Tafsir An-Najah(QS. 2: 272-274)Bab ke-125 Yang Berhak mendapat sedekah
Yang Berhak Mendapatkan Sedekah
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٢
“Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 272)
Pertama : orang kafir menerima sedekah.
1) Said bin Jabir meriwayatkan dengan sanad mursul dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang sebab turunnya ayat ini. Bahwa kaum muslimin memberi sedekah kepada orang orang fakir dari kelompok kafir dzimmi. Lalu ketika jumlah orang orang fakir dari kaum muslimin banyak, maka beliau bersabda, “ janganlah kalian bersedekah kecuali pada orang Islam.” Lalu turunlah ayat ini yang mengandung izin bersedekah kepada non muslim.
2) Ath-Thabari menceritakan bahwa maksud atau tujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang bersedekah kecuali kepada orang Islam adalah agar mereka mau masuk Islam lalu Allah menurunkan ayat ini.
3) Sedekah yang dibolehkan untuk dibagikan kepada orang orang kafir sebagaimana yang yang disebutkan diatas adalah sedekah tathawu ( sedekah yang tidak wajib ). Karena sedekah wajib atau zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir.
Berkata Ibnu al-Mundzir, “ Telah sepakat ulama yang saya tahu bahwa kafir dzimmi tidak diberikan kepadanya zakat mal.”
Kedua : Sedekah karena Allah.
1) Firman-Nya,
وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ
“Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri.”
a) ( خَيْر ) Pada ayat ini artinya harta karena digandengkan dengan kata infak.
b) Infak yang di niatkan karena Allah, maka pahalanya kembali lagi kepada yang berinfak itu sendiri bukan kepada yang lain. Begitu juga manfaatnya akan di rasakan di dunia sebelm di akhirat. Diantaranya, jiwa menjadi tenang, hartanya menjadi berkah dan berkembang, keluarganya menjadi rukun dan harmonis dan lain-lain.
2) Firman-Nya,
وَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ
“Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah.”
a) Ayat ini sebagai syarat diterimanya sedekah yaitu, harus diniatkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
b) Sebagian megatakan bahwa ayat ini merupakan pujian dan sanjungan kepada para sahabat karena mereka berinfak dengan niat mencari ridha Allah semata.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada Sa’ad bin Abi Waqas,
وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجهَ اللَّه إلاَّ أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى مَا تَجْعلُ في فيِّ امرأَتِكَ متفقٌ عَلَيهِ.
“Dan sesungguhnya kami sekali kalo tidak berinfak dengan ikhlas hanya mencari ridha Allah kecuali kamu di beri pahal atasnya, bahkan apa yang kamu berikan kepada istrimu.” ( HR. Bukhari dan Muslim)
3) Firman-Nya,
وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْن
“Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).”
Ayat di atas menunjukkan bahwa infak dengan diniatkan karena Allah akan mendapat dua hal :
a) Akan dipenuhi pahalanya secara penuh dan sempurna.
b) Tidak akan dikurangi sedikitpun pahalanya dan tidak akan didzalimi.
Ketiga : Ahlu Shuffah.
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 273 )
1) Ayat di atas turun berkenaan dengan orang-orang fakir dari kalangan muhajirin yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal. Diperkirakan jumlah mereka sampai 400 orang. Mereka juga disebut ahlu shuffah.Walaupun kemudian ayat ini berlaku umum untuk semua orang-orang fakir dari kaum muslimin.
2) Fakir adalah orang yang pendapatannya tidak sampai setengah dari kebutuhan hidupnya. Sedangkan miskin adalah orang yang pendapatannya lebih dari setengah kebutuhan hidupnya, tetapi belum menukupinya. Jadi fakir keadaannya lebih parah daripada miskin.
3) Ayat ini juga menjelaskan orang-orang yang berhak mendapatkan zakat, infak dan sedekah dari kaum muslimin.
4) Diriwayatkan bahwa Abu Dzar Al-Ghifari berkata, “ saya termasuk salah satu dari ahlu shuffah. Jika datang waktu sore, kami mendatangi pintu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.kemudian beliau menyuruh para sahabat lainnya untuk membawa beberapa dus ahlu shuffah ke rumahnya. Sehingga tinggal beberapa orng yang tersisa, yaitu sekitar 10 orang atau kurang. Kemudian Rasulullah mengeluarkan hidangan makan mallam, sehingga kami makan bersama beliau. Setelah selesai maka beliau menyuruh kami tidur di masjid.”
Keempat : Kriteria orang yang berhak mendapatkan zakat, infak dan sedekah.
1) ( لِلْفُقَرَاۤءِ ) Mereka orang orang yang fakir. Maksudnya adalah orang yang pendapatannya tidak sampai setengah dari kebutuhan hidupnya.
2) Mereka terikat di jalan Allah.
الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ
Maksudnya bahwa mereka adalah orang orang yang mengorbankan diri untuk kepentingan umat Islam, seperti berjihad di jalan Allah, bekerja dan beraktivitas untuk kemaslahatan umat. Masuk dalam kategori ini, para penuntut ilmu, para ulama yang mengajarkan ilmu mereka, para dai yang setiap hari sibuk berdakwah di masyarakat.
Jika mereka ikut sibuk bekerja mencari nafkah, maka kemaslahatan umat akan terabaikan, tidak terurus bahkan terbengkalai.
3) Tidak bisa bekerja.
لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ
“Sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu”
a) Pada waktu Islam belum menyebar, daerah-daerah dikuasai oleh orang-orang kafir sehingga mereka tidak bisa berpergian ke berbagai tempat karena takut ancaman orang-orang kafir.
b) Untuk zaman sekarang, mereka tidak bisa bekerja karena beberapa faktor seperti lanjut usia, sakit berat, tidak mempunyai keterampilan, tidak terbuka lahan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan sebagainya.
4) Mereka memiliki sifat iffah.
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ
“(orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta).”
a) Ta’affuf adalah sikap menjaga kehormatan diri demi hal-hal yang mencoreng kehormatan mereka, seperti meminta-minta.
b) Sifat ta’affuf ini disebutkan di dalam al-Quran selain pada ayat ini, diantaranya.
وَابْتَلُوا الْيَتٰمٰى حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَۚ فَاِنْ اٰنَسْتُمْ مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوْٓا اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ ۚ وَلَا تَأْكُلُوْهَآ اِسْرَافًا وَّبِدَارًا اَنْ يَّكْبَرُوْا ۗ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۚ وَمَنْ كَانَ فَقِيْرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ فَاِذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ فَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ حَسِيْبًا
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.” ( QS. An-Nisa [4] : 6 )
Maksudnya jika wali anak yatim kaya, maka hendaknya menjaga diri dari mengambil harta anak yatim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur [ 24 ] : 33)
Maksudnya orang orang yang belum punya harta sebagai modal untuk menikah agar menjaga mereka dari perzinaan.
Di dalam hadist disebutkan salah satu doa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beliau biasa berdoa:(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan)” (HR. Muslim no. 2721, At Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3105, Ibnu Hibban no. 900 dan yang lainnya).
c) Intinya bahwa orang yang berhak menerima zakat, infak, sedekah adalah mereka yang fakir, tetapi menjaga diri dari meminta-minta.
5) Mempunyai ciri khusus yang dikenal di masyarakat.
تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ
“Engkau ( Muhammad ) mengatakan mereka melalui ciri-cirinya.”
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan ciri-ciri tersebut, diantaranya, baju mereka kelihatan lusuh, badan tidak terawat, kurus seakan-akan kurang gizi, sering sakit-sakitan. Selain itu terdapat tanda lain, seperti tawadhu, khusyu, terlihat banyak beribadah seperti, shalat malam dan puasa sunah.
6) Tidak meminta-minta.
لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا
“mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain.”
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini .
a) Mayoritas ulama berpendapat bahwa mereka tidak sama sekali meminta-minta karena sifat “at-Ta’affuf.”
b) Sebagaian berpendapat bahwa merek kadang memihak kepada orang lain. Tetapi tidak pernah merengek-rengek atau memaksa ( اِلْحَافًا ). Jadi penekanannya adalah “ tidak memaksa.”
Kelima : bersedekah malam dan siang.
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 274)
1) Berkata Ibnu Katsir, “ayat ini merupakan pujian dari Allah bagi orang-orang yang menginfakahkan hartanya di jalan-Nya serta mencari keridhaan-Nya sepanjang waktu, baik malam maupun siang hari serta di setiap keadaan, baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.”
2) Ayat ini turun berkaitan dengan orang orang yang memiliki kuda yang mereka persiapkan untuk berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka selalu memberi makan kuda-kuda tersebut siang dan malam, baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
3) Dalam hadist Asma’ binti Zaid Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “ Barang siapa yang mengikat kuda ( memelihara dan merawat kuda untuk digunakan berjihad ) di jalan Allah dan memberinya makan, semua ini dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya mengharap pahala dari Nya, maka kenyang, lapar kenyak karena air minum, dahaga, air kencing dan kotoran kuda tersebut semuanya berada di dalam timbangan amal baiknya kelak di hari kiamat.”
4) Firman-Nya,
بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً
“Malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan,”
Di dalam ayat ini kata al-Lail ( waktu malam didahulukan atas kata an-Nahaar / waktu siang karena malam ada terlebih dahulu daripada siang). Dan kata as-Sirr ( secara sembunyi-sembunyi) atas kata al-A’niyah ( secara terang-terangan), hal ini mengandung isyarat lebih utamanya bersedekah secara sembunyi-sembunyi daripada sedekah secara terang-terangan.
****
Jakarta, Ahad 20 Februari 2022.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »