Karya Tulis
644 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 201-202) Bab ke-97 Doa Sapu Jagat


DOA SAPU JAGAT

 

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّاِ

اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ نَصِيْبٌ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah Mahacepat perhitungan-Nya.

(QS. Al-Baqarah [2]: 201-202)

 

Hikmah ( 1 ): Sapu Jagat

 

1)     Doa pada ayat di atas disebut dengan doa sapu jagat karena doa tersebut mencakup seluruh permintaan seorang hamba tentang kebaikan dunia dan seluruh permintaan tentang kebaikan akhirat, serta cita-cita terakhir manusia, yaitu dijauhkan dari api neraka. Seakan-akan kebutuhan seluruh jagat raya ini telah disapu bersih dengan doa tersebut, sehingga disebut doa sapu jagat.

2)     Dianjurkan seorang muslim untuk melazimkan doa ini setiap saat dan menjadikannya sebagai doa favorit. Karena doa ini merupakan ringkasan dari seluruh doa-doa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

3)     Seorang muslim jika tidak mampu menghafal doa-doa yang panjang, maka cukup membaca doa ini, dan tidak perlu menggantikannya dengan doa-doa yang panjang dan berbahasa Indonesia. Karena doa dalam al-Qur’an dan berbahasa Arab jauh lebih utama, lebih mengenal, lebih bermakna, lebih berkah, dan lebih mustajab.

 

Hikmah (2): Kelompok Manusia Pilihan

 

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ

 

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa.”

 

1)     Sekelompok manusia pilihan adalah mereka yang menggabungkan kepentingan dunia dan akhirat sekaligus, tidak memisahkan keduanya. Kebalikan dari kelompok ini adalah mereka yang hanya mementingkan urusan dunia (paham materialisme), atau memisahkan urusan dunia dan akhirat (paham sekulerisme). Sebagian ulama berpendapat bahwa kelompok ini adalah orang-orang kafir dan musyrik. (Rasyid Ridha w. 1354 H, Tafsir al-Manar: 2/190)

 

2)     Berkata al-Qurthubi (w. 671 H) di dalam Jami’ li Ahkami al-Qur’an (2/434), “Pendapat lain  mengatakan bahwa firman-Nya,

 

أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

 

“Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 202)

 

Ditujukan kepada dua kelompok:

  1. Orang beriman akan mendapatkan pahala amal perbuatannya dan doanya.
  2. Orang kafir mendapatkan siksaan karena kesyirikannya dan hanya memilih dunia saja. Ini seperti firman-Nya,

 

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

 

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am [6]: 132)

 

3)     Berkata As-Sa’di (w. 1376 H) di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (1/92), “Doa di atas sebagai dalil bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa setiap orang yang meminta kepada-Nya, baik muslim maupun kafir, bahkan seorang fasik. Tetapi terkabulnya doa seseorang bukan sebagai bukti bahwa Allah mencintainya dan dekat dengannya, kecuali kalau seseorang meminta kebaikan akhirat dan kebaikan agama.”

 

4)     Orang-orang kafir yang menginginkan dunia juga akan diberikan oleh Allah sesuai dengan keinginan mereka, jika mereka memang berhak atau sesuai dengan usaha mereka. Ini dikuatkan di dalam firman-Nya,

 

 مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ  أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

 

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11]: 15-16)

 

Dikuatkan dengan firman-Nya,

 

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

 

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra’ [17]: 18)

 

5)     Yang menarik apa yang ditulis oleh Rasyid Ridha (w. 1354 H) di dalam Tafsir Al-Manar (2/191)  bahwa,

 

  1. Di dalam doa sapu jagad ini, Allah hanya membagi manusia menjadi dua bagian, yang meminta kebaikan dunia saja dan yang meminta kebaikan dunia dan akhirat. Tidak menyebut kelompok ketiga, yaitu orang yang meminta kebaikan akhirat saja. Kenapa? Karena pembagian di atas menggambarkan realita manusia yang ada dan apa yang terkandung di dalam ajaran agama serta fitrah manusia. Hampir tidak didapatkan seorang pun yang tidak menginginkan kebaikan dunia, walaupun dia sangat memperhatikan kebaikan akhirat. Jika seseorang merasakan lapar, dingin dan lelah, maka mau tidak mau dia akan berusaha menghilangkan apa yang dirasakan dan syariat pun memerintahkan demikian sesuai kemampuannya. Pada diri, keluarga, anak, saudara, dan tamunya, terdapat hak-hak yang harus ditunaikan.
  2. Pada ayat di atas, terdapat kesan bahwa sikap berlebihan (al-ghuluw) adalah perbuatan yang tercela dan bertentangan dengan fitrah. Larangan Allah kepada Ahlul Kitab dari sikap berlebihan merupakan pelajaran bagi kita juga. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi orang sakit yang keadaannya sangat mengenaskan seperti anak ayam yang tercabut bulu-bulunya. Beliau bertanya kepadanya, “Apakah kamu pernah berdoa sesuatu kepada Allah?” Dia menjawab, “Iya. Aku pernah berdoa ‘Ya Allah jika Engkau mengadzabku di akhirat, segerakan saja adzab itu di dunia ini’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Subhanallah, sesungguhnya engkau tidak akan kuat dan tidak akan sanggup menanggungnya. Mengapa engkau tidak berdoa saja dengan,

 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Kemudian beliau mendoakannya, dan akhirnya dia sembuh.”

 

  1. Yang lebih ironis adalah apa yang dilakukan oleh sebagian kelompok sufi ketika mereka mendengar seseorang membaca firman Allah,

 

 مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ

 

“Diantaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (QS. Ali-Imran [3]: 152)

 

Maka mereka berteriak, “Mengapa tidak ada yang menghendaki Allah?” Perkataan ini nampaknya baik, akan tetapi sebenarnya sangat buruk, karena ayat ini diturunkan kepada para sahabat pilihan. Sedangkan sekelompok sufi ini bersama guru mereka tidak ada yang bisa menandingi walau secakupan kedua telapak tangan mereka, bahkan setengahnya pun tidak. Menghendaki dunia dan akhirat secara benar, sesungguhnya telah menghendaki ridha Allah dengan mengamalkan sunnah dan syariat-Nya. Adapun maksud ‘dunia’ pada ayat di atas adalah harta rampasan perang, sedangkan maksud ‘akhirat’ adalah mati syahid di jalan Allah.

 

Apakah karena kebodohan, mereka menyangka bahwa para sahabat yang berjihad di jalan Allah mengorbankan jiwa dan hartanya untuk menolong Rasul-Nya dan lebih mementingkan mati syahid daripada harta rampasan perang, tidak dianggap bahwa para sahabat menghendaki Allah? Telah terdapat hadits shahih yang menyatakan bahwa doa di atas adalah salah satu doa yang paling sering dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, apakah orang-orang sufi tersebut menganggap dirinya lebih mencintai Allah daripada Rasulullah Shallallahu A’laihi wa Sallam?

 

Hikmah (3): Kebaikan di Dunia

 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً

 

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia.”

 

1)     Ayat di atas menunjukkan permohonan kebaikan di dunia. Terdapat lafazh (حَسَنَة) yang disebut secara nakirah, menunjukkan keumuman makna yang mencakup seluruh kebaikan di dunia.

 

Menurut al-Hasan al-Bashri kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah, sedang menurut as-Suddi dan Ibnu Hayyan adalah rezeki yang halal dan amal shalih. (Al-Baghawi w. 510 H, Ma’alim at-Tanzil: 1/258)

 

Ibnu Katsir merangkup perkataan para ulama di dalam menafsirkan kebaikan dunia, beliau berkata, “Sesungguhnya kebaikan di dunia meliputi setiap manfaat dunia, seperti: kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik dan cerdas, rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang nyaman, dan nama baik.”

 

2)     Ayat di atas juga menunjukkan bahwa ajaran Islam bukanlah terbatas pada ajaran langit yang jauh dari realitas kehidupan manusia. Tetapi Islam adalah agama yang membumi, bisa diterapkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak bertentangan fitrah manusia yang mencintai kebaikan dunia, sebagaimana dalam firman-Nya,

 

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

 

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). ” (QS. Ali-Imran [ 3 ] : 14)

 

Islam tidak melarang umatnya memiliki harta, tahta, wanita dan kuota data. Berbeda dengan agama lain yang hanya mengajarkan akhirat tanpa memperhatikan aspek kehidupannya di dunia.

 

3)     Konsep penggabungan dunia akhirat terdapat dalam firman-Nya,

 

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

 

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77)

 

Hikmah (4): Kebaikan di Akhirat

 

وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً

 

“Dan berikanlah kebaikan di akhirat.”

 

1)     Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/558) menyebutkan bahwa kebaikan di akhirat meliputi seluruh kemudahan yang didapat seorang muslim di akhirat. Dimulai dari alam kubur, yaitu kemudahan menjawab seluruh pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, diluaskan baginya kuburan, ditemani amal shalih yang berwujud makhluk yang menyenangkan, diperlihatkan tempatnya di surga setiap pagi dan petang. Kemudian setelah hari kiamat, dibangkitkan bersama orang-orang shalih, dipersilakan minum dari telaga Kautsar, yang jika meminumnya tidak akan haus selamanya. Di Padang Mahsyar mendapatkan naungan dari Allah yang pada hari itu tiada naungan kecuali naungan-Nya, mendapatkan syafa’at uzhma dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimudahkan hisabnya, mendapatkan kitab amalnya dari tangan kanan, melewati shirat dengan cepat dan lancar. Dan pada puncaknya dia dimasukkan ke dalam surga-Nya.

2)     Ibnu Katsir (1/558) juga menyebutkan perkataan  al-Qasim bin Abdur Rahman, “Barangsiapa diberi hati yang selalu bersyukur, lisan selalu berdzikir,dan jasad yang sabar terhadap ujian, maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan dunia dan akhirat, serta dijauhkan dari api neraka”

 

Hikmah (5): Dijauhkan dari Api Neraka

 

وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Dan jagalah kami dari api neraka.”

 

1)     Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa doa dijaga dari api neraka mempunyai beberapa maksud,

 

  1. Doa ini dipanjatkan agar seseorang jangan sampai masuk ke dalam neraka karena maksiatnya, dan dikeluarkan dari neraka dengan syafa’at.

b.  Doa ini dipanjatkan sebagai penguat doa meminta dimasukkan ke dalam surga, agar terpenuhi dua makna sukses masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.

 

2)     Berkata Ibnu Asyur di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (2/248), “Doa ini ditambah (wa qina adzaba an-nar) kebaikan yang didapat di akhirat terkadang diadzab dulu (di neraka), maka perlu disebut secara eksplisit di sini, yaitu dijaga dan dijauhkan dari api neraka secara mutlak.”

3)     Berbeda dengan yang lain, Rasyid Ridha (w.1354) di dalam Tafsir al-Manar (2/191) menyatakan bahwa maksud dari (waqina ‘adzaba an-nar) yaitu meminta perlindungan dari api neraka dengan meninggalkan maksiat dan menjauhi perbuatan buruk, serta syahwat yang diharamkan tetapi tetap melaksanakan kewajiban yang ditetapkan.

4)     Dijauhkan dari api neraka adalah kesuksesan yang hakiki. Sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya,

 

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

 

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali-imran [3] : 185)

 

Hikmah (6): Keutamaan Doa Sapu Jagat

 

Doa Sapu Jagat di atas mempunyai banyak keutamaan, diantaranya adalah:

1)     Apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

 

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Doa yang paling banyak dipanjatkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: ‘Wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka”  (HR. al-Bukhari, 5910)

 

Hadist di atas menunjukkan bahwa doa Sapu Jagat adalah doa yang paling sering dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

2)     Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/599) menyebutkan riwayat dari Abdus Salam bin Syadat, dia berkata: “Suatu hari saya bersama Anas bin Malik. Tsabit bekata kepada Anas bin Malik, ‘Sesungguhnya saudara-saudaramu ingin engkau mendoakan mereka.’ Maka Anas berdoa dengan Doa Sapu Jagat. Kemudian mereka berbincang-bincang sampai ketika mereka hendak berdiri, meminta doa lagi kepada Anas. Maka Anas berkata, “Apakah kalian ingin saya merusak urusan kalian jika Allah sudah memberikan kepada kalian kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat, serta menjauhkan kalian dari api neraka, sesungguhnya kalian telah diberikan semua kebaikan”

 

3)     Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

 

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَادَ رَجُلًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَدْ صَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَيْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِي بِهِ فِي الْآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِي فِي الدُّنْيَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ لَا تُطِيقُهُ وَلَا تَسْتَطِيعُهُ فَهَلَّا قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ قَالَ فَدَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَشَفَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

 

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk seorang laki-laki dari kaum muslimin yang sudah seperti anak burung. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya: "Apakah engkau pernah berdoa meminta sesuatu?" Dia menjawab, "Ya, pernah. Aku dahulu pernah berkata; 'Ya Allah apabila engkau hendak meng-adzabku di akhirat nanti, maka gantilah adzab tersebut di dunia!' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Subhanallah, kamu tidak akan sanggup! Kenapa kamu tidak berdoa saja dengan mengatakan: ‘Ya Allah berikanlah aku kebaikan di dunia dan di akhirat serta lindungilah aku dari adzab neraka’. Anas berkata; "Maka orang tersebut berdoa kepada Allah 'azza wajalla (dengan doa tersebut), lalu Allah menyembuhkannya.”

 

4)     Diriwayatkan bahwa doa ini dibaca berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, dari Abdullah bin as-Sa’ib bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad.

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بَيْنَ الرُّكْنِ الْيَمَانِي وَالْحَجَر) رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (

 

“Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membaca doa di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad membaca, "Ya Allah, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari adzab neraka.” (HR. Ahmad, 14852)

 

Hikmah (7): Sistematika Doa

 

1)     Pada Doa Sapu Jagat di atas, didahului dengan ayat-ayat haji yang merupakan salah satu ibadah yang sangat agung. Kemudian diikuti perintah untuk berdzikir, sebagaimana firman-Nya,

 

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

 

“Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram.” (QS. Al-Baqarah [2]: 198)

 

Juga dalam firman-Nya,

 

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

 

“Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 200)

 

Setelah itu diperintahkan berdoa dengan doa Sapu Jagat.

 

2)     Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa sebelum berdoa kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan seluruh anggota badan kita, kemudian diikuti dengan dzikir yaitu memuji Allah subhanahu wa ta’ala kemudian baru berdoa.

 

3)     Ini juga mirip dengan ibadah salat, yang dimulai dengan ibadah anggota badan dari takbir, berdiri, ruku, sujud hingga salam. Kemudian dilanjutkan dengan berdzikir, seperti mengucapkan kalimat tauhid: subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar. Setelah semua itu baru berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

 

 

****

Jakarta, Ahad, 30 Januari 2022.

KARYA TULIS