Tafsir An-Najah (QS.3:154-155)Bab ke-184 Segala Urusan di Tangan Allah
Segala Urusan di Tangan Allah
ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَاسًا يَّغْشٰى طَۤاىِٕفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ يُخْفُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ مَّا لَا يُبْدُوْنَ لَكَ ۗ يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا ۗ قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ وَلِيَبْتَلِيَ اللّٰهُ مَا فِيْ صُدُوْرِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ ١٥٤
“Setelah kamu ditimpa kesedihan, kemudian Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah mencemaskan diri mereka sendiri. Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Seandainya ada sesuatu yang dapat kami perbuat dalam urusan ini, niscaya kami tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Seandainya kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Ali-Imran [3]: 154)
Pertama: Tidur sebagai penentram
1) Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebagai Pelindung dan Penolong kaum Muslimin, khususnya di medan peperangan. Pada ayat ini Allah menurunkan salah satu bentuk perlindungan dan pertolongan-Nya, yaitu diturunkan rasa kantuk yang luar biasa, sehingga kebanyakan kaum muslimin yang ikut berperang terserang rasa kantuk dan tertidur walau sebentar. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata “Mengantuk dalam perang dari Allah dan mengantuk dalam salat berasal dari setan.”
2) Salah satu manfaat mengantuk adalah sebagai penentram hati dan pikiran. Kaum muslimin yang mengalami kekalahan perang dengan luka-luka yang mereka derita dan banyak teman-teman mereka yang terbunuh, di pastikan peristiwa memilukan ini akan mengganggu pikiran mereka. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan rasa kantuk kepada mereka agar pikiran dan hatinya menjadi tenang. Abu Thalhah berkata “Aku termasuk orang yang di hinggapi rasa kantuk pada perang Uhud, sehingga pedangku terjatuh dari tanganku berkali-kali, jatuh dan kuambil, jatuh dan kuambil.”
3) Hal sama terjadi pada perang Badar, di mana kaum Muslimin tidak bisa tidur pada malam hari sebelum perang terjadi. Mereka resah dan gelisah karena besok harinya akan menghadapi pasukan musuh dalam jumlah yang jauh lebih banyak dan dengan peralatan perang yang lebih lengkap. Sedangkan mereka jumlahnya jauh lebih sedikit dengan peralatan perang apa adanya, karena pada awalnya tidak ada niat berperang. Banyak hal yang mengganggu pikiran mereka.
4) Allah sendiri menggambarkan secara detail keadaan kaum Muslimin sebelum terjadinya perang Badar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يُجَادِلُوْنَكَ فِى الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَاَنَّمَا يُسَاقُوْنَ اِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُوْنَ ۗ ٦
“Mereka membantahmu (Nabi Muhammad) tentang kebenaran (Perang Badar) setelah nyata (bahwa mereka pasti menang) seakan-akan mereka dihalau pada kematian dan melihat (sebab kematian itu).” (QS. Al-Anfal [8]: 6)
Dalam keadaan seperti itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan pertolongan-Nya dengan memberikan kepada mereka rasa kantuk yang amat sangat, sehingga hampir seluruh pasukan tertidur sebelum terjadi perang sebagai penentram hati mereka. Sebagaimana dalam firman-Nya,
اِذْ يُغَشِّيْكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلٰى قُلُوْبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْاَقْدَامَۗ ١١
“(Ingatlah) ketika Allah membuat kamu mengantuk sebagai penenteraman dari-Nya dan menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu, menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu, dan menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu.” (QS. Al-Anfal [8]: 11)
5) Sebagian ulama membedakan kata (الامنة) dengan kata (الا من)
Kata (الا منة) artinya rasa aman dan ketentraman dalam hati setelah sebelumnya diliputi rasa takut dan tidak tenang. Sedangkan kata (الا من) artinya rasa aman dan ketentraman hati secara umum, walaupun sebelumnya tidak diliputi rasa cemas dan takut.
6) Bisa tidur nyenyak atau tidur yang berkualitas sangat penting di dalam menjaga kesehatan hati dan kesehatan badan sekaligus.
Betapa banyak di zaman sekarang orang-orang yang di berikan jabatan tinggi dan kekayaan yang melimpah mengalami kesulitan tidur. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian mengkonsumsi obat tidur yang bisa membahayakan kesehatan.
Ayat ini menegaskan betapa rasa kantuk dan bisa tidur adalah nikmat besar yang Allah berikan kepada hamba-Nya.
Kedua: Mereka yang cemas
وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ
“sedangkan segolongan lagi telah mencemaskan diri mereka sendiri. Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah”
1) Sebelumnya telah dijelaskan bahwa mayoritas kaum Muslimin yang ikut perang Uhud diliputi rasa kantuk sehingga mereka tertidur walau sebentar. Hal itu untuk memberikan rasa aman dan tentram dalam hati dan jiwa mereka. Pada potongan ayat ini dijelaskan bahwa di sana terdapat kelompok kaum Muslimin yang di cemaskan oleh diri mereka sendiri sehingga mereka tidak mengantuk.
2) Kata (اَهَمَّتْهُمْ) dari (الهم) yang artinya gelisah atau cemas, karena memikirkan sesuatu di masa mendatang yang belum terjadi. Di dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallallahu Anhu disebutkan doa menghilangkan kesedihan.
3) Apa yang membuat mereka gelisah dan tidak bisa tidur? Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawabnya pada ayat berikutnya,
يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ
Dari ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa prasangka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam:
a) Prasangka jahiliyah
b) Prasangka baik
a. Prasangka jahiliyah
Yang termasuk prasangka Jahiliyah adalah sebagai berikut;
1) Berprasangka bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya akan kalah perang. Sebagaimana dalam firman-Nya,
2) Berprasangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengetahui banyak yang dikerjakan manusia.
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُوْنَ اَنْ يَّشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَآ اَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُوْدُكُمْ وَلٰكِنْ ظَنَنْتُمْ اَنَّ اللّٰهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيْرًا مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ ٢٢
وَذٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِيْ ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ اَرْدٰىكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ ٢٣
“Kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan. Itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu. (Dugaan) itu telah membinasakan kamu sehingga jadilah kamu termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Fushilat [41]: 22-23)
b. Prasangka Baik
prasangka baik ini mencakup hal-hal sebagai berikut;
1) Berprasangka dalam arti yakin akan bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala Sebagaimana dalam firman-Nya,
بَلْ ظَنَنْتُمْ اَنْ لَّنْ يَّنْقَلِبَ الرَّسُوْلُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ اِلٰٓى اَهْلِيْهِمْ اَبَدًا وَّزُيِّنَ ذٰلِكَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِۚ وَكُنْتُمْ قَوْمًاۢ بُوْرًا ١٢
“Bahkan, (semula) kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin sama sekali tidak akan kembali lagi kepada keluarga mereka selama-lamanya dan dijadikan terasa indah yang demikian itu di dalam hatimu. Kamu telah berprasangka buruk. Oleh sebab itu, kamu menjadi kaum yang binasa.” (QS. Al-Fath [48]: 12)
2) Berprasangka baik kepada Allah. Di dalam hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
4) Orang-orang yang gelisah dan cemas dari golongan munafik atau yang imannya lemah mengatakan,
يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ
“Mereka berkata, Adakah kami hak? Untuk campur tangan dalam urusan ini?”
Maksudnya mereka kesal karena saran mereka untuk berperang di dalam kota Madinah tidak diterima. Mereka berlepas diri dari kekalahan yang menimpa kaum Muslimin.
Ketiga: Segala urusan ditangan Allah
قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ
1) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diperitahkan Allah untuk menjawab perkataan mereka,
قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰه
“Katakanlah bahwa seluruh urusan di tangan Allah”
Maksudnya bahwa apa yang terjadi merupakan takdir dari ketetapan Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يُخْفُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ مَّا لَا يُبْدُوْنَ لَكَ
“Mereka menyembunykan di dalam diri mereka apa yang tidak mereka terangkan kepada-Nya”
2) Sebenarnya ada sesuatu yang mereka pendam di dalam hati mereka dan tidak mau mengungkapkannya secara terus terang, takut terbongkar kedok mereka.
3) Kemudian Allah menampakan apa yang mereka sembunyikan, dan menyebutkannya di dalam firman-Nya,
يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا
“mereka berkata ‘sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini niscaya kami tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.”
4) Perkataan ini mereka ucapkan dalam diri mereka, atau ucapkan kepada sesama teman mereka yang munafik. Abdullah bin Zubair berkata, “Aku sedang bersama Rasulullah ﷺ, lalu kami dihinggapi rasa kantuk yang sangat berat. Kami menyaksikan Allah mengirim rasa kantuk kepada kami, sehingga tidak ada satupun di antara kami kecuali dagunya terkulai jatuh di dadanya.” Demi Allah pada saat itu aku mendengar apa yang dikatakan Mu’tab bin Qusyair (salah satu pimpinan munafik) seakan aku mendengarnya dalam mimpi. Mu’tab berkata, “Seandainya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh.
5) Kemudian nabi diperintahkan untuk menjawab pernyataan diatas dengan jawaban sebagai berikut,
قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ
” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Seandainya kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.”
Maksud ayat diatas adalah segala sesuatu telah ditetapkan Allah sebelum sesuatu itu terjadi. Jika seseorang telah ditakdirkan Allah meninggal dalam perang Uhud umpamanya, walaupun dia memilih tinggal di rumah bersama istri dan anaknya atau berperang di dalam kota, tetap saja orang yang ditaqdirkan meninggal tadi akan keluar dari rumahnya atau keluar dari kota Madinah ke tempat dimana Allah taqdirkan kematian baginya.
Jadi tidak ada alasan untuk berandai-andai jika sesuatu itu sudah terjadi, karena berandai-andai dalam keadaan seperti itu akan membuka pinti syaithan untuk mnyesatkan manusia.
6) Di dalam hadits shahih disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim No. 2664)
Hal ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ ٢٢
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ ٢٣
“Tidak ada bencana (apa pun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah. (Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid [57]: 22-23)
Ayat ini menunjukkan bahwa apa yang sudah terjadi di muka bumi ini semuanya sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Maka tidak ada manfaatnya berandai-andai terhadap sesuatu yang sudah terjadi.
Kesimpulannya bahwa yang terjadi dalam perang Uhud termasuk kekalahan pasukan Islam dan terbunuhnya 70 orang Anshor serta luka-luka yang di derita oleh sebagian yang masih hidup adalah taqdir Allah yang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz.
Tidak ada alasan untuk berandai-andai seperti yang dikatakan orang-orang munafik, “Jika bertahan di kota Madinah, kita tidak akan kalah atau tidak akan terjadi musibah seperti ini.” Perkataan seperti itu termasuk bagian prasangka buruk kepada Allah.
Keempat: Untuk membersihkan hati
وَلِيَبْتَلِيَ اللّٰهُ مَا فِيْ صُدُوْرِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
“ Allah (berbuat demikian) untuk menguji yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui segala isi hati.”
Ayat 154 diatas ditutup Allah dengan menjelaskan tujuan di takdirkan kekalahan pasukan Islam dalam perang Uhud, yaitu untuk menguji apa yang ada di dada kaum muslimin dan untuk membersihkan apa yang ada didalam hati mereka.
Intinya bahwa apa yang terjadi di dalam kehidupan manusia ini, yang baik maupun yang buruk, yang disenangi maupun yang dibenci semua sebagai ujian keimanan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ ٢
“yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga befirman,
اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ٧
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antaranya yang lebih baik perbuatannya.”(QS. Al-Kahfi[18]: 7)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga befirman,
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهٗ عَلَى الْمَاۤءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَلَىِٕنْ قُلْتَ اِنَّكُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ مِنْۢ بَعْدِ الْمَوْتِ لَيَقُوْلَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ هٰذَٓا اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ ٧
“Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa351) serta (sebelum itu) ʻArasy-Nya di atas air. (Penciptaan itu dilakukan) untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Sungguh, jika engkau (Nabi Muhammad) berkata, “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan setelah mati,” niscaya orang-orang kafir akan berkata, “Ini (Al-Qur’an) tidak lain kecuali sihir yang nyata.” (QS. Hud [11]: 7)
Kelima : Dosa Menyebabkan Kekalahan.
اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۙ اِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطٰنُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوْا ۚ وَلَقَدْ عَفَا اللّٰهُ عَنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ࣖ ١٥٥
“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kamu pada hari ketika dua pasukan bertemu, sesungguhnya mereka hanyalah digelincirkan oleh setan disebabkan sebagian kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat. Allah benar-benar telah memaafkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS.Ali-Imran [3]: 155)
1) Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan faktor lahir penyebab kekalahan dalam perang Uhud, yaitu maksiat yang dilakukan pasukan bawah yang meninggalkan posisi mereka diatas bukit.
Pada ayat ini, dijelaskan faktor batinn dari ketaatan tersebut yaitu dosa-dosa yabg pernah dilakukan masa lalu.
2) Para ulama menjelaskan bahwa satu dosa akan menyebabkan dosa yang lain. Sebaliknya satu ketaatan akan menyebabkan munculnya ketaatan yang lain.
3) Firman-Nya (اِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطٰنُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوْا) terdapar beberapa penafsiran dari ayat diatas,
a) Mereka lari dari medan perang karena masih memiliki dosa dimasa lalu. Mereka takut terbunuh karena belum bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini artinya bahwa dosa masa lalu menyebabkan mereka berbuat dosa di masa sekarang yaitu lari dari medan perang.
b) Mereka bermaksiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan meninggalkan posisi mereka diatas bukit. Ini adalah maksiat, maksiat inilah yang menyebabkan maksiat berikutnya yaitu lari dari medan perang.
c) Perbuatan maksiat mereka di masa lalu yang belum bertaubat darinya menyebabkan mereka berani melakukan maksiat berikutnya yaitu lari dari medan perang.
Keenam : Dosa yang dimaafkan.
وَلَقَدْ عَفَا اللّٰهُ عَنْهُمْ
1) Utsman bin Affan termaksud orang-orang yang dimaafkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peristiwa perang Uhud.
Diriwayatkan bahwa Utsman sedang berselisih dengan Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf berkata kepada Utsman “Engkau mencela saya, padahal saya pernah ikut perang Badar, sedang engkau tidak ikut. Saya juga ikut Bai’at Ridwan sedang engkau tidak ikut dan engkau pernah lari dari perang Uhud.” Utsman menjawab perkataan Abdurrahman bin Auf. Beliau berkata “Saya tidak pernah Absen dari berjihad bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun dalam perang Badar, putri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam (istri Utsman) sedang sakit dan saya merawatnya. Saya pun mendapatkan harta rampasan perang yang dibagikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun dalam Bai’at Ridhwan, saya sedang diutus oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk melakukan loby kepada orang-orang musyrik di Mekkah. Dan beliau meletakkan tangan kanannya diatas tanga kirinya seraya bersabda ‘ini Bai’at untuk Utsman’ tangan kanan dan kiri beliau lebih baik dari tangan kanan dan kiri saya, adapun dalam peristiwa Uhud, Allah telah memaafkan sebagaimana di dalam firman-Nya,
وَلَقَدْ عَفَا اللّٰهُ عَنْهُمْ
Saya termaksud orang-orang yang dimaafkan dalam ayat tersebut
2) Tiga sifat Allah terdapat dalam penutup ayat ini
وَلَقَدْ عَفَا اللّٰهُ عَنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ
“Allah benar-benar telah memaafkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Ayat ini ditutup dengan 3 hal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
a) Allah Maha Pemaaf, memaafkan, artinya menghapus dosa hamba-Nya, sehingga habis dan hilang sama sekali.
b) Allah Maha Pengampun, mengampuni dosa hamba-Nya, yaitu menutupi dosa tersebut, sehingga tidak terlihat dan tidak dimunculkan pada harai kiamat, seakan dosa itu tidak ada.
c) Allah Maha Pengampun, sangat santun kepada hamba-Nya yang berbuat dosa, sehingga dimaafkan dan diampuni dan tidak diperlakukan secara kasar.
***
Jakarta, Rabu 6 April 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »