Tafsir An-Najah (QS.2 : 275-277) Bab ke-126 Bahaya Riba
Bahaya Riba
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٧٥
“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275)
Pertama : Pengertian riba.
1) Riba secara bahasa artinya tambahan. Riba disebutkan di dalam beberaa ayat, diantaranya.
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۠ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” ( QS. Ar-Rum [ 30 ] : 39 )
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
فَعَصَوْا رَسُوْلَ رَبِّهِمْ فَاَخَذَهُمْ اَخْذَةً رَّابِيَةً
“Maka mereka mendurhakai utusan Tuhannya, Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras.” ( QS. Al-Haqqah [ 69 ] : 10 )
( رَّابِيَة ) Pada ayat di atas artinya tambahan. Yaitu azab tambahan.
c) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ وَتَثْبِيْتًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۢ بِرَبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَاٰتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَيْنِۚ فَاِنْ لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari rida Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” ( QS. Al-Baqarah [2] : 265 )
( بِرَبْوَةٍ ) artinya dataran tinggi, ada tambahan ketinggian pada tanahnya.
2) Adapun riba secara istilah adalah, tambahan harta tertentu tanpa adanya imbalan di dalam penukaran harta dengan harta. Riba ada dua macam yaitu, riba nasi’ah dan riba fadhl.
a) Riba Nasi’ah adalah mengakhirkan penyerahan salah satu pengganti sampai pada waktu tertentu tanpa adanya tambahan. Nasi’ah sendiri artinya pengakhiran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اِنَّمَا النَّسِيْۤءُ زِيَادَةٌ فِى الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُحِلُّوْنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوْنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوْا مَا حَرَّمَ اللّٰهُ ۗزُيِّنَ لَهُمْ سُوْۤءُ اَعْمَالِهِمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
“Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” ( QS. At-Taubah [9] : 37 )
Contoh riba nasi’ah adalah seseorang menukar mata uang rupiah dengan uang dollar tetapi penyerahan salah satunya diakhirkan, seperti memberikan mata uang rupiah hari itu, tetapi baru mendapatkan mata uang dollar besok paginya.
b) Riba Fadhl adalah penukaran suatu barang dengan barang sejenis, tetapi dengan jumlah yang lebih banyak. Contoh ; seseorang menukar uang sejumlah Rp. 100.000,00 ( baru ) dengan uang jumlah Rp. 110.000,00 ( lama ).
Fadh secara bahasa artinya kelebihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَفَضَّلَ اللّٰهُ الْمُجٰهِدِيْنَ عَلَى الْقٰعِدِيْنَ اَجْرًا عَظِيْمًاۙ
“dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,” ( QS. An-Nisa [ 4 ] : 95 )
3) Firman-Nya,
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰو
“Orang-orang yang memakan riba”
Maksudnya orang-orang yang melakukan transaksi yang mengandung unsur riba atau bekerja di bank-bank konvensional yang di dalamnya terdapat transaksi riba. Disebut memakan riba pada ayat ini, karena makan adalah tujuan utama dari orang bekerja. sering orang mengatakan ketika pergi untuk bekerja, “ ingin mencari sesuap nasi.”
Memakan di sini maksudnya juga memanfaatkan uang riba untuk keperluan-keperluan lainnya. Ini seperti di dalam firman Allah,
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” ( QS. An-Nisa [ 4 ] : 10)
Memakan harta anak yatim pada ayat di atas artinya memanfaatkan dalam berbagai keperluan, diantaranya untuk dibelikan makanan.
Kedua : Kerasukan syaitan.
1) Firman-Nya,
لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ
“tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.”
a) Maksudnya bahwa para pemakan riba tidaklah bangkit dari alam kubur dan digiring ke padang mahsyar kecuali dalam keadaan seperti orang yang kerasukan syaitan. Yaitu dalam keadaan berjalan sempoyongan dan tampak berat sekali karena di dalam perutnya penuh dengan makanan haram ( berupa riba ).
b) Di dalam bacaaan ( Qira’at ) Ibnu Mas’ud pada ayat ini adalah :
لَا يَقُوْمُوْنَ يوم القيامة اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ
Ada tambahan “ hari kiamat” sebagai penguat penafsiran ulama di atas.
c) Para pemakan riba sebelum dibangkitkan dari kubur seperti disebutkan di atas, mereka di dunia hidupnya juga tidak tenang, selalu gelisah, hati tersiksa, tenggelam di dalam masalah-masalah keduniaan. Bahkan banyak dari mereka stress karena dikejar-kejar untuk melunasi hutang-hutangnya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berakhir dengan bunuh diri. Setan telah mampu merasuki mereka.
2) Firman-Nya,
ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا
“Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba.”
Mereka menganggap bahwa jual beli itu seperti riba, karena sama-sama mendapatkan keuntungan dan tambahan. Padahal antara keduanya terdapat banyak perbedaan diantaranya :
a) Bahwa jual beli terdapat barang yang diperjual belikan. Dari barang tersebut seseorang penjual mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam riba tidak ada barang. Si peminjam barang (pemilik modal) hanya bermodalkan uang bukan barang, kemudian dia mendaPatkan keuntungan (bunga) dengan uang tersebut.
b) Bahwa dalam jual beli terdapat resiko atau potensi kerugian jika barang tidak laku. Sedangkan dalam riba tidak ada kerugian atau potensi kerugian, karena uangnya pasti kembali ditambah dengan bungan dan keuntungan.
c) Di dalam jual beli terbuka lapangan kerja, dan orang-orang berlomba-lomba di dalam mencari usaha yang lebih menguntungkan sedang di dalam riba mendidik orang menjadi malas, karena hanya mengandalkan bunga dari para peminjam.
Ketiga : Allah mengharamkan riba.
1) Firman-Nya,
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
a) ( الْبَيْعَ ) pada ayat di atas bersifat umum. Karena ada huruf (ال ) yang menunjukkan keumuman yang mencakupp semua jual beli. Padahal maksud dari ayat itu bahwa yang di halalkan oleh Allah sebagian jual beli, bukan semua jual beli.
b) Terdapat beberapa jual beli yang diharamkan di dalam Islam, diantaranya :
- Jual beli barang najis dan haram.
- Jual beli barang yang tidak dimiliki.
- Jual beli yang mengandung gharar ( ketidak jelasan dan ketidak pastian).
- Jual beli yang mengandung unsur riba.
- Jual beli dengan cara menippu an manipulasi.
- Jual beli dengan cara monopoli.
- Jual beli yang menyebabkan terjadinya perbuatan haram.
- Jual beli pada waktu adzan kedua hari jumat dan jual beli yang dilakukan di masjid.
Keempat : Bertaubat dari riba.
1) Firman-Nya,
فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ
“Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.”
a) Jika seseorang melakukan transaksi riba, kalau belum tahu hukumnya, kemudian datang kepadanya ilmu bahwa riba haram dan dia segera berhenti dari riba.
b) Ibnu Katsir berpendapat bahwa maksud ayat di atas adalah mereka membolehkan riba dengan maksud untuk menentang hukum-hukum Allah Ta’ala yang terdapat di dalam syariat-Nya. Bukan karena mereka mengqiyaskan riba dengn jual beli, sebab orang-orang musyrik tidak pernah mengakui penetapan jual beli yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Quran. Seandainya hal itu termasuk masalah qiyas, niscaya mereka akan mengatakan : “ Sesungguhnya riba itu sama seperti jual beli.” Tetapi dalam hal ini mereka mengatakan, “ Sesungguhnya jual beli itu sama engan riba.” Artinya, keduanya serupa, lalu mengapa Dia mengahramkan yang ini dan menghalalkan yang itu? Memakan riba, maka baginya hasil muamalah yang telah berlalu.
Berkata al-Qurthubi, “ ini hukum dari Allah untuk orang-orang kafir Quraisy dan Bani Tsaqif yang masuk Islam.”
2) Adapun firman-Nya,
وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ
“dan urusannya (terserah) kepada Allah.”
Para ulama berbeda pendapat di dalam menafsirkannya :
a) Maksudnya bahwa orang yang berhenti dari riba digarapkan akan mendapatkan kebaikan dan petunjuk dari Allah di masa mendatang.
b) Maksudnya bahwa orang yang telah berhenti dari riba urusannya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan membimbingnya sehingga istiqomah di dalamya atau malah kembali mengulangi bertransaksi dengan riba lagi.
c) Maksudnya bahwa orang yang sudah berhenti dari memakan riba ini urusannya diserahkan kepada Allah, apakah akan diampuni Allah atau tidak.
قَالَتْ لَهَا أَمُّ مُحَبَّةَ أَمُّ وَلَدٍ لِزَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ-: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، أَتَعْرِفِينَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَتْ: فَإِنِّي بِعْتُهُ عَبْدًا إِلَى الْعَطَاءِ بِثَمَانِمِائَةٍ، فَاحْتَاجَ إِلَى ثَمَنِهِ، فَاشْتَرَيْتُهُ قَبْلَ مَحَلِّ الْأَجَلِ بِسِتِّمِائَةٍ. فَقَالَتْ: بِئْسَ مَا شَرَيْتِ! وَبِئْسَ مَا اشْتَرَيْتِ! أَبْلِغِي زَيْدًا أَنَّهُ قَدْ أَبْطَلَ جِهَادَهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ يَتُبْ قَالَتْ: فَقُلْتُ: أَرَأَيْتِ إِنْ تَرَكَتُ الْمِائَتَيْنِ وَأَخَذَتُ السِّتَّمِائَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، {فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ}.
“la pernah ditanya oleh Ummu Bahnah, yaitu ummu walad Zaid bin Arqam, ‘Wahai Ummul Mukminin, apakah engkau kenal Zaid bin Argam?’ ‘Ya, aku mengenalnya,’ jawab Aisyah. Ummu Bahnah mengatakan: ‘Sesungguhnya aku telah menjualkannya (untuk Zaid) seorang budak kepada Atha’ dengan harga 800 dirham (dengan tempo/utang). Lalu aku memerlukan uang, maka aku membeli kembali (budak itu) (dengan tunai) sebelum sampai waktu pembayaran (sebelum jatuh tempo) dengan harga 600 dirham (tunai).’ Aisyah pun berkata: ‘Alangkah buruknya pembelianmu, alangkah buruknya pembelianmu itu. Sampaikanlah kepada Zaid bahwa ia benar-benar telah menghapuskan pahala jihadnya bersama Rasulullah, jika ia tidak segera bertaubat.’ Ummu Bahnah melanjutkan pertanyaan: ‘Bagaimana menurut pendapatmu, jika aku meninggalkan 200 dirham dan mengambil yang 600. dirham (sebagai pembayaran hutang)?’ Aisyah menjawab: ‘Ya, boleh.’ ‘Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya terserah kepada Allah.” (Atsar ini sudah sangat masyhur dan merupakan dalil bagi orang yang mengharamkan jual beli a’inah (riba terselubung) serta beberapa hadis lain yang berkaitan dengan hal itu yang telah ditetapkan dalam masalah hukum. Ummu walad adalah wanita yang melahirkan anak majikannya)
3) Firman-Nya,
وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
a) Barang siapa yang kembali melakukan transaksi yang mengandung riba dan mengatakan bahwa, “ jual beli sama seperti riba” maka dia telah kafir dan masuk neraka selamanya.
b) Tetapi jika yang melakukan adalah seorang muslim berarti dia telah bermaksiat kepada Allah, maka dia akan masuk ke dalam neraka, walaupun tidak selamanya.
Kelima : Riba tidak berkah.
1) Firman-Nya,
يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.” ( Qs. al-Baqarah [ 2 ] : 276 )
a) Maksudnya Allah akan menghilangkan keberkahan riba di dunia walaupun jumlahnya banyak salah satu bentuk hilangnya keberkahan riba, bahwa para pemakan riba hidupnya tidak tenang walaupun kekayaannya melimpah. Banyak musibah menimpa diri dan keluarganya. Bahkan keluarganyapun tidak harmonis, dan anak-anaknya sering sakit-sakitan.
b) Ibnu Abbas mengatakan bahwa pemakan riba tidak diterima sedekahnya, silaturahminya, haji dan jihadnya.
c) Adapun sedekah akan disebutkan Allah dan diturunkan keberkahannya di dunia sebelum di akhirat. Diceritakan bahwa seseorang pedagang yang secara rutin bersedekah untuk masjid dengan jumlah yang cukup besar, Allah memberkahi usahanya. Keuntungannya menjadi berlipatganda dan dagangannya semakin laris.
d) Disebutkan di dalam hadist Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
لا يَتَصَدَّقُ أحَدٌ بتَمْرَةٍ مِن كَسْبٍ طَيِّبٍ، إلَّا أخَذَها اللَّهُ بيَمِينِهِ، فيُرَبِّيها كما يُرَبِّي أحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، أوْ قَلُوصَهُ، حتَّى تَكُونَ مِثْلَ الجَبَلِ، أوْ أعْظَمَ
“Seseorang tidak bersedekah dengan satu biji kurma yang ia hasilkan dari jalan yang halal kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima dengan kanannya. Lalu Allah merawat dan menjaganya seperti halnya salah satu dari kalian merawat anak kuda taua anak unta miliknya, sehingga sedeah tersebut tumbuh dan berkembang hingga menjadi seppperti gunung atau bahkan lebih besar lagi.” ( HR. Muslim)
2) Firman-Nya ,
وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْم
“Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
Berkata Ibnu Katsir : Maksudnya dia tidak menyukai orang yang hatinya senantiasa ingkar, yang selalu berbuat dosa baik berupa ucapan maupun perbutan. Penyebutan sifat di atas dalam mengakhiri ayat ini sangatlah tepat karena seseorang yang melakukan riba itu pada hakikatnya tidak mau menerima yang halal yang telah ditetapkan Allah baginya dan tidak merasa cukup dengan usaha yang halal tersebut. Bahkan ia berusaha memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Yaitu dengan berbagai macam usaha busuk. Dengan demikian, ia telah mengingkari nikmat Allah Ta’ala yang telah diberikan kepadanya, zhalim dan berbuat dosa dengan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
3) Firman-Nya,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 277 )
a) Ayat ini disebut setelah menjelaskan orang-orang kafir yang senang berbuat dosa, untuk menunjukkan bahwa ada sekelompok hamba-hamba Allah yang beriman kepada hukum-hukum Allah dan taat kepada-Nya serta beramal shaleh yang akan mendapatkan pahala di sisi-Nya. tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula kesedihan di dunia dan di akhirat.
b) Al-Qurthubi berkata, “ disebutkan shalat dan zakat dalam ayat ini padahal sudah termask dalam kategori amal shaleh, untuk menunjukkan keutamaan keduanya. Shalat sebagai ibadah badan yang utama sedangkan zakat adalah ibadah harta yang utama.
****
Jakarta, Ahad 20 Februari 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »