau berbuka di undur sampai malam sedang kaum muslimin disunahkan untuk bersegera di dalam berbuka puasa.
لا يزال الناس بخير ما عجَّلوا الفطر
Di dalam hadist disebutkan, “umat ini akan tetap dalam kebaikan, selama mereka dan menyegerakan berbuka.”
3. Beberapa keringanan di dalam puasa.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 184)
1) Puasa itu hanya beberapa hari, hanya satu bulan, tidak berat. Disini Allah memberikan motivasi kepada umat Islam untuk semangat berpuasa Ramadhan karena pelaksanaanya hanya beberapa hari saja dan hanya setiap tahun sekali.
2) Terdapat keringanan lain, yaitu bagi yang sakit parah atau menurut dokter yang terpercaya bahwa puasa akan menambah sakitnya. Maka ia boleh berbuka dan harus mengganti hari di hari di luar bulan Ramadhan.
3) Begitu juga orang yang sedang musafir (dalam perjalanan) yang jaraknya sekitar 85 km. Dimana seseorang di bolehkan mengqashar salat, maka dia dibolehkan berbuka (tidak berpuasa) dan menggantinya pada hari lain di luar bulan Ramadhan .
Sakit dan safar adalah bentuk Masyaqqah (kesulitan / sesuatu yang berat) sehingga mendapatkan kemudahan atau keriganan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Safar disini mencakup safar menggunakan alat transportasi masa kini. Walaupun secara kasat mata, kelihatan ringan, tetapi namanya safar pasti bagian rasa cape atau penat ini sesuai dengan hadist,
السفر نصف العذاب
“safar itu setengah dari adzab.”
Walaupun begitu jika safarnya ringan dan waktunya singkat, tetap berpuasa lebih baik, karena selain bulan Ramadhan godaan setan lebih besar untuk berpuasa.
4) Adapun untuk orang-orang yang sanggup berpuasa, tetapi sangat berat bagi mereka seperti orang orang yang sudah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui, orang yang mempunyai penyakit tertentu mereka boleh tidak mengganti puasa, tetapi harus membayar fidyah (memberi makan pada orang miskin), Maksudnya memberi makan satu porsi untuk sekali meninggalkan puasa.
Kalau dia tidak berpuasa selama 30 hari dia harus memberi makan 30 orang miskin. Dibolehkan juga memberi makan satu orang miskin selama 30 hari.
Sebagian ulama membolehkan membayar fidyah dengan uang jika kesulitan dalam memberikan makan kepada orang miskin. Tentunya memberi makan lebih baik dan lebih aman dari perbedaan pendapat, karena perintah dalam Al-Quran adalah memberi makan.
5) Firman-Nya,
فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ
“Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,” (QS. Al-Baqarah[2]: 184)
Barang siapa yang ingin beramal lebih dari yang wajib (Tathowu’) , seperti membayar fidyah lebih dari satu orang miskin, atau memberi makan lebih dari ukuran standar. Seperti melebihkan nasi atau lauknya atau makanan yang lebih berkhasiat maka tentunya hal itu lebih baik.
6) Firman-Nya,
وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 184)
Maksudnya bahwa orang-orang yang mempunyai uzur sebagaimana yang disebut diatas, seperti orang yang sakit, orang yang dalam perjalanan (musafir), orang yang lanjut usia, orang yang hamil atau menyusui. Mereka jika bisa berpuasa tanpa ada mudarat bagi dirinya tentunya itu lebih baik, karena keutamaan puasa dalam bulan Ramahan sangat besar, dan ini hanya datang satu tahun sekali.
4. Keutamaan bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْن
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 183-185)
1) Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan lainya. Diantara keutamaannya adalah turunnya Al- Quran pada bulan tersebut. Tidak semua ayat ayat Al Quran turun pada bulan Ramadhan. Tetapi maksudnya Al-Quran turun pada bulan Ramadhan adalah
Pertama, ayat pertama yang turun dari Al-Quran adalah pada bulan Ramadhan yaitu, QS. Al-Alaq ayat 1-5.
Kedua, Al Quran turun secara keseluruhan pada bulan Ramadhan dari lauhul mahfudz ke langit langit terdekat . kemudian dari langit yang terdekat dengan bumi. Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun. Ini sesuai dengan firmanNya ,
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
“Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).” (QS. Al-Furqon [25]: 32 )
2) Terdapat ayat-ayat lain yang menunjukan Al-Quran turun pada bulan Ramadhan tepatnya pada malam Lailatul Qodar. Diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. ) Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan [44]: 3)
Juga dalam firman-Nya,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar” ( QS. Al- Qodr [97]: 1)
Namun para ulama berbeda pendapat soal tanggal di turunkannya Al Quran sebagaimana di katakan Al-Quran turun pada tanggal 17 Ramadhan. Pertanyaannya apakah 17 Ramadhan adalah Lailatul Qadar? Pada awalnya Lailatul Qadar tidak menetap pada satu tanggal, tetapi berpindah pindah kadang di awal Ramadhan, kadang di tengah bulan Ramadhan, dan menetap di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan pada malam malam ganjil. Sebagian yang lain berpendapat bahwa AlQuran turun pada tanggal 24 Ramadhan . Meriwayatkan dari Watsilah bin Al-Asqa’, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
أُنْزِلَتْ صُحُف إِبْرَاهِيمَ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ. وَأَنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لسِتٍّ مَضَين مِنْ رَمَضَانَ، وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشَرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَأَنْزَلَ اللَّهُ الْقُرْآنَ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ"
“Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 13 Ramadhan, dan Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan.” (HR. Ahmad: 4/107)
3) Adapun fungsi Al-Quran terdapat dalam Firman-Nya,
هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
“Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Fungsi Al-Quran menurut ayat diatas ada tiga, yaitu :
1) (Hudan linnas) sebagai petunjuk bagi manusia. Berkata Ibnu Katsir,
“Sebagai petunuk bagi hati para hambanya yang beriman, membenarkan dan mengikutinya.”
2) ( Bayyinatin Minal Huda ) penjelasan dari petunuk tadi. Berkata Ibnu Katsir “sebagai dalil dan hujjah yang nyata dan jelas bagi orang yang memahami dan meperhatikannya.”
3) ( Al Furqon) sebagai pembeda antara yang al haq dan batil juga antara yang halal dan yang haram.
5. Menyaksikan bulan Ramadhan.
Sebagaimana firman-Nya,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.”
(QS. Al-Baqarah [2] : 185 )
1) Barang siapa yang hadir di negeri tempat tinggalnya pada bulan itu, maka wajib baginya berpuasa artinya dia sedang tidak sedang melakukan safar. Dia bermukim dan dalam keadaan sehat serta menyaksikan bulan Ramdahan, maka wajib berpuasa.
2) Ayat ini menghapus kebolehan orang sehat yang tidak mau berpuasa, tetapi dia membayar fidyah yang terdapat pada ayat sebelumnya,
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah[2]: 184 )
Ketentuan ayat diatas di hapus dengan ayat,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Hanya saja untuk orang orang yang merasa berat berpuasa seperti orang yang sudah lanjut usia dan sakit parah, maka hukumnya tetap berlaku.
3) Sebagian ulama menafsirkan “ Syahida” pada ayat diatas adalah menyaksikan dan melihat bulan Ramadhan dengan rukyat. Artinya bahwa orang yang melihat bulan dengan cara rukyat baik menggunakan teropong maupun langsung melihat dengan matanya maka wajib baginya berpuasa. Begitu juga bagi orang orang yang berada di sekitarnya. Sebaliknya jika tidak berhasil melihat bulan karena tertutup oleh mendung atau bulan nampak, maka tidak wajib baginya berpuasa , dari ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
[ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ] صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤيَتِهِ، فَإِِنْ غَبِيَ عَلَيْكُمْ، فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثََلَاثِيْن
“Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Apabila hilal itu tidak terlihat, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari.” (Muttafaq 'alaih)
4) Barang siapa yang sakit atau musafir, maka boleh baginya berbuka tetapi harus di ganti dengan hari lain di luar bulan Ramadhan. Hal ini diulangi lagi untuk menunjukkan bahwa di dalam kewajiban berpuasa memang banyak keringanan yang di berikan Allah kepada umat Islam.
5) Maka pada ayat selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 185 )
Artinya tujuan Allah menurunkan kewajiban puasa ini bukan untuk menyusahkan umat Islam dan memberatkan mereka, tetapi justru memberikan banyak keringanan didalamnya. Dari situ diketahui bahwa agama Islam ini ajaran-ajarannya tidak ada yang sulit atau menyulitkan para pemeluknya. Diantara dalil dalil yang meguatkan hal itu adalah sebab,
- Firman Allah Subhanahu wa Ta’la
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ
“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (QS. Al-Hajj [ 22 ] : 78 )
- Firman Allah,
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. An-Nisa [44]: 28 )
- Hadist Anas bin Malik bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
يَسِّرُوا، وَلَا تُعَسِّرُوا، وسكِّنُوا وَلَا تُنَفِّروا
“Permudahlah dan janganlah kalian mempersulit. Tenangkanlah dan janganlah membuat (orang) lari.” (HR. Al-Bukhari 69 dan Muslim 1734)
- Dan dalam kitab-kitab Sunan dan Musnad juga diriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda:
بُعِثْتُ بالحنيفيَّة السَّمْحَةِ
“Aku diutus dengan membawa agama tauhid yang ramah.”
6. Hukum takbiran.
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْن
“Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Ayat diatas mengandung 3 perintah :
1) Menyempurnakan bilangan puasa. Ini untuk dua kelompok.
Pertama, untuk yang sakit atau musafir yang berbuka waktu berpuasa hendaknya menyempurnakan puasanya jika sudah sembuh atau pulang.
Kedua, untuk umat Islam secara keseluruhan agar menyempurnakan bilangan bulan Ramadhan baik jumlahya 29 hari atau 30 hari.
2) Bertakbir setelah menyelesaikan puasa Ramadhan. Adapun waktunya terdapat dua pendapat.
Pertama, bertakbir pada malam Idul Fitri. Ini pendapat Asy-Syabi’I diriwayatkan dari Said bin Al Musayyid, Urwah, dan Abu Salamah bahwa mereka bertakbir pada malam Idul Fitri.
Kedua, bertakbir ketika keluar dari rumahnya sampai datangnya solat Ied, ini pendapat Imam Malik.
Kenapa bertakbir? Karena Allah telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga umat Islam bisa menyelesaikan puasa selama bulan Ramadhan. Begitu juga karena Allah telah memberikan hidayah Islam.
3) Bersyukur atas nikmat Allah yang begitu banyak, baik nikmat lahir maupun nikmat batin. Yang terpenting adalah nikmat batin berupa nikmat Islam dan nikmat ketaatan di dalam menjalani ibadah puasa satu bulan penuh. Karena tidak setiap orang di beri kemampuan oleh Allah untuk menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan.
Wallahu A’lam
****
Jakarta, Jum’at 28 Januari 2022.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »