Karya Tulis
482 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3:145-146) Bab ke-179 Ajal di Tangan Allah


 

Ajal di Tangan Allah

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الْاٰخِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ

“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyuku.” (QS. Ali-Imran [3]: 145)

 

Pertama : Ajal di Tangan Allah.

1)      Ayat di atas menjelaskan bahwa umur manusia sudah ditetapkan oleh Allah batas waktunya (كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا). Hal itu tertulis dalam kitab Lauhul Mahfudz sejak 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi, sebagaimana yang disebut di dalam hadits,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

"Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Rasulullah menambahkan: 'Dan arsy Allah itu berada di atas air." (HR. Muslim, no :  4797)

2)      Ajal manusia yang tertulis dalam Lauhul Mahfudz tersebut, dikuatkan lagi penetapannya. Ketika manusia masih dalam kandungan ibunya, sebagaimana di dalam hadits  Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu,

حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًانُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

 “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami, dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan sabdanya, “ Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (zigot), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3)      Banyak ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang umur manusia, diantaranya.

a)       Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

رَبِّ لَوْلَآ اَخَّرْتَنِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۚ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ

وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَاۤءَ اَجَلُهَاۗ وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh. Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Munafiqun [63]: 10-11)

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A’raf [7]: 34)

 

c)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ

Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab (tertentu).” (QS. Ar-Ra’du [13]: 38)

 

d)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَاِنَّا لَنَحْنُ نُحْيٖ وَنُمِيْتُ وَنَحْنُ الْوَارِثُوْنَ

وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنْكُمْ وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَأْخِرِيْنَ

“Dan sungguh, Kamilah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. Dan sungguh, Kami mengetahui orang yang terdahulu sebelum kamu dan Kami mengetahui pula orang yang terkemudian.” (QS. Al-Hijr [15]: 23-24)

e)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ اَزْوَاجًاۗ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ اُنْثٰى وَلَا تَضَعُ اِلَّا بِعِلْمِهٖۗ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Fathir [35]: 11)

 

f)       Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ طِيْنٍ ثُمَّ قَضٰٓى اَجَلًا ۗوَاَجَلٌ مُّسَمًّى عِنْدَهٗ ثُمَّ اَنْتُمْ تَمْتَرُوْنَ

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya.” (QS. Al-Anam [6]: 2)

 

g)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّٰهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّلٰكِنْ يُّؤَخِّرُهُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. An-Nahl [16]: 61)

 

 

4)      Apa hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya?

Pada ayat sebelumnya sebagian tentara pasukan Islam lari meninggalkan medan perang karena takut mati sehingga pasukan Islam kalah. Ayat ini mengingatkan bahwa mati dan hidup itu di tangan Allah, sudah ditentukan waktunya semenjak 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Oleh karenanya dalam setiap peperangan seorang muslim harus terus teguh dan sabar menghadapi musuh. Jika Allah mentakdirkan hidup maka dia akan selamat dan hidup setelahnya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh Allah. Jika Allah mentakdirkan mati dalam peperangan tersebut, maka walaupun di lari dan bersembunyi di dalam benteng besi maka dia akan mati juga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jumuah [62]: 8)

 

Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

“Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini dari sisi Allah,’ dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, ‘Ini dari engkau (Muham-mad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?’”(QS. An-Nisa [4]: 78)

 

Kedua : Menginginkan Dunia.

وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الْاٰخِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ

Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu,”

1)      Ayat ini menegur secara halus, sebagian tentara pasukan Islam yang ikut berjihad dengan tujuan mendapatkan dunia, seperti harta rampasan perang ( ghanimah). Jika seseorang beramal bukan dniatkan karena Allah, maka Allah tidak akan memberinya taufik dan pertolongan-Nya kepadanya. Di dalam berjihad, jika tidak diniatkan untuk menegakkan kalimat Allah maka tidak dikategorikan sebagai jihad fii sabilillah, sehingga berpotensi untuk kalah.

2)      Di dalam hadits disebutkan,

عن أبي موسى الأشعري-رضي الله عنه- قال: «سُئِلَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم- عَنْ الرَّجُلِ: يُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً، أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ الله؟ فَقَالَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم-: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ الله هِيَ الْعُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ الله».

Dari Abu Musa Al-Asy'ari -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Rasulullah Shallāhu 'Alaihi wa Sallam- pernah ditanya mengenai seseorang yang berperang karena keberanian, berperang karena dendam dan berperang karena ria, manakah di antara mereka yang berperang di jalan Allah?" Rasulullah -Shallāhu 'Alaihi wa Sallam- menjawab, "Orang yang berperang agar kalimat Allah menjadi tinggi, maka dialah yang berperang di jalan Allah.’”

 

3)      Ayat-ayat yang kandungannya mirip dengan ayat ini adalah sebagai berikut.

a)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.”

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan. “ (QS. Hud [11]: 15-16)

 

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.”

وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا

“Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.”

  كُلًّا نُّمِدُّ هٰؤُلَاۤءِ وَهٰٓؤُلَاۤءِ مِنْ عَطَاۤءِ رَبِّكَ ۗوَمَا كَانَ عَطَاۤءُ رَبِّكَ مَحْظُوْرًا

“Kepada masing-masing (golongan), baik (golongan) ini (yang menginginkan dunia) maupun (golongan) itu (yang menginginkan akhirat), Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.”

اُنْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ وَلَلْاٰخِرَةُ اَكْبَرُ دَرَجٰتٍ وَّاَكْبَرُ تَفْضِيْلًا

“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaan.” (QS. Al-Isra [17]: 18-21)

 

4)      Ayat-ayat di atas termasuk ayat 145 dalam surah Ali –Imran manunjukkan bahwa siapa yang bersungguh-sungguh mencari dunia, maka allah akan membaikkan kepadanya ssuai dengan kesungguhannya. Tetapi di akhirat dia tidak mendapatkan apapun dan dia termasuk orang yang merugi. Ali bin Abi Thalib berkata,

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”

Ketiga : Nabi Ikut Berperang.

وَكَاَيِّنْ مِّنْ نَّبِيٍّ قَاتَلَۙ مَعَهٗ رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌۚ فَمَا وَهَنُوْا لِمَآ اَصَابَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ

“Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran [3] : 146)

1)      Ayat ini masih lanjutan ayat sebelumnya, masih berupa teguran halus atau sindiran bagi mereka yang lari dari Perang Uhud dan meninggalkan Rasul di medan perang. Bahwa dahulu juga terdapat banyak para nabi yang berperang di jalan Allah beserta para pengikut setia membela agama Allah. Namun merea tidak bersikap lemah ketika nabi mereka terbunuh atau banayk dari pasukan yang terluka. Mereka tetap bersemangat melanjutkan perjuangan, mereka tidak mau menyerah kepada musuh tidak pula tergoda dengan harta atau pisau perang dan tidak pla lari ke belakang tetapi mereka tetap tegar, tabah dan sabar dala mnghadapi musuh sampai mendapatkan kemeangan atau mati syahid.

2)      Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan,

وَكَاَيِّنْ مِّنْ نَّبِيٍّ قتلۙ مَعَه رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌۚ

“Dan betapa banyak nabi ( yang terbunuh) bersamanya sejumlah besar pengikutnya.”

Artinya bahwa nabi yang terbunuh. Adapun pada bacaan yang masyhur bahwa nabi berperang (قَاتَلَ). Untuk bacaan (قتل) yang artinya “nabi terbunuh” para ulama berbeda pendapat.

Pendapat pertama, bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan ada seorang nabi yang terbunuh di medan perang. Menurut pendapat ini, maka cara membacanya harus berhenti pada kata (قتل) yang artinya, “ Berapa banyak nabi yang terbunuh, bersamanya sejumlah besar pengikutnya.” Disini yang terbunuh hanyalah nabi saja sedang pengikutnya tidak terbunuh. Nabi yang terbunuh disini adalah nabi yang terbunuh di luar medan perang, karena tidak ada yang terbunuh dalam peperangan diantara nabi yang terbunuh di luar peperangan adalah Nabi Zakaria dan Nabi Yahya.

Pendapat kedua, bahwa terdapat nabi yang terbunuh dalam medan perang. Menurut pendapat ini bacaannya tidak harus berhenti pada kata (قتل) tapi boleh dilanjutkan pada kalimat berikutnya. Yang jika diartikan, “ Berapa banyak nabi yang terbunuh bersama sejumlah besar pengikutnya.” Disini yang terbunuh adalah nabi dan sebagian besar pengikutnya.

Maksud terbunuh pada ayat ini adalah terbunuh dalam peperangan. Yang lebih tepat dari dua bacaan tersebut adalah bacaan yang masyhur yang tertulis di dalam mushaf yaitu, Bearapa banyak nabi yang ‘berperang’ (قَاتَلَ ). Hal itu karena berperang mencakup dua keadaan.

a)      Berperang kemudian mati.

b)      Berperang kemudian masih hidup, sebagaimana yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada Perang Uhud.

Keempat : 5 Sifat Para Pengikut Nabi.

فَمَا وَهَنُوْا لِمَآ اَصَابَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ

“Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”

Ayat ini menjelaskan 5 sifat para pengikut nabi-nabi terdahulu ketika mereka di medan perang, dimana 5 sifat ini seharusnya juga dimiliki juga oleh para sahabat Rasulllah.

1)      Tidak merasa lemah (فَمَا وَهَنُوْا). Lemah disini berkaitan dengan jasmani. Ada yang me nngatakan bahwa lemah wahnun adalah rasa takut yang membuat tekad mengendor dan turunnya semangat. Disebutkan di dalam hadits yang panjang, bahwa Rasulullah bersabda,  

 

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ السَّلاَمِ، عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ‏"‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ ‏"‏ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ‏"‏ ‏.‏ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ ‏"‏ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ‏"‏ ‏.‏

 

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: Orang-orang akan segera memanggil satu sama lain untuk menyerang Anda sebagai orang ketika makan mengundang orang lain untuk berbagi hidangan mereka. Seseorang bertanya: Apakah itu karena jumlah kami yang kecil saat itu? Dia menjawab: Tidak, Anda akan banyak pada saat itu: tetapi Anda akan menjadi sampah dan sampah seperti yang dibawa oleh aliran deras, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari Anda dari dada musuh Anda dan keteguhan terakhir ke dalam hati Anda. Seseorang bertanya: Apa itu wahn (energi). Rasulullah (): Dia menjawab: Cinta dunia dan tidak suka kematian.”

 

2)      Tidak merasa lesu (وَمَا ضَعُفُوْا) lesu disini artinya lemah tekad. Jadi lemah jasmani (wahn) menyebabkan rasa lesu ( dhaifun) dan lemah tekad.

3)      Tidak menyerah (وَمَا اسْتَكَانُوْا) maksudnya menyerah disini aalah menyerah kepada msuuh, sebagaimana yang perah dilakukan oleh sebagian kaum muslimin di dalam Perang Uhud yang mengatakan “ Kita menyerah saja kepada mereka, mereka juga saudara kita.”

 

Hubungan anatra 3 sifat di atas adalah, ketika mereka ditimpa musibah dalam perang dengan banyaknya pasukan yang luka dan mati atau bahkan nabi mereka terbunuh. Mereka tidak takut dengan musuh sehingga mereka tetap kuat jasmani dan badannya sehingga menyebabkan kuatnya tekad dan tidak menyerha terhadap musuh.

Sedangkan tiga sifat sebaliknya adalah mereka takut dengan musuh sehingga menyebabkan lemahnya jasmani dan lemah tekad. Dan menyebabkan pasrah terhadap musuh.

 

4)      Mereka sabar dalam menghadapi musuh.

وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ

maksud sabar disini adalah tetap teguh dan tegar serta tidak melarikan diri. Sabar dan ketika terkena luka,bahkan sabar ketika menemui mati syahid.

 

5)      Mereka selalu berdoa ketika menghadapi musuh. Doa mereka adalah,

 

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاِسْرَافَنَا فِيْٓ اَمْرِنَا وَثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

“Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Ali-Imran [3]: 147)

 

****

 

Jakarta, Ahad 3 April 2022.

KARYA TULIS