Karya Tulis
1436 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3: 200) Bab ke-198 Sabar dan Ribath


 

Sabar dan Ribath

يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

( QS. Ali-Imran [3]: 200)

 

Pelajaran (1) : Penutup surat.

Ayat ini sebagai penutup surah Ali-Imran yang berisi wasiat untuk selalu sabar dalam menjalankan segala perintah Allah dan Rasul-Nya, meniggalkan larangan-Nya, dan sabar menghadapi ujian dan cobaan yang menimpa. Dan juga berisi wasiat untuk tetap menjaga dan memupuk kesabaran terseut khususnya ketika menghadapi musuh-musuh yang ingin menghancurkan Islam. Juga wasiat untu selalu siap setiap saat melaksanakan perintah, baik ketika sedang berada di perbatasan dengan musuh maupun ketika melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya, seperti menjaga salat lima waktu.

Pelajaran (2) : Tiga perintah.

Ayat di atas mengandung tiga perinth.

Pertama, Bersabar (اصْبِرُوْا)

1)      Sabar secara bahasa artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak menyenangkann untuk meraih sesuatu yang tinggi dan mulia. Kesabaran dalam pengertian ini tergambar dalam sebuah syair.

الصبر كالصبر مر في مذاقته لكن عواقبه أحلى من العسل.

“Kesabaran itu bagaikan seseorang yang makan sesuatu yang rasanya pahit (brotowali) tetapi hasil dari kesabaran itu lebih manis daripada madu.”

 

2)      Para pemimpin agama (Para Nabi dan Rasul) berhasil mengemban amanat Allah karena keyakinan dan kesabaran mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْاۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah [32]: 24)

Pada ayat di atas para ulama menyimpulkan bahwa “Kepimimpinan dalam agama hanya bisa diraih dengn dua hal yaitu keyakinan dan kesabaran.”

3)      Tiga tingkatan sabar.

Sabar mempunyai tiga tingkatan,

Tingkatan (1) : Sabar dalam ketaatan. Ini adalah tingkatan kesabaran yang paling tinggi. Karena untuk melakukan sesuatu diperlukan kemauan yang sangat kuat dan untuk menuju pintu surga, seseorang harus melampaui berbagai godaan, syahwat, dan kesenangan dunia yang menggoda.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهٖۗ هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا

“(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?”  (QS. Maryam [19] : 65)

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Taha [20]: 132)

Tingkatan (2) :Sabar untuk meninggalkan maksiat. Ini lebih ringan dari sabar dalam ketaatan, karena sifatnya asif, sedangkan yang pertama sifatnya harus aktif. Sabar dalam tingkatan ini seperti di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf [12]: 23)

Nabi yusuf bersabar untuk tidak bermaksiat.

Tingkatan (3) : Sabar dalam musibah yang menimpa. Ini tingkat kesabaran yang paling rendah. Karena jika musibah menimpa, seseorang tidak punya pilihan selain harus bersabar. Tingkatan sabar ini ada di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-156)

4)      Tiga bentuk kesabaran.

Terdapat tiga bentuk kesabaran, yaitu.

a)      Ash-Shabru Billah yaitu kesabaran untuk meminta bantuan kepada Allah saja. Artinya bahwa Allah lah yang memberikan kesabaran kepada hamba-Nya, kalau bukan karena pemberian Allah maka seorang hamba tidak akan bisa bersabar. Ini sesuai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”  (QS. An-Nahl [16]: 127)

b)      Ash-Shabru Lillah yaitu kesabaran yang motivasinya karena kecintaan kepada Allah dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya. Ini sesuai dengan firman-Nya,

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ

“Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (QS. Al-Muddatstsir [7]: 7)

c)       Ash-Shabru Ma’allah yaitu kesabaran yang mengikuti apa yang kehendaki oleh Allah. Seseorang bersabar untuk melaksanakan segala perintah Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Dia akan selalu bersama Allah, yaitu bersama hukum-hukum Allah dan bersama-sama dengan orang-orang yang mencintai Allah. Ini sesuai dengan firman-Nya,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi [18]: 28)

Kedua : “ Al-Mushabarah.”

Yaitu kesabaran yang terus menerus, tidak pernah putus dalam setiap keadaan. Sebagian ulama mengatakan bahwa musbarah adalah terus menerus bersabar dalam mengehadapi musuh. Al-Mushabarah juga diartikan sabar di dalam menunggu pertolongan Allah atau jalan keluar dari Allah. Dikatakan,

انتظار الفرج بالصبر عبادة

 “Menanti pertolongan Allah dengan kesabaran merupakan sebuah ibadah.”

 

Ketiga : “Al-Murabathah.”

Al-Murabathah berasal dari kata  “Rabthu Al-Khoil” yang artinya mengikat kuda. Berarti Al-murabathah adalah mengikat diri agar senantiasa teguh dan senantiasa di temppat ibadah. Ini mencakup seluruh ibadah yang membutuhkan keteguhan, kesabaran dan keinambungan. Tetapi para ulama menekankan “Al-Murabathah” pada dua hal,

1)      Menjaga perbatasan dari musuh yang akan menyerang daerah Islam. Terdapat beberapa hadist tentang keutamaan “Ribath” di jalan Allah, diantaranya.

a)      Riwayat dari Sahl bin Sa’ad As-Saidi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, 

عن سهل بن سعد -رضي الله عنه- مرفوعًا: «رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ الله خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

“Ribath (bersiap siaga di perbatasan) selama satu hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya.”

b)      Diriwayatkan dari Sulaim Al-Farisi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

وعَنْ سَلْمَانَ، ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّه ﷺ يَقُولُ: رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيرٌ مِنْ صِيامِ شَهْرٍ وقِيامِهِ، وَإنْ ماتَ فيهِ جَرَى عَلَيْهِ عمَلُهُ الَّذي كَانَ يَعْمَلُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزقُهُ، وأمِنَ الفَتَّانَ رواهُ مسلمٌ.

Ribath satu hari satu malam, lebih baik daripada puasa satu bulan penuh dan shalat malam ada bulan tersebut. Jika ia meninggal dunia, maka amal yang dilakukannya masih terus berlaku, rezekinya terus mengair dan dia dia aman dari berbagai fitnah.” (HR. Muslim)

2)      Menunggu waktu shalat lima waktu. Manunggu waktu sahaat di masjid, seperti seseorang yang mudah melaksanakan magrib berjamaah di masjid, dia tetap berada di dalam amsjid dalam keadaan suci, duduk sambil beribadah, menunggu datangnya waktu shalat Isya. Ini masuk kedalam kategori Ar-Ribath

Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

ألا أخبركم بما يمحو الله به الخطايا، ويرفع به الدرجات؟ إسباغ الوضوء على المكاره، وكثرة الخطا إلى المساجد، وانتظار الصلاة بعد الصلاة، فذلكم الرباط، فذلكم الرباط، فذلكم الرباط

“Maukah aku katakan kepadamu apa yang Allah hapuskan dosa dan angkat derajat dengan berwudhu ketika sulit, dan perbanyak langkah ke masjid, Dan menunggu shalat setelah shalat, itulah ribat, itulah ribat, itulah ribath” (HR. Muslim)

3)      Sebagai penutup tafsir surah Ali Imran, yang berhubungan dengan “Ar-Ribath” disebutkan surat Abdullah bin Al-Mubarak yang sedang melakukan Ar-Ribath di Tharsus (daerah perbatasan) seorang ulama sekaliagu mujahhid yang hidup pada abad ke 2 hijriah yang di tujukan kepada Fudhail bin Iyadh seorang ulama besar pada zamannya. Pada tahun 170 H atau 177 H. isi surat tersebut berupa bait-bait syair, yang isinya sebagai berikut.

يا عابدَ الحَرَمينِ لوْ أبصرْتَنا           لَعلمْتَ أنّك في العبادةِ تَلْعبُ

“Wahai penyembah Dua Tempat Suci, jika kamu melihat kami, kamu akan tahu bahwa dalam penyembahan kamu bermain”

مَنْ كان يَخْضِبُ خدَّهُ بدموعِهِ             فَنُحُورُنا بِدِمَائِنا تَتَخَضَّبُ

“Barangsiapa menodai pipinya dengan air matanya, maka mata kita akan berlumuran darah.”

أو كان يُتْعِبُ خيلَهُ في باطلٍ              فخيولُنا يومَ الصَّبِيْحَةِ تَتْعبُ

“Atau dia melelahkan kudanya dengan sia-sia, jadi kuda kita lelah di pagi hari”

رِيْحُ العَبِيْرِ لكمْ ونحنُ عبيرُنا               رَهْجُ السَّنابكِ والغبارُ الأطْيبُ

“Angin wewangian adalah milikmu, dan wewangian kami adalah ragweed dari pohon yang dibumbui, dan debu terbaik.”

ولقد أتانا مِنْ مَقالِ نبيِّنا                   قَوْلٌ صحيحٌ صادقٌ لا يُكْذَبُ

“Dan dari pernyataan Nabi kita datang kepada kita sebuah ucapan yang benar dan benar yang tidak berbohong.”

لا يَسْتَوِي وغُبارُ خَيْلِ اللهِ في                أَنْفِ امرئٍ ودُخَانُ نارٍ تَلْهَبُ

“Debu kuda-kuda Tuhan tidak sama di hidung seseorang, dan asap dari api yang menyala”

هذا كتابُ اللهِ ينطِقُ بَيْنَنا                    ليس الشَّهيدُ بميِّتٍ لا يُكْذَبُ

“Ini adalah Kitab Allah yang berbicara di antara kita: martir tidak mati, dia tidak berbohong.”

Ketika membaca bait-bait syair itu, Fudhail bin Iyadz meneteskan air matanya dan berkata, “Abu Abdurrahman (Abdullah bin Al-Mubarak) benar, ia telah menasihatiku.”

****

 

Alhamdulillah, dengan izin dan taufik dari Allah telah selesai penulisan Tafsir An-Najah, surah Ali-Imran pada jam 15.00 WIB hari kamis 14 April 2022 / 12 Ramadhan 1443 H.

Ahmad Zain An-Najah.

KARYA TULIS