Karya Tulis
627 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 186-187) Bab ke-92 Hukum Puasa [2]


    HUKUM PUASA [2]

 

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

 

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”

 (QS. Al-Baqarah [2]: 186-187)

 

1.      Berdoa pada bulan Ramadhan.

1)     Diriwayatkan bahwa seorang Badui datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya, “Apakah Tuhan kita dekat sehingga berbisik kepada Nya  ataukah Dia jauh sehingga kita menyeru-Nya? Maka turunlah ayat ini.

2)     Ayat diatas berisi tentang doa kepada Allah, tetapi di letakkan diantara ayat-ayat puasa. Ini menunjukkan bahwa salah satu keadaan dimana doa akan di kabulkan adalah ketika seseorang sedang berpuasa. Ini sesuai dengan hadist,

ثلاثة لا ترد دعوتهم الإمام العادل والصائم حين يفطر ودعوة المظلوم    

“Tiga golonganyang tidak di tolak doanya. Pemimppin yang adil, orang yang sedang berpuasa hingga berbukadan doanya orang yang terdzolimi ( teraniaya).”

3)     Ayat diatas menunjukkan bahwa Allah itu dekat dengan hamba-Nya. Seorang hamba bisa berdoa secara langsung tidak perlu menggunakan perantara, sebagaimana yang di lakukan orang-orang musyrik yang menyembah berhala dengan alasan sebagai perantara menuju Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ ۗوَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ

“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.” ( QS. Az-Zumar [ 39 ]: 3 )

4)     Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa dan dia menjanjikan untuk mengabulkan doa doa tersebut sebagaimana di dalam firman-Nya,

 

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” ( QS. Ghafir [ 40 ]: 60)

5)     Berkata Al-Qurthubi, berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَان

Maksudnya bahwa aku akan menerima ibadah orang yang beribadah kepada-Ku. Doa disini artinya beribadah, mengabulkan artinya menerima.

Salah satu dalilnya adalah hadist,

a)     Nu’man bin Basyir bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,

الدعاء هو العبادة

“Doa adalah Ibadah” ( HR. Abu Daud)

b)      ini dikuatkan dengan firman Allah dalam surah Ghafir  ayat 60 diatas .

اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ

“Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.”

Dalam ayat diatas Allah menyebut doa dengan ibadah.

c)       Ini di kuatkan juga dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَاَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَاَدْعُوْ رَبِّيْۖ عَسٰٓى اَلَّآ اَكُوْنَ بِدُعَاۤءِ رَبِّيْ شَقِيًّا

فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۙوَهَبْنَا لَهٗٓ اِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَۗ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا

“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. Maka ketika dia (Ibrahim) sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak dan Yakub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi.” (QS. Maryam [ 19 ]: 48-49 )

Pada ayat ini Allah juga menyebut doa dengan ibadah.

6)     Salah satu penyebab terkabulnya doa adalah seorang hamba segera melaksanakan apa yang di perintahkan Allah kepadanya dengan memperbanyak ketaatan dan ibadah. Ini terlihat pada firman Allah selanjutnya,

فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْن

“Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ]: 186)

Hal ini di kuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ وَاَنَّهٗٓ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Anfal [ 8 ]: 24 )

Ini juga di kuatkan dalam firman-Nya,

فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

 

“Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.”  (QS. Al-Anbiya  [ 21 ]: 90)

Ayat diatas menunjukkan bahwa doa para nabi dan rasul di kabulkan karena mereka bersegera di dalam kebaikan dan memperbaharui iman mereka dengan  berdoa seraya takut dan berharap serta khusyuk di dalamnya. Begitu juga di dalam surah Al-Baqarah 186, selain menjawab panggilan Allah, juga di perintahkan untuk memperbarui keimanan mereka.

 

2.      Berhubungan suami istri pada malam Ramadhan.

 

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] :187)

1)     Diriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah kaum muslim dahulu makan, minum dan menggauli istri sebelum mereka tidur, jika sudah tidur maka di haramkan bagi mereka makan, minum dan berhubungan badan sampai malam berikutnya.

     Seorang sahabat yang bernama Qais bin Sharimah dan Anshar pernah dalam keadaan berpuasa, dia bekerja seharian di ladang miliknya dan ketika waktu berbuka tiba, ia menemui istrinya dan bertanya “ apakah ada makanan?” istrinya menjawab“ tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan makanan untukmu.” Maka Qois terkantuk sehingga tertidur. Ketika istrinya datang dan melihat suaminya tidur, iapun berkata, “ruginya engkau. Mengapa engkau tertidur?”  pada hari berikutnya Qoispun jatuh pingsan. Lalu di ceritakan hal ini kepada Rasulullah maka turunlah ayat ini.

Sebagian menyebutkan riwayat bahwa Umar bin Khattab pernah menggauli istrinya setelah tidur. Ia merasa menyesal dan menangis. Keesokan harinya,ia menemui Rasulullah dan menceritakan hal itu. Maka turunlah ayat ini.

2)        Adapun makna (  الرَّفَثُ  ) pada ayat diatas adalah semua hal yang terkait cumbuan seorang laki-laki kepada  istrinya, sampai terikat hubungan badan suami istri. Jadi setelah ayat ini turun, di bolehkan seorang laki- laki bercumbu dengan istrinya dan menggaulinya pada malam puasa  bulan Ramadhan sampai datangnya fajar.

 

3.      Suami istri adalah baju bagi yang lainnya.

 

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 187)

Ayat diatas menunjukkan beberapa hal :

1)       Suami istri adalah baju untuk pasangannya adalah saling menutupi aibnya agar tidak menyebar kepada orang lain selain mereka berdua.

2)       Mereka berdua adalah baju bagi pasangannya, yaitu saling menutupi aib yang terjadi diantara mereka berdua ketika berhubungan suami istri. Terdapat hadist yang melarang suami istri detail menceritakan detail hubungan badan mereka berdua kepada keppada orang lain.

3)       Suami istri adalah baju bagi pasangannya yaitu mereka berdua saling menyentuh dan menempel ketika berhubungan suami istri.

4)       Suami istri adalah baju bagi pasangannya yaitu tidak ada aurat yang harus di tutupi diantara mereka berdua. Di riwayatkan  bahwa Rasulullah pernah mandi bersama salah satu istrinya. Juga riwayat lain bahwa sebagian istrinya menceritakan bagaimana tata cara mandi junub yang di lakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

 

4.      Allah maha pemaaf.  

عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ

“Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ]: 187)

1)     Allah mengetahui bahwa kalian dahulu mengkhianati diri kalian sendiri, yaitu makan, minum dan melakukan hubungan suami istri setelah tidur malam bulan Ramadhan, karena kalian tidak mampu menahan nafsu.

2)      Maka Allah menerima taubat  kalian dan memaafkan kalian dengan cara memberikan keringanan bagi  kalian untuk boleh makan, minum dan berhubungan badan dengan istri setelah tidur sebelum datangnya  fajar.

 

5.      Mencari anak.

فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ

“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ]: 187)

1)          Pada ayat ini terdapat perintah untuk menggauli istri,  “maka sekarang gauli lah mereka.”

a)     Perintah disini artinya boleh karena datang setelah larangan. Jadi bisa diartikan “sekarang kalian boleh menggauli mereka.”

b)     Walaupun begitu, perintah menggauli istri secara umum hukumnya wajib, sebagai bentuk nafkah batin bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ

“Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut.” (QS. An-Nisa [ 4 ]:19)

Ayat ini terdapat perintah untuk bergaul dengan istri dengan cara yang layak (patut) secara umum termasuk menggauli mereka dalam hubungan suami istri.

c)      Ini juga menunjukkan bahwa menggauli istri termasuk ibadah yang mendatangkan pahala, karena melaksanakan perintah Allah.

 

2)     Ayat diatas juga memerintahkan kepada suami istri ketika mereka melakukan hubungan badan agar di niatkan untuk mencari anak. Karena anak adalah salah satu yang Allah tetapkan. Disinilah terlihat indahnya syariat Islam selain di halalkan untuk bersenang senang antara suami dan istri dalam hubungan badan, yang mana itu merupakan fitnah manusia, mereka juga mendapatkan manfaat lain yaitu dengan lahirnya anak.

 

6.      Makan dan minum.

 

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا

“Makan dan minumlah,” (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 187)

1)     Selain di bolehkannya pada malam bulan Ramadhhan, seseorang melakukan hubungan suami istri, di bolehkan juga untuk makan dan minum hingga terbit fajar.

2)     Dibolehkannya hubungan suami istri adalah jawaban atas keluhan Umar bin khattab, dan di bolehkannya  makan dan minum untuk menjawab keluhan Qois bin Shirmah Al-Anshari yang pingsan di siang bulan Ramadhan karena tidak makan dan minum ketika malam  bulan Ramadhan.

3)     Berkata Al-Qurthubi, “Didahulukan untuk menjawab keluhan (kejadian menimpa Umar, karena hal itu lebih penting.”

Maksudnya adalah menjaga diri dari syahwat farji (seksual) dan di lampiaskan pada yang halal jauh lebih penting dari pada syahwat perut karena kalau dilampiaskan pada yang haram dampaknya akan fatal.

 

7.      Fajar shadiq.

حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ]: 187)

1)      Ayat ini menjelaskan batas akhir seseorang  makan, minum, dan hubungan badan, yaitu terbitnya fajar shadiq.

2)      Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Adi bin Hatim ketika turun ayat ini dia berkata, “aku mengambil dua benang putih dan hitam lalu aku letakkan di bawah bantalku. Malam harinya aku bangun lalu memandangi benang itu, tetapi aku  tidak bisa membedakan benang putih dan benang hitam. Maka aku menemui Rasulullah, beliau bersabda, “bagian belakang kepalamu sungguh lebar, maksudnya adalah terangnya siang dan gelapnya malam.”

3)      Jika seseorang pada malam Ramadhan berhubungan dengan istrinya kemudian tertidur dan tidak  bangun setelah terbitnya fajar dalam keadaan junub, apakah puasanya sah?

Jawabannya: puasanya tetap sah. Hal itu berdasarkan dua dalil

a)      Ayat diatas bahwa batasan makan, minun dan hubungan badan  sampai terbitnya fajar dan dia sudah menyelesaikan hubungan badan sebelum fajar.

b)      Hadist aisyah dan Ummu Salamah,

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ كانَ يُصبحُ جنُبًا مِن غيرِ احتلامٍ ، ثمَّ يَصومُ

“Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bangun pada pagi hari ( pada waktu terbitnya fajar ) dalam keadaan Junub karena jima’ ( berhubungn badan) bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa.” ( HR. Bukhari Muslim)

 

8.      Larangan puasa wishal

ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِ

“Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 187)

1)     Setelah menjelaskan batasan kebolehan makan, minum dan berhubungan badan sampai terbitnya fajar shadiq. Pada ayat ini Allah menjelaskan batasan puasa sampai datangnya malam, yaitu tenggelamnya matahari. Jadi satu hari di bagi menjadi dua bagian, siang untuk puasa dan malam untuk makan dan minum.

2)     Ayat diatas juga menunjukkan haramnya puasa wishal ( terus menerus tanpa berbuka.) Karena kebolehan puasa pada ayat diatas di batasi sampppai malam saja ( sampai terbenamnya matahari )

Ini dikuatkan dengan hadist,

اياكم و الوصال، اياكم والوصال

“Janganlah kalian berpuasa wishal, janganlah kalian berpuasa wishal.” ( HR. Al-Bukhari )

 

9.      I’tikaf di masjid.

وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ

“Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid.” ( QS. Al-Baqarah [2]: 187)

Ayat diatas berbicara tentang sebagian hukum I’tikaf yang bisa di terangkan sebab,

1)     I’tikaf secara bahasa yaitu melazimi sesuatu. Adapun  I’tikaf secara istilah melazimi ketaatan kepada Allah pada waktu tertentu  ( masjid).

I’tikaf hukumnya sunnah pernah di lakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan istri istri beliau.

2)     Salah satu syarat I’tikaf adalah harus di lakukan di masjid, tidak sah di lakukan di tempat lain. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ

“ketika kamu beriktikaf dalam masjid.”  (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 187)

Masjid disini adalah masjid yang di gunakan untuk melaksanakan shalat Jumat.

3)     Salah satu larangan I’tikaf adalah melakukan hubungan suami istri, hal itu akan membatalkan I’tikaf. Adapun kalau sekedar bersentuhan antara suami dan istri tanpa ada syahwat, hal itu di bolehkan berdasarkan perbuatan Aisyah Radhiyallahu anha yang menyisir rambut Rasulullah padahal beliau sedang beri’tikaf di masjid.

 

تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

“Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ]: 187)

a)     Hal-hal yang disebutkan diatas dari hukum hukum terkait puasa dan I’tikaf adalah batasan batasan Allah yang tidak boleh di langgar.

b)     Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia, agar mereka bisa memahaminya dan mengamalkannya semua menjadi orang-orang yang bertaqwa.

Wallahu A’lam

****

Jakarta, Sabtu 29 Januari 2022.

KARYA TULIS