Karya Tulis
575 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3:156-158)Bab ke-185 Prasangka Yang Merusak Aqidah


 

Prasangka Yang Merusak Aqidah

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَقَالُوْا لِاِخْوَانِهِمْ اِذَا ضَرَبُوْا فِى الْاَرْضِ اَوْ كَانُوْا غُزًّى لَّوْ كَانُوْا عِنْدَنَا مَا مَاتُوْا وَمَا قُتِلُوْاۚ لِيَجْعَلَ اللّٰهُ ذٰلِكَ حَسْرَةً فِيْ قُلُوْبِهِمْ ۗ وَاللّٰهُ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ١٥٦

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah seperti orang-orang yang kufur dan berbicara tentang saudara-saudaranya, apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi atau berperang, “Seandainya mereka tetap bersama kami, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh.” (Allah membiarkan mereka bersikap demikian) karena Allah hendak menjadikan itu (kelak) sebagai penyesalan di hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Ali-Imran [3]: 156)

 

Pertama: Larangan Meniru Orang Kafir

 

1)      Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan sebagian dari peristiwa perang Uhud dan beberapa pelajaran yang bisa diambil darinya.

Pada ayat ini terdapat tuntunan untuk kaum muslimin secara umum dari sisi aqidah (keyakinan) yang juga diambil dari peristiwa perang Uhud, diantaranya adalah cara menyikapi perkataan orang-orang munafik.

2)      Dalam ayat ini terdapat larangan untuk mengikuti cara berfikirnya orang-orang kafir (orang-orang munafik) ketika berbicara kepada saudara-saudaranya senasab atau kepada teman-teman munafiknya.

Inilah yang dimaksud di dalam firman-Nya,

وَقَالُوا لِاِخْوَانِهِمْ

Kata (الأخوان) di dalam al-Qur’an mempunyai dua arti, “saudara dalam nasab dan saudara dalam aqidah”.

Adapun (الأخوان)   yang berarti saudara seaqidah adalah;

 

a)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara...” (QS. Al Hujurat [49]: 10)

 

b)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

 Lalu jadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara...”

(QS. Ali Imran [3]: 103)

 

c)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ

"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman...”

(Qs. Al Hasyr [59]: 10)

 

d)      Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَنَزَعْنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَٰنًا

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara...” (Qs. Al Hijr [15]: 47)

 

Adapun (الأخوان)  yang berarti saudara senasab adalah;

 

a)         Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ

“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.” (QS. An Nisa [4]: 11)

 

b)        Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً

“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.(QS. An Nisa [4]: 176)

 

Kedua: Dua Keadaan Yang Beresiko

 

اِذَا ضَرَبُوْا فِى الْاَرْضِ اَوْ كَانُوْا غُزًّى

“apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi atau berperang,

1)      Ayat ini menyebutkan dua hal yang sering menyebabkan seseorang meninggal dunia, yaitu:

a)      Melakukan Perjalanan

Sejak zaman dahulu hingga sekarang, orang-orang yang melakukan perjalanan beresiko terkena bahaya seperti perampokan, sakit, pembunuhan atau mati di jalan.

Pada zaman sekarang, kecelakaan lalu lintas di darat, laut dan udara semakin hari semakin meningkat.

b)      Peperangan

Berapa banyak orang yang mati akibat peperangan sejak zaman dahulu sampai sekarang.

2)      Yang dikecam dalam ayat ini bukan orang yang melakukan perjalanan atau yang ikut berperang. Tetapi yang di kecam adalah keyakinan yang rusak tentang kehidupan dan kematian.

Keyakinan tersebut disebutkan dalam ayat selanjutnya,

            لَّوْ كَانُوْا عِنْدَنَا مَا مَاتُوْا وَمَا قُتِلُوْاۚ

“Seandainya mereka tetap bersama kami, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh.”

Mereka menyangka bahwa jika seseorang tinggal di dalam rumah dan tidak melakukan perjalanan atau tidak ikut berperang, makadia tidak akan mati.

 

3)      Inilah prasangka jahiliyah yang pernah disebut pada ayat sebelumnya, yaitu ayat 154 surat Ali Imran.

يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ

“Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.

 

4)      Pernyataan orang-orang kafir atau orang-orang munafik tentang masalah hidup dan mati diulangi dua kali di redaksi dan peristiwa yang berbeda.

Dibawah ini perbandingan dan pernyataan tersebut:

 

a)      Qur’an surat Ali Imran ayat 154

لَوۡ كَانَ لَنَا مِنَ الۡاَمۡرِ شَىۡءٌ مَّا قُتِلۡنَا هٰهُنَا

Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.”

 

b)      Qur’an surat Ali Imran ayat 156

لَّوْ كَانُوْا عِنْدَنَا مَا مَاتُوْا وَمَا قُتِلُوْاۚ

“Sekiranya mereka tetap bersama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh.”

Inilah keyakinan, prasangka , perkataan jahiliyah yang tidak boleh ditiru dan diucapkan orang-orang yang beriman.

 

Pernyataan diatas akan menyatakan dua hal:

a)         Rusaknya keimanan kepada Allah

b)        Bertambahnya penyesalan di dunia sebelum di akhirat

 

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

            لِيَجْعَلَ اللّٰهُ ذٰلِكَ حَسْرَةً فِيْ قُلُوْبِهِمْ

            karena Allah hendak menjadikan itu (kelak) sebagai penyesalan di hati mereka.”

Ketiga: Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan

 

1)      Kemudian Allah memberikan tuntunan kepada orang-orang beriman tentang keyakinan yang benar dalam masalah ini, yaitu dalam firman-Nya selanjutnya,

وَاللّٰهُ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ

            “Allah menghidupkan dan mematikan”

 

Allah lah yang menentukan hidup dan mati seseorang, semuanya sudah tertulis di kitab Lauhul Mahfudz .

Jika sudah datang ajal seseorang, maka tidak bisa diundur atau dimajukan sedikitpun.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَاۤءَ اَجَلُهَاۗ

“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang.”

Dan banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan masalah ini. Telah disebutkan sebagiannya pada penasfiran ayat 145 surat Ali Imran, silahkan untuk dirujuk kembali.

2)      Jawaban Allah di dalam ayat ini (156) bahwa Allah-lah yang menghidupkan dan mematikan mirip dengan jawaban Allah pada ayat (154) yaitu,

قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ

 

Kedua ayat ini (154) dan (156) hendaknya dijadikan pedoman setiap muslim di dalam menyikapi suatu musibah yang menimpa dirinya. Niscaya hatinya akan tenang dan hidupnya akan bahagia.

 

Keempat: Ampunan dan Rahmat Allah

وَلَىِٕنْ قُتِلْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ ١٥٧

“Sungguh, jika kamu gugur di jalan Allah atau mati, pastilah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) daripada apa (harta rampasan) yang mereka kumpulkan.(QS. Ali-Imran [3]: 157)

1)      Pada ayat sebelumnya, dijelaskan larangan mengikuti perkataan orang-orang kafir (munafik) yang bisa merusak aqidah seorang muslim,  dan keengganan mereka untuk ikut berjihad di jalan Allah , karena takut mati. Pada ayat ini Allah memberikan motivasi dan dorongan kepada orang-orang beriman untuk ikut berjihad di jalan Allah, karena jika gugur ketika berjihad ganjarannya sangat besar di sisi Allah diantaranya adalah mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah تعالى.

2)      Mendapatkan ampunan dan rahmat Allah تعالى adalah cita-cita setiap muslim di dalam hidup ini. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan hal ini diantaranya,

 

a)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri...” (Qs. Al A’raf [7]: 23)

 

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَ اِلَّا تَغۡفِرۡ لِیۡ وَ تَرۡحَمۡنِیۡۤ اَکُنۡ مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ

“Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.” (Qs. Hud [11]: 47)

 

c)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰحِمِيْنَ

Dan katakanlah (Muhammad), “Ya Tuhanku, berilah ampunan dan (berilah) rahmat, Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik.” (Qs. Al-Mu’minun [23]: 118)

 

3)      Ampunan dan rahmat Allah jauh lebih baik bagi orang beriman dibanding harta yang dikumpulkan manusia selama hidupnya.

وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

“Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) daripada apa (harta rampasan) yang mereka kumpulkan.

Ayat diatas mirip dengan firman Allah,

 

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Qs. Yunus: 58)

 

Kelima: Mati atau Terbunuh

 

وَلَئِن مُّتُّمْ أَوْ قُتِلْتُمْ لَإِلَى ٱللَّهِ تُحْشَرُونَ

Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan. (QS. Ali Imran [3]: 158)

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayam sebelumnya. Maksudnya bahwa siapa saja yang mati atau terbunuh, dengan cara apa saja dan dimana saja, maka semuanya atau dikembalikan dan dibangkitkan kepada Allah.

Yang menarik pada tiga ayat (156, 157 dan 158) terjadi pengulangan kata “mati” dan “terbunuh” sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Tetapi kalau direnungkan terdapat beberapaperebdaan di dalamnya pada ayat (156 dan 158) kata “mati” didahulukan daripada kata “terbunuh”. Hal itu karena manusia yang mati tak terbunuh jauh lebih banyak daripada manusia yang mati karena terbunuh.

Sedangkan pada ayat (157) kata “terbunuh” didahulukan daripada kata “mati”, hal itu karena seseorang yang terbunuh dalam berjihad dijalan jauh lebih mulia  dan besar pahalanya daripada yang mati keadaan normal. Oleh karenanya, pada ayat (157) disisipi kalimat,

فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ

Dimana kalimat ini tidak tersebut pada ayat (156 dan 158)

 

 Jakarta, Rabu 6 April 2022

KARYA TULIS