Karya Tulis
499 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 3:143-144) Bab ke-178 Tabah Menghadapi Cobaan


 

Tabah Menghadapi Cobaan

وَلَقَدْ كُنْتُمْ تَمَنَّوْنَ الْمَوْتَ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَلْقَوْهُۖ فَقَدْ رَاَيْتُمُوْهُ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ

“Dan kamu benar-benar mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; maka (sekarang) kamu sungguh, telah melihatnya dan kamu menyaksikannya.”

(QS. Ali-Imran [3]: 143)

 

Pertama ; Modal Semangat.

1)      Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada beberapa sahabat  yang pernah berkata, “ Andai saja kami memiliki kesempatan seperti kesempaan Perang Badar, kami bisa memerangi kaum musyrikin dan kami bisa memberikan bukti sesuatu yang baik atau kami bisa mendapatkan mati syahid dan pahala surga atau tetap hidup dan mendapatkan harta rampasan perang.” Lalu Allah memberikan apa yang mereka harapkan itu, yaitu Perang Uhud, namun ternyata pada Perang Uhud tersebut mereka tidak mendapatkan apa yang mereka katakan dan yang mereka inginkan tersebut, kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya. Lalu Allah menurunkan ayat ini.

2)      Ayat ini merupakan teguran kepada orang-orang yang terlalu semangat, terutama para pemuda dari kalangan musimin yang belum pernah ikut dalam Perang Badar. Dahulu sebelum terjadinya Perang Uhud, merekalah yang paling semangat untuk bertemu musuh di medan terbuka di luar kota Madinah. Padahal Rasulullah menginginkan untuk bertahan di kota Madinah. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka adalah pejuang-pejuang Islam yang membela Rasulullah dan para pemburu mati syahid. Tetapi ketika Allah mentakdrkan terjadinya Perang Uhud di luar kota Madinah sebagaimana yang mereka inginkan, ternyata kenyataannya di lapangan berbeda dengan apa yang mereka katakana sebelumnya.

 

Kedua : Berangan-Angan Mati.

 

1)      Oleh karenanya Rasulullah melarang umatnya berangan-angan untuk bertemu musuh. Di dalam hadits disebutkan bahwa beliau bersabda,

لا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ العَدُوِّ، وسَلُوا اللَّهَ العَافِيَةَ،

“Janganlah menghara-harap bertemu dengan muuh, dan mohonlah keselamatan kepada Allah.” (HR. Al-Bukhaari dan Muslim).

2)      Al-Qurthubi mnejelaskan bahwa bercita-cita mati yang diperbolehkan adalah bercita-cita mati syahid setelah melalui proses keteguhan dan kesabaran di dalam perang, tidak lari dari musuh dan tidak mengeluh sampai menemui syahid. Bukan sekedar mati di bunuh orang kafir, padahal dia tidak teguh dan tidak sabar di dalam peperangan.

 

3)      Memohon wafat dibolehkan dalam 4 keadaan:

 

a)      Memohon wafat dalam keadaan Islam.

وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ

“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)

يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali-Imran [3]: 102).

b)      Memohon wafat ketika terjadi fitnah

قَالُوْٓا اِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا مُنْقَلِبُوْنَۙ

وَمَا تَنْقِمُ مِنَّآ اِلَّآ اَنْ اٰمَنَّا بِاٰيٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاۤءَتْنَا ۗرَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّتَوَفَّنَا مُسْلِمِيْنَ

“Mereka (para pesihir) menjawab, ‘Sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Dan engkau tidak melakukan balas dendam kepada kami, melainkan karena kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.’ (Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).’”(QS. Al-A’raf [7]: 125-126)

Firman-Nya,

فَاَجَاۤءَهَا الْمَخَاضُ اِلٰى جِذْعِ النَّخْلَةِۚ قَالَتْ يٰلَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هٰذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَّنْسِيًّا

“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, ‘Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.’” (QS. Maryam [19]: 23).

c)      Memohon wafat untuk menghindari maksiat. Ini terdaat dalam hadits Anas bin Malik,

وتوفني إذا كانت الوفاة خيراً لي

“Dan buat aku mati jika kematian itu baik untukku”

Juga dalam hadits Abu Hurairah,

وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِّيْ مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Serta jadikanlah kematianku sebagai pemberhentian dari melakukan perbuatan buruk” (HR. Muslim).

d)      Memohon wafat karena rindu kepada Allah, karena dia mencintai-Nya. mati syahid termasuk dalam kategori ini.

 

 Sahal bin Abdullah Al-Tustari berkata, “ Tidak berangan-anagn mati kecuali tiga golongan,

1)      Orang yang bodoh tentang hari akhir.

2)      Orang yang lari dari takdir Allah.

3)      Orang yang mencintai Allah dan rindu bertemu dengan-Nya.

 

Ketiga : Berpaling dari Ajaran Islam.

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ

“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (QS. Ali-Imran [3]: 144)

1)       Ayat ini masih lanjutan dari ayat sebelumnya yang berisi teguran kepada sebgian prajurit (tentara) Islam yang tidak teguh dan sabar pada Perang Uhud, bahkan mereka melarikan diri dari medan perang  meninggalkan Rasulullah sendiri, hanya ditemani beberapa sahabat saja.

2)      Pada saat-saat seperti itu ada seseorang yang menyebarkan isu bahwa Rasulullah terbunuh. Maka sebagian orang berkata, “Menyerahlah kalian kepada mereka ( musuh), karena mereka tidak lain adalah saudara kalian.” Tetapi ada sebagian lain berkata, “Tetaplah kepada apa yang telah ditetapi oleh Nabi kalian, hingga Allah memberi kemenangan kepada kalian atau kalian terbunuh.” Maka turunlah ayat ini.

3)      Nabi Muhammad adalah seorang Rasul dari manusia. Seperti rasul-rasul sebelumnya. Sebagaimana di dalam firman-Nya

وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

وَمَا جَعَلْنٰهُمْ جَسَدًا لَّا يَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوْا خٰلِدِيْنَ

“Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan dan mereka tidak (pula) hidup kekal.”  (QS. Al-Anbiya [21]: 7-8)

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An-Nahl [16]: 43)

 

Seorang manusia cepat atau lambat akan mati, tidak mungkin hidup selamanya, Allah berfirman,

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَۗ اَفَا۟ىِٕنْ مِّتَّ فَهُمُ الْخٰلِدُوْنَ

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad); maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal? Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-anbiya [21]: 34-35)

Ayat di atas menunjukkan bahwa para rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, telah mati sejak Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, bahkan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya mati dibunuh orang-orang kafir. Tetapi walaupun begitu, para pengikutnya tetap melaksanakan ajarannya dan agamanya tetap hidup.

4)      Ayat ini juga untuk menjelaskan bahwa Tuhan yang disembah kaum muslimin adalah Allah, bukan Nabi Muhammad. Oleh karenanya jika beliau wafat atau terbunuh. Kaum muslimin tidak boleh berpaling dari ajarannya atau kembali murtad ke agama lain atau kembali menyembah berhala. Jika ada yang berbuat demikian maka hal itu tidak akan memberikan mudharat sedikitpun kepada Allah atau agama Allah, kecuali kepada dirinya.

 

a)       Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ”

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”  (QS. Al-Maidah [5]: 54)

 

Ayat ini menjelaskan bahwa jika ada yang berpaling dari ajaran Islam atau murtad berpindah ke agama lain, maka Allah akan menggantikan mereka dengan kaum yang berpegang teguh pada ajaran-Nya. inilah makna bahwa murtadnya seseorang dari agama Islam tidak akan memberikan mudharat sedikitpun kepada Allah.

 

b)      Ini dikuatkan dengan firman-Nya,

وَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ

“Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar) Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu (ini).” (QS. Muhammad [47]: 38)

Ayat ini menguatkan ayat sebelumnya dalam surah Al-Maidah tetapi yang menarik bahwa ayat ini terletak diakhir surah Muhammad. Seakan ingin memberitahukan bahwa jika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam meninggal atau terbunuh, kemudian ada sebagian yang berpaling dari ajaran-Nya, maka Allah akan mengganti mereka dengan kaum lain yang lebih baik dan tidak serupa dengan mereka yang berpaling.

 

5)      Sikap yang paling baik, jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat atau terbunuh adalah terus melanjutkan risalahnya dengan mengamalkannya, mendakwahkannya, berjihad di jalannya sampai ajal menjemput. Inilah yang disebut oleh Allah dalam ayat ini sebagai orang-orang yang bersyukur dan Allah akan memberikan pahala kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ

“Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.”

 

Yaitu bersyukur kepada nikmat agama Islam dengan mengamalkannya, mndakwahkannya, dan memperjuangkannya sampai titik darah yang terakhir. Allah berfirman,

وَلَقَدْ نَعْلَمُ اَنَّكَ يَضِيْقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُوْلُوْنَۙ

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِّنَ السَّاجِدِيْنَۙ

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ

“Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (salat), Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (QS . Al-Hijr [15]: 97-99)

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa di saat sempit dan krisis, termasuk mendapatkan kekalahan dalam Perang Uhud, seorang muslim hars tetap istiqomah di dalam beribadah kepada Allah sampai datang kepadanya “Keyakinan” yaitu kematian karena mati seseuatu yang akan datang secara menyakitkan.

 

Keempat : Ketegaran Para Sahabat.

 

1)      Sikap seperti di atas telah dicontohkan oleh Anas bin Nadhir Radhiyallahu Anhu paman dari Anas bin Malik, salah satu prajurit Perang Uhud. Ketika isu terbunuhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sampai kepadanya dia berkata, “ Jika Muhammad terbunuh maka sesungguhnya Tuannya Muhammad tidak terbunuh. Tetaplah berjihad untuk membela ajarannya dan carilah mati syahid.” Kemudian dia berkata lagi, “ Ya Allah aku memohon ampun dari apa yang mereka katakana, dan saya berlepas diri dari apa yang mereka lakukan.” Kemudian beliau menggenggam erat pedangnya dan meneruskan pertempuran hingga terbunuh dan mati syahid.”

 

2)      Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu juga bersikap yang sama. Ketika ayat 144 surah Ali-Imran ini turun, beliau berkata, “ Sungguh kami tidak akan berbalik ke belakang setelah Allah memberi petunjuk kepada kami. Sungguh demi Allah jika Rasulullah meninggal dunia atau terbunuh, maka sunguh saya akan berperang atas apa yang karenanya, berperang hingga saya mati. Sungguh demi Allah saya adalah saudara beliau, orang dekat beliau, maka siapakah yang lebih berhak terhadap beliau dari saya.

 

 

3)      Imam Buakhari meriwayatkan suatu ketika Abu Bakar Radhiyallahu Anhu  datang dengan naik kuda dari rumahnya di salah satu kawasan tinggi kota Madinah. Lalu ia turun dan masuk ke dalam masjid tana berkata sepatah kata pun kepada orang lain hingga ia masuk ke dalam rumah Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Lalu ia langsung melangkah mendekati jenazah Rasulullah yang ditutup dengan hibarah (sejenis selimut Yaman yang terbuat dari kapas yang diberi hiasan berupa garis-garis). Lalu ia membuka wajah Rasulullah, memeluk wajahnya dan menciumnya sambil menangis, lalu berkata, “ Sungguh demi Allah, wahai Rasulullah Allah tidk memberikan dua kematian atas dirimu (maksudnya setelah beliau wafat, tidak akan hidup kembali) adapun kematian yang memang telah ditentukan untukmu, maka sungguh sekarang kamu telah mengalaminya.

 

4)      Dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu bahwa ketika terjadi prahara atas wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar keluar dan waktu itu Umar sedang berbicara kepada irang-orang. Lalu Abu Bakar berkata kepadanya, “ Duduklah wahai Umar.” Lalu berkata, “ Wahai orang-orang, barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesunggunya Muhammad teah mati dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka dia Maha Kekal, dan tidak akan pernah mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ

“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (QS. Ali-Imran [3]: 144)

5)      Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu juga berkata, “Sesungguhnya demi Allah, kala itu seakan-akan semua orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan.ayat ini, hinggga Abu Bakar membacakannya kepada mereka. Lalu setelah Abu Bakar membaca ayat ini. Maka semua orang membaca ayat ini dan saya tidak mendengar seseorang kecuali ia membaca ayat ini.

 

6)      Diriwayatkan bahwa Umar Radhiyallahu Anhu berkata. “Sungguh demi Allah ketika mendengar Abu Bakar membacakan ayat ini, saya langsung lemas hingga kedua  kakiku tidak mampu menopang tubuhku hingga akhirnya saya pun jatuh ke tanah.”

 

****

 

Jakarta, Ahad 3 April 2022

KARYA TULIS