Karya Tulis
602 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 238-242) Bab ke-113 Shalat Wustha


Shalat Wustha

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ

“Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 238)

 

1.      Maksud shalat wustha.

 

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى

 

1)      Pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan tentang hukum hukum terkait pernikahan dan percerain,  maka pada ayat ini Allah menjelaskan tentang shalat agar dalam menjalani kehidupan keluarga selalu diingatkan dengan shalat dan ketaqwaan. Karena dengan ketaqwaan itulah seluruh masalah keluarga akan selesai dengan baik, sebagaimana dalam firman Allah,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,”

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ

“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq  [65] : 2-3 )

2)      Para ulama berbeda pendapat tentang maksud shalat wustha pada ayat di atas

 

Pendapat pertama, bahwa shalat wustha adalah shalat subuh. Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas yang pernah shalat subuh, lalu ia membaca qunut sebelum rukuk dan mengangkat tangannya. Kemudian berkata, “ inilah shalat wustha yang disebut Allah dalam firman-Nya  (QS. Al-Baqarah [2]: 238 ) ini juga pendapat Asy-Syafi’i.

 

وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْن

“Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk.”

 Dan ini pada shalat subuh di baca doa qunut.

Pendapat kedua, bahwa shalat wustha adalah shalat dzuhur. Ini berdasarkan riwayat dari Zaid binTsabit bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengerjakan shalat dzuhur pada tegah hari setelah matahari tergelincir. Beliau belum pernah mengerjakan suatu shalat yang lebih ditekankan kepada para sahabat dari shalat tersebut. Maka turunlah ayat ini.

Zaid bin Tsabit pernah berkata, “ sesungguhnya sebelum dzuhur terdapat dua shalat  ( Subuh dan Isya) dan sesudahnya ada dua shalat juga ( Ashar dan Magrib).”

Pendapat ketiga, bahwa shalat wustha adalah shalat ashar. Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang terkuat. Dalilnya adalah hadist Ali bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda ketika perang Ahzab,

شَغَلُونَا عن الصَّلاَة الوُسْطَى -صلاة العصر-،

“Mereka orang orang kafir menyibukkan kita, sehingga kita tidak sempat mengerjakan shalat wustha , yaitu shalat Ashar.” ( HR Muslim )

2.      Arti qunut.

 

وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْن

“Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk.”

1)    Ayat ini turun berkenaan dengan larangan berbicara dalam shalat, yang pada awal Islam hal itu diperbolehkan. Kemudian turun ayat ini di dalam hadist Ibnu Ma’ud Radhiyallahhu Anhu bahwa berkata, “ dahulu kami mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika sedang shalat dan beliau menjawabnya. Ketika, kami pulang dari tempatnya raja Nasjasyi kami memberi salam lagi, tapi beliau tidak menjawabnya. Ketika kami tanyakan hal itu kepada beliau, beliau bersabda,

 

ان في الصلاة شغلا

 

“ Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan.”

( HR. Al-Bukhari dan Muslim )

2)     Berkata Zaid bin Arqam , “Dahulu kami sering berbicara dalam shalat. Seseorang berbicara  dalam shalat. Seseorang berbicara kepada teman di sampingnya dalam shalat. Sampai turun ayat ini.”

وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْن

“Kita diperintahkan untuk diam dan kita dilarang  untuk berbicara.”

3 )    Qunut secara bahsa artinya adalah terus menerus dalam melakukan sesuatu.

Adapun yang dimaksud qunut pada ayat di atas adalah,

Para ulama berbeda pendapat tentang makna qunut pada ayat di atas.

a)      Qunut adalah, ketaatan.

b)      Qunut adalah khusyu.

c)      Qunut adalah berdiri lama.

d)      Qunut adalah berdoa.

e)      Qunut adalah diam.

Qunut mempunyai beberapa arti, antara lain berarti tegak, taat berbakti, berdoa sambil berdiri, berlaku ikhlas dan berdiam diri dalam shalat mendengarkan bacaan imam.

Adapun pengertian qunut menurut istilah, adalah beberapa kalimat yang bersifat doa yang dibaca ketika i’tidal (berdiri setelah bangun dari ruku’) sesudah membaca lafadz “ sami ’allahulimanhamidah” pada rakaat terakhir sholat subuh atau shalat witir yang dilakukan setelah pertengahan bulan Ramadhan.

Pengertian qunut juga dimaknai sebagai sebuah doa yang disisipkan dalam shalat fardhu, sebuah amalan yang didasarkan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Adapun kalimat al-Qunut secara etimologi mempunyai beberapa makna di antaranya sebagaimana yang di-nadham-kan oleh al-Hafidh Zainuddin al-Iraqie, sebagai berikut:

 "Lafadz Qunut, hitunglah maknanya, kamu akan menemukan lebih dari sepuluh makna yang diakui. Doa khusus. Ibadah dan taat pengakuan ibadah dan pelaksanaannya. Diam, shalat, melaksanakan shalat dalam waktu yang lama, serta konsistensi taat yang menguntungkan bagi yang melaksanakan".

 

3.      Shalat khaum.

 

فَاِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ

“Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (salatlah), sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui.”  ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 239 )

1)      Pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan kami untuk menjaga shalat dan khusyuk di dalamnya ketika keadaan normal dan aman. Maka pada ayat ini, Allah menjelaskan tata cara shalat ketika keadaan takut dan mencekam.

 

2)      Cara shalat sendiri ( tidak berjama’ah pada saat menakutkan atau bahaya mengancam dalam perang atau sejensnya adalah sambil berjalan kaki ( rijalan) atau mengendarai kuda ( rukbana), sambil memakai isyarat dengan kepala dan ke arah manapun dia menghadap. Jadi tidak perlu menghadap kiblat, rukuk dan sujud.

3)      Kriteria keadaan khauf ( takut) yang membolehkan shalat dengan berdiri dan berjalan adalah kaum muslimin sedang berhadapan dengan musuh, sedangkan mereka tidak terlindungi oleh benteng atau bangunan atau ketika musuh sedang mendekat dan hendak menyerang.

4)      Dalam melaksanakan shalat khauf ini jumlah rakaatnya, sama degan jumlah rakaat ketika safar yaitu di qashar pada empat rakaat  ( Dzuhur, Ashar, dan Isya )

 

 

4.      Wasiat satu tahun.

 

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًاۖ وَّصِيَّةً لِّاَزْوَاجِهِمْ مَّتَاعًا اِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ اِخْرَاجٍ ۚ فَاِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْ مَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُوْفٍۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

 

Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri, hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. An-Nisa [4]: 40)

1)      Ayat di atas memerintahkan suami yang  merasa ajalnya sudah dekat untuk membuat wasiat bagi istrinya agar dia mendapatkan nafkah  satu tahun tanpa harus keluar rumah.

 

2)      Dahulu di awal Islam iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah satu tahun, kemudian ayat ini dihapus ( nasakh ) dengan  (QS. Al-Baqarah [2] : 234) bahwa iddah wanita yang di tinggal mati suaminya menjadi empat bulan sepuluh  hari.

 

 

3)      Selain itu ayat warisan, yang menerangkan bahwa istri mendapat hak waris dari suaminya. Seperempat ( ¼) jika suami tidak mempunyaai anak dan seperdelapan (1/8)  jika suami mempunyai anak.

4)      Firman-Nya, (  غَيْرَ اِخْرَاجٍ )

Para ahli waris suaminya termasuk ahli waris rumahnya tidak boleh mengeluarkan wanita yang ditinggal mati suaminya tersebut dari rumah suaminya selama satu tahun.

5)      Firman-Nya,  ( فَاِنْ خَرَجْنَ  )

Artinya jika wanita tersebut keluar sebelum satu tahun dari rumah suaminya atas keinginannya sendiri, maka tidak apa-apa baginya. Karena pada dasarnya tidak wajib baginya untuk tinggal di rumah suaminya sampai satu tahun. Tetapi walaupun begitu dia tidak boleh menikah sampai selesai masa iddahnya selama setahun.

6)      Firman-Nya,

وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ

“Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi mut‘ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa.” (QS .Al-Baqarah [ 2 ] : 241 )

a)      Ayat ini bersifat umum, bahwa setiap wanita yang di ceari suaminya berhak mendapatkan mut’ah ( uang pesangon) dari suaminya.

b)      Namun keumuman  ayat ini di khususkan dihapus ( nasakh ) dengan ayat lain diantaranya ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] :237 ) yang mengatakan bahwa wanita yang dicerai dan belum digauli suaminya tetapi sudah ditentukan baginya mahar, maka dia mendapatkan setengah dari mahar tersebut.

c)      Sebagian ulama mengatakan bahwa uang pesangon yang wajib hanyalah untuk wanita yang dicerai tetapi belum digauli suaminya dan belum ditentukan maharnya berdasarkan (QS. Al-Baqarah [2] : 236) selain itu, maka pemberian uang pesangon kepada istri yang dicerai hukumnya sunah.

 

كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْن

“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti.” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 242 )

Ayat di atas sebagai penutup penjelasan dari ayat-ayat sebelumnya, yaitu bahwasannya islam menerangkan sesuatu yang lengkap  dalam seluruh aspek kehidupan termasuk salah satunya yaitu, tentang bagaimana memperlakukan wanita yang telah di cerai tetapi belum digauli. Wallahu alam Bishowab.

****

 

Jakarta, Sabtu 12 Februari 2022.

KARYA TULIS