Karya Tulis
533 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3: 78) Bab ke-160 Kebohongan Ahlul Kitab


 

Kebohongan Ahlul Kitab

وَاِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقًا يَّلْوٗنَ اَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتٰبِ لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتٰبِۚ وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

"Dan sungguh, di antara mereka niscaya ada segolongan yang memutarbalikkan lidahnya membaca Kitab, agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Kitab, padahal itu bukan dari Kitab dan mereka berkata, “Itu dari Allah,” padahal itu bukan dari Allah. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui." (QS. Ali-Imran [3] : 78)

Pertama : memanipulasi kitab suci

1)      Pada ayat ini dijelasknan tentang kebohongan orang-orang Yahudi dalam bentuk lain, yaitu memalsukan, merubah, menambah dan mengurangi ayat-ayat di dalam kitab Taurat.

a)      Firman-Nya,

وَاِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقًا

"Dan sungguh, di antara mereka niscaya ada segolongan" (QS. Ali Imran [3] :78)

 

Diantara mereka (kaum Yahudi) terdapat sekelompok diantaranya, Ka'ab bin Asyrab, Malik bin Shaif dan Huyai bin Ahthab (mereka adalah para pemimpin Yahudi) yang memutar balikan kitab Taurat.

Ka'ab bin Asyrab adalah orang yang keras memusuhi Rasulullah Shallahu Alaihi wa sallam. Sedangkan Huyai bin Ahthab adalah salah satu pemimpin Yahudi yang putrinya dinikahi oleh Rasulullah, yaitu Shofiyah binti Huyai bin Ahthab.

b)      Salah satu pelajaran dari ayat di atas bahwa ternyata kerusakan yang dilakukan sekelompok manusia, sumbernya dari segelintir elit atau pemimpin yang mempunyai tujuan dan maksud jahat.

2)      Firman-Nya,

يَّلْوٗنَ اَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتٰبِ

"segolongan yang memutarbalikkan lidahnya membaca Kitab," (Qs Ali Imran [3] :78)

 

Maksud mereka memutar-mutar, memelintir dan memiringkan lidah mereka dalam membaca Taurat. Beberapa contoh pemelintiran mereka terhadap kitab Taurat yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.

a)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَاِذْ قُلْنَا ادْخُلُوْا هٰذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوْا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَّادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَّقُوْلُوْا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطٰيٰكُمْ ۗ وَسَنَزِيْدُ الْمُحْسِنِيْنَ - ٥٨

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, ‘Masuklah ke negeri ini (Baitulmaqdis), maka makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, dan katakanlah, ‘Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami),’ niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan Kami akan menambah (karunia) bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.’" (Qs al-Baqarah [2] : 58)

Pada ayat di atas orang-orang Yahudi pada zaman Nabi Musa merubah kata "      "حِطَّةٌ (patuh) dengan kata " "حِنْطةٌ)(gandum). Maka pada ayat selanjutnya, Allah menegaskan perbuatan mereka,

فَبَدَّلَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِيْ قِيْلَ لَهُمْ فَاَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا رِجْزًا مِّنَ السَّمَاۤءِ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ ࣖ - ٥٩

"Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang-orang yang zalim itu, karena mereka (selalu) berbuat fasik." (QS Al-Baqarah [2] : 59)

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَّرَاعِنَا لَيًّاۢ بِاَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى الدِّيْنِۗ وَلَوْ اَنَّهُمْ قَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَقْوَمَۙ وَلٰكِنْ لَّعَنَهُمُ اللّٰهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا - ٤٦

"(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa‘ina” dengan memutar-balikkan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali." (QS An-Nisa' [4] : 46)

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi memutar balikan lidahnya dan merubah kata (اُنْظُرْنَا) dengan kata (رَاعِنَا).

c)      Di dalam hadits disebutkan bahwa kalimat (ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ‎ ) mereka ucapkan dengan memutar lidah, sehingga terdengar seperti itu, padahal yang mereka ucapkan adalah (ٱلسَّامُ عَلَيْكُمْ‎) yakni semoga kebinasaan menimpa kalian.

3)      Tujuan mereka mengatakan hal itu ada tiga sebagaimana yang disebutkan Allah,

a)       Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,  

لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتٰبِ

"agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Kitab, padahal itu bukan dari Kitab" (QS. Ali Imran [3] : 78)

b)      Lalu,

وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ

"dan mereka berkata, “Itu dari Allah,” padahal itu bukan dari Allah" (QS. Ali Imran [3] : 78)

 

c)       Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

"Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui." (QS. Ali Imran [3] : 78)

Kedua : Para Nabi Tidak Mengaku Tuhan

مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ ۙ - ٧٩

"Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!”"  (QS Ali Imran [3] : 79)

1)      Sebab turunnya ayat,

a)      Dari Ibnu Abbas Radiyallahu 'Anhu, ia berkata : "Ketika para Rahib Yahudi dan Nashrani dari Najran berkumpu di hadapan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam, dan beliau menyampaikan dakwah kepada mereka untuk masuk Islam, Abu Rafi' al-Furazhi berkata : "Wahai Muhammad, apakah kamu menghendaki kami menyembah kamu seperti orang-orang Nashrani menyembah Isa?". Lalu beliau berkata : "Aku berlindung kepada Allah dari hal itu." Lalu Allah SWT pun menurunkan ayat ini.

b)      Dari Hasan al-Bashri, ia berkata : "Telah sampai kepada saya bahwa ada seorang laki-laki berkata : "Wahai Rasulullah, kami mengucapkan salam kepadamu seprti sebagian kam mengucapkan salam kepada sebagian yang lain, maka apakah kami tidak boleh bersujud kepadamu?". Lalu beliau berkata : " Tidak boleh, tetapi muliakan dan hormatilah Nabi kalian dan ketauhilah serta hormatilah hak keluarganya. Karena tidak boleh bersujud kecuali kepada Allah SWT." Lalu turunlah kedua ayat ini.

2)      Ayat di atas menunjukan kemustahilan seorang Nabi atau Rasul yang diamanati wahyu oleh Allah, lalu dia menyuruh manusia untuk menyembah dirinya.

Karena sesungguhnya dakwah seluruh Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad adalah menyeru manusia untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun juga.

a)      Ini disebut di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ - ٢٥

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (QS. Al-Anbiya' [21] : 25 )

b)      Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ - ٣٦

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS An-Nahl [16] : 36)

3)      Ayat ini juga menunjukan bahwa semua nabi dan rasul berasal dari manusia, bukan berasal dari malaikat.

a)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ - ٧

"Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Anbiya' [21] : 7)

b)      Allah juga berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ - ٤٣

"Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui," (QS An-Nahl [16] : 43)

4)      Ayat di atas juga menunjukan bahwa ilmu dan hikmah menuntut seseorang untuk taat dan mematuhi kewajiban-kewajiban agama.

5)      Ayat di atas mirip dengan firman Allah yang menceritakan pengakuan Nabi Isa Alaihis Salam

وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى الْاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَ  ١١٦ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ مَنْ يَّضِلُّ عَنْ سَبِيْلِهٖۚ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ  ١١٧

"Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS Al-An'am [6] : 116-117)

Ketiga : Menjadi Ulama Rabbani

وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ

" tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!”" (QS Ali Imran [3] : 79)

1)      Orang-orang yang diberi kitab,hikmah, dan kenabian berkata kepada manusia. "Jadilah kalian rabbaniyun"

Apa arti Rabbaniyun?

a)      Rabbaniyun secara Bahasa berasal dari kata (رَبَّانِيّٖ) yang terambil dari kata (رَبَّ) yang mempunyai banyak arti diantaranya : pendidik, perawat, pelindung, penanggung jawab. Ini seperti dalam firman-Nya,

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

"Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam," (QS. Al-Fatihah [1] : 2)

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang mencipta, merawat, mendidik, melindungi alam semesta.

b)      Adapun Rabbaniyun secara istilah para ulama berbeda pendapat di dalam mengartikannya. Berikut sebagian perkataan mereka,

1)      Ulama dan Fuqaha' yang mengamalakn apa yang diperintahkan oleh Rabb (Allah).

2)      Para Ulama' dan orang-orang yang bijak dan bertaqwa.

3)      Ahli ibadah dan ahli taqwa.

4)      Orang yangmendidik manusia dengan mengajarkan dasar ilmu sebelum cabang ilmu, atau mengajarkan ilmu yang sederhana sebelum ilmu yang rumit.

5)      Orang yang menggabungkan ilmu dan siasat.

6)      Orang yang mengerti tentang halal dan haram, perintah dan larangan. Serta mengetahui sejarah bangsa-bangsa.

2)      Proses menjadi Rabbaniyun

Di dalam ayat di atas disebutkan

بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ

"karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!”" (QS. Ali Imran [3] : 79)

Ayat di atas menyebutkan proses menjadi Rabbaniyun yaitu menjadi dua hal :

Pertama : terus menerus mengajarkan kitab suci. Artinya Rabbaniyun itu kegiatan utamanyanya adalah mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat. Terutama mengajarkan Al-Quran dan Sunnah.

            Ini sesuai tugas Nabi dan Rasul, sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ - ١٦٤

"Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Ali Imran [3] : 164)

Kedua : terus menerus mempelajari kitab suci, mentadaburi, merenungi, dan mengkaji tafsirnya.

Kedua sifat Rabbaniyun di atas tergabung di dalam sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

Artinya: Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya. (HR Al-Bukhari)

Keempat : Tidak Menyuruh Berbuat Kafir

وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰۤىِٕكَةَ وَالنَّبِيّنَ اَرْبَابًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ࣖ - ٨٠

"dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi Muslim?" (QS Ali Imran [3] : 80)

1)      Ayat ini adalah lanjutan ayat sebelumnya bahwa para nabi dan rasul tidak mungkin menyuruh manusia untuk menyembah dirinya. Begitu juga tidak mungkin menyuruh untuk menyembah malaikat dan nabi. Disebut malaikat dan nabi secara khusus pada ayat ini, karena pada waktu itu masyarakat jahiliyah dan kaum Yahudi menyembah kedua makhluk tersebut.

2)      Adapun maksud ayat secara keseluruhan adalah menjelaskan bahwa para nabi yang diberi wahyu tidak mungkin menyuruh manusia untuk menyembah selain Allah baik malaikat, nabi, matahari, pohon, bintang, bulan, batu dan makhluk-makhluk lainnya.

3)      Firman-Nya,

اَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

"Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi Muslim?" (QS. Ali Imran [3] : 80)

a)      Para nabi tersebut juga tidak mungkin menyuruh manusia untuk berbuat kekafiran setlah mereka menjadi orang muslim.

b)      Ini menunjukan bahwa terdapat sebagian kecil kaum muslimn yang berbuat kekafiran karena sebab-sebab tertentu, sebagaimana tersebut didalam beberapa ayat Al-Quran, diantaranya :

1)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ - ٥٤

"Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui." (QS. Al-Maidah [5] : 54)

2)      Firman Allah,

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ ۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِه وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا ۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ - ٢١٧

"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”" (QS. Al-Baqarah [2] : 217)

 

***

Jakarta, Ahad 20 Maret 2022

 

 

KARYA TULIS