Karya Tulis
574 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 2: 284-286)Bab ke-129 Keutamaan 2 Ayat Akhir


 

Keutamaan Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah

 

لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ وَاِنْ تُبْدُوْا مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللّٰهُ ۗ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٢٨٤

“Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah memperhitungkannya bagimu. Dia mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan mengazab siapa pun yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 284)

 

Pertama : Allah mengetahui isi hati hambanya

Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini.

1)      Pendapat pertama, bahwa ayat ini dihapus dengan ayat selanjutnya. Hal ini karena Allah memberitahukan dalam ayat ini bahwa Dia bukan saja mengetahui, tetapi juga akan menghisab atas segala perbuatan hamba-hamba-Nya baik yang telh mereka kerjakan ataupun apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka. Ini sangat memberatkan hati para sahabat, mereka merasa takut dari perhitungan Allah tersebut, ini karena kedalaman iman dan keyakinan hati mereka.

Di dalam hadist Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu disebutkan :

Tafsir Fathul Qadir karya Imam Syawkani juga mengutip riwayat dari Imam Muslim, Ahmad, dan lainnya:

                                                                                        

وقَدْ أَخْرَجَ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ، وَأَبُو دَاوُدَ فِي نَاسِخِهِ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ الْآيَةَ، اشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَثَوْا عَلَى الرُّكَبِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! كُلِّفْنَا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا نُطِيقُ الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالْجِهَادُ وَالصَّدَقَةُ، وَقَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ هَذِهِ الْآيَةَ وَلَا نُطِيقُهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتُرِيدُونَ أَنْ تَقُولُوا كَمَا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابَيْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا، بَلْ قُولُوا: سَمِعْنا وَأَطَعْنا غُفْرانَكَ رَبَّنا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ فَلَمَّا اقْتَرَأَهَا الْقَوْمُ وَذَلَّتْ بِهَا أَلْسِنَتُهُمْ أَنْزَلَ اللَّهُ فِي أَثَرِهَا: آمَنَ الرَّسُولُ بِما أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ » الْآيَةَ، فَلَمَّا فَعَلُوا ذَلِكَ نَسَخَهَا اللَّهُ فَأَنْزَلَ: لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها إِلَى آخِرِهَا. وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ، وَمُسْلِمٌ، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَالنَّسَائِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ، وَالْحَاكِمُ، وَالْبَيْهَقِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا نَحْوَهُ

“ Ketika ayat 284 turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka hal ini dirasa berat oleh para sahabat, lalu mereka pergi menemui Rasulullah kemudian mereka duduk di atas kedua lutut mereka. Lalu berkata : ‘Wahai Rasulullah kami telah dibebani perintah untuk menunaikan amal-amal yang kami sanggup untuk melakukannya, yaitu shalat, puasa, jihad dan sedekah. Allah telah menurunkan ayat ini kepadamu dan kami merasa tidak mampu untuk mengerjakannya.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Apakah kalian ingin berkata seperti yang dikatakan oleh dua ahli kitab sebelum kalian, “kami mendengar tetapi tidak mentaati’ Akan tetapi ucapkanlah “kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kami kembali’. Lalu merekapun mengucapkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah kepada mereka. Kemudian ketika mereka telah meyakini ayat ini dan lisan mereka telah teriasa membacanya, maka setelah ayat ini Allah menurunkan ayat 285. Kemudian setelh mereka mempraktekannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menasakh dengan ayat 286.’” (HR. Muslim)

2)      Pendapat kedua, “Menyatakan bahwa ayat ini tetap dan tidak dihapus. Alasannya bahwa yang dimaksud perkataan Abu Hurairah pada hadist di atas “ Allah menghapusnya.” Adalah bahwa Allah menghilangkan apa yang membuat para sahabat merasa takut. Ayat 286 bukan ayat yang menghapus ayat 284. Akan tetapi kedudukannya sebagai penjelas dari ayat 284.

Ini dikuatkan dengan hadist abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم

 “Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku apa yang terbesit di dalam hatinya, selama itu tidak diucapkan atau dikerjakan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3)      Pendapat ketiga, menyatakan bahwa ayat mumkamt (tetap) dan bersifat umum,tidak dihapus tetapi maksudnya adalah allah tetap menghisab atas apa yang dibisikkan dalam hati seseorang. Kemudian pada hari kiamat Allah mengampuni orang-orang beriman dan mengadzab orang-orang kafir dan munafik.

 

Kedua : Keutamaan dua ayat terakhir

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

مَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

     “Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (QS. Al-Baqarah [2]: 285)

      Dua ayat terakir dari surah Al-Baqarah yaitu ayat 285 dan 286 ini mempunyai banyak keutamaan diantaranya adalah,

a)      Hadist Ibnu Mas’ud bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

 

مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

“Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir surah al-Baqarah pada waktu malam, maka itu mencukupinya.”

 

b)      Hadist Abu Dzar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

 

أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ البَقَرةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ العَرْشِ لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي

 

“Aku dikarunia Khawatin (penutup) surah al-Baqarah dari gudang di bawah ‘arasy yang tidak diberikan kepada satupun dari para Nabi sebelumku.” (HR. Imam Ahmad)

 

            Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata : “ ketika malaikat Jibril sedang berada bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba tiba ia mendengar suara seperti suara ketukan pintu ketika dibuka, lalu ia melihat ke atas. Lalu ia berkata, ‘itu adalah pintu dari langit yang pada hari ini dibuka, pintu itu sebelumnya tidak pernah dibuka kecuali pada hari ini saja.’ Lalu ada seorang malaikat turun ke Bumi melalui pintu tersebut lalu malaikat Jibril berkata, ‘ia tidak pernah turun kecuali hari ini.’ Lalu malaikat tersebut mengucpkan salam, lalu berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Bergembiralah kamu krena kamu dikaruniai dua cahaya yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum kamu, dua cahaya tersebut adalah surah al-Fatihah dan penutup surah Al-Baqarah, kamu tidak membaca satu huruf pun dari keduanya kecuali huruf itu akan dikaruniai kepadamu.’” (HR. Imam Muslim)

 

Ketiga : Kandungan ayat

Adapun kandungan dua ayat tersebut adalah sebagai berikut :

1)      Tentang keimanan kepada Al-Qur’an , bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para mukminin beriman kepada apa yang diturunkan kepada beliau. Firman-Nya,

 

اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ

 

2)      Tentang keimanan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan para Rasul-Nya. Semua beriman kepada yang disebut di atas. Firman-Nya,

 

كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ

 

Penggalan pertama ayat berbicara tentang rukun iman.

 

      Penutupan surah Al-Baqarah ini sesuai dengan pembukaannya yang menerangkan keimanann kepada yang ghaib, yaitu imn kepada Allah, para malaikat-Nya dan juga kepada kitab-kitab-Nya.

 

      Juga sesuai dengan kandungan isi pertengahan surah Al-Baqarah tepatnya pada ayat 177 ketika berbicara tentang hakikat kebaikan.

 

3)      Tidak membedakan antara para Rasul. Hal ini untuk membantah kaum Yahudi dan Nasrani yang beriman kepada Nabi Musa dan Nabi Isa, tetapi menolak kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Firman-Nya,

 

لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِه

 

4)      Mendengar dan taat kepada seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya. Firman-Nya,

 

وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا

 

Tidak seperti kaum Yahudi yang berkata, “ kami mendengar dan kami tidak taat.” Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 93,

 

قَالُوْا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا

 

Mereka menjawab, “Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati.”

 

5)      Di dalam beribadah kepada Allah, banyak kekurangan dan kekhilafan, makanya harus banyak meminta ampun kepada-Nya dan meyakini semuanya akan kembali kepada-Nya. Firman-Nya,

 

غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

 

6)      Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ini menunjukkan bahwa seluruh ajaran Islam secara umum, mampu dilaksanakan oleh kaum musimin. Dan tidak ada ajaran Islam yang menyebabkan madharat bagi umatnya.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

 

7)      Setiap orang akan mendapat pahala sesuai dengan amal perbuatannya dan akan mendapatkan siksa sesuai dosa yang dikerjakan. Dia tidak akan menanggung dosa yang dikerjakan orang lain.

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Hal ini dikuatkan dengan firman-Nya,

 

قُلْ اَغَيْرَ اللّٰهِ اَبْغِيْ رَبًّا وَّهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍۗ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ اِلَّا عَلَيْهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۚ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

 

Katakanlah (Muhammad), “Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-An’am [6]: 164)

8)      Tiga permohonan yang selayaknya dipanjatkan setiap orang beriman.\

 

a)       رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.”

 

Memohon agar tidak disiksa karena lupa atau sesuatu yang tidak disengaja. Ini sesuai dengan hadist,

 

عن أمتي الخطأ والنسيان وما استُكرهوا عليه

 

“Diangkat dosa dari umatku (tiga hal) : Sesuatu yang tidak disengaja, kelupaan, dan hal-hal yang dipasakan kepadanya.”

 

b)      رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.”

 

Memohon kepada Allah agar tidak dibebani dengan amal ibadah yang berat sebagaimana yang dibebankan kepada kaum Yahudi dan Nasrani, seperti bertaubat dari dosa dengan cara membunuh diri sendiri, berpuasa tanpa didahului dengan sahur dan lain-lainnya. Dengan diutus Nabi Muhammad Shallallau ‘Alaihi wa Sallam syariat yang memberatkan tersebut dihapus dan diganti dengan syariat yang lebih mudah dan ringan.

 

c)       رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ

KARYA TULIS