Karya Tulis
598 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 188-189) Bab ke-93 Tentang Bulan Sabit


TENTANG BULAN SABIT

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 188-189)

1.     Memakan harta orang lain secara batil.

1)     Diriwayatkan bahwa Abdan bin Asywa’ Al-Hadromi mengadukan Imru”ul Qois bin Abis  Al-Kindi tentang sebidang tanah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian Allah menurunkan ayat ini. Akhirnya Abdan merelakan tanah tersebut dan tidak menuntut Imru’ul Qois bin Abis Al-Kindi.

2)     Ayat diatas melarang umat Islam untuk memakan harta orang lain dengan cara batil. Yaitu melalui pencurian, perampokan, korupsi, menipu, perjudian, pungutan liar, pelacuran, perdukunan, dan lain lainnya. Ringkasannya: setiap orang yang menambil harta orang lain dengan cara yang tidak di izinkan syariat maka dianggap memakan harta dengan cara batil.

3)     Termasuk memakan harta orang lain dengan cara batil adalah putusan pengadilan yang salah sehingga seseorang di menangkan dalam pengadilan tersebut, padaha dia tahu dia salah. Maka hal itu sama saja seperti memakan harta dengan cara batil.

            Di dalam hadist disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“ Aku adalah seorang manusia dan kalian megadukan perselisihan kalian kepada ku. Boleh jadi seseorang lebih pandai mengutamakan argumenny daripada sebagian yang lain. Lalu aku membuat keputusan yang menguntungkannya  sesui dengan hujjah yang aku dengar maka barang siapa yang ku menangkan padahal barang itu sebenarnya adalah hak saudaranya, maka janganlah dia mengambilnya, sebab aku memotongkan api neraka baginya.”

2.        Tentang bulan sabit.

يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah [2]: 189)

1)     Diriwayatkan bahwa Muadz bin jabal dan Tsa’labh bin Ghanam, suatu ketika bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah mengapa hilal mula mula terhilat kecil seperti benang, kemudian bertambah besar hingga bulat penuh. lalu ia mengecil sampai ukurannya seperti semula? Mengapa ukurannya tidak seperti matahari ?”, maka turunlah ayat ini.

2)      Al-Ahilah jama’ dari kata Hilal, yaitu bulan sabit. Hilal artinya secara bahasa adalah suara , disebut “Ahalla Ashshabiyyu” jika dia lahir dan menangis.

Di dalam Quran surah Al Baqarah 173 disebutkan salah satu makanan yang di haramkan adalah

(وما أهل لغير الله ) artinya apa yamg ketika di sembelih di sebut nama selain Allah . bulan sabit di sebut hilal karena banyak masyarakat menyambutnya dengan suara terutama bulan sabit pada bulan Ramadhan dan bulan Syawal.

3)     قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Pada ayat ini disebut dua fungsi hilal yaitu,

  1. Muwaqitu linnas (menjadi patokan untuk mengetahui waktu tertentu) dengan hilal manusia mengetahui waktu iddah wanita, puasa, berbuka, perdagangan dan perjanjian.
  2. Wal hajj (untuk menentukan waktu pelaksanaan haji) haji disini disebut secara khusus karena merupakan suatu amalan yang memerlukan waktu khusus.

Waktu haji tidak boleh di undur atau di majukan, tidak seperti kebiasaan orang arab pada zaman jahiliyah yang sering memajukkan dan memundurkan bulan bulan sesuai dengan keinginan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا النَّسِيْۤءُ زِيَادَةٌ فِى الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُحِلُّوْنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوْنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوْا مَا حَرَّمَ اللّٰهُ ۗزُيِّنَ لَهُمْ سُوْۤءُ اَعْمَالِهِمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

 

“Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” ( QS. At-Taubah [9]: 37)

3.     Hakikat kebajikan.

 

وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ

“Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa.” ( Qs. al -Baqarah [ 2 ] : 189)

1)     Dahulu orang-orang Anshar jika sudah melaksanakan haji dan pulang ke rumah , mereka tidak masuk ke dalam rumah melalui pintu depan tetapi melalui pintu belakang. mereka menganggap bahwa hal itu termasuk ibadah haji atau termasuk ke dalam kebajikan. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk meluruskan keyakinan orang orang Anshar tersebut.

2)      Dari ayat di atas bisa diambil pelajaran bahwa segala sesuatu yang syariat tidak memerintahkan atau menganjurkannya maka hal itu tidak dianggap sebagai suatu ibadah yang  berpahala.

 

النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يخطُبُ إذا هو برجُلٍ قائمٍ في الشَّمْسِ، فسأَل عنه، قالوا: هذا أبو إسرائيلَ نذَر أن يقومَ ولا يقعُدَ ولا يستظِلَّ ولا يتكلَّمَ ويصومَ، قال: مُرُوهُ فليتكلَّمْ وليستظِلَّ وليقعُدْ وليُتِمَّ صومَهُ.

 

“Disebutkan dalam hadist Ibnu Abbas bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki yang berdiri di bawah terik sinar matahari, beliau menanyakan tentang orang orang tersebut, para sahabat berkata “ orang tersebut bernama  Abu Israel, dia bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara dan berpuasa.” Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “ suruhlah dia berbicara, berteduh dan duduk serta menyempurnakan puasanya.” ( HR.Al Bukhari)

3)        Hadist diatas menunjukkan dua hal,

a)     Beliau mengingatkan dan melarang hal-hal yang bukan termasuk ibadah seperti, tidak berbicara, tidak berteduh, dan tidak duduk bahkan cenderung menyiksa diri dan tidak berpahala bahkan sebaliknya yaitu berdosa .

b)     Menyetujui dan mendukung amal ibadah yang di perintahkan yaitu puasa.

 

4)      FirmanNya,

وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ

“Kemudian Allah menjelaskan bahwa kebajikan itu terkumpul dalam ketaqwaan.”

وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن

“Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah [2]: 189)

Kemudian di sebutkan di akhir ayat 189, Dengan ketaqwaan itulah seseorang akan mendapatkan keberuntungan.

Wallahu A’lam

****

Jakarta, Sabtu, 29 Januari 2022

 

 

 

KARYA TULIS