Karya Tulis
534 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 25) Bab 210 Menikahi Budak Perempuan


Menikahi Budak Perempuan

(Ayat 25)

 

وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ ۗ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ مُحْصَنٰتٍ غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ وَّلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ ۚ فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۗ وَاَنْ تَصْبِرُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami). (Kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

(Qs. an-Nisa': 25)

 

Pelajaran (1) Keringanan Bagi yang Tidak Mempnyai Harta

(1) Ayat ini menjelaskan hukum dan aturan menikah dengan budak perempuan serta menjelaskan hukum yang dikenakan atas budak perempuan jika dia melakukan perzinaan.

(2) Laki-laki yang tidak mempunyai kelebihan harta untuk menikah dengan perempuan merdeka, dibolehkan baginya untuk menikah dengan budak perempuan.

(a) Kata (طَوْلًا) dalam ayat ini artinya adalah kekayaan dan kemampuan finansial.

(b) Kata (الْمُحْصَنٰتِ) dalam ayat ini artinya perempuan-perempuan yang merdeka. Karena biasanya perempuan yang merdeka cenderung untuk selalu menjaga kehormatan dirinya.

 

Pelajaran (2) Budak Perempuan Mukminah

فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِۗ

“Maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki.”

(1) Kata (فَتَيٰتِكُمُ) dalam ayat ini artinya budak perempuan kalian. Mereka disebut “al-Fatayat” sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada mereka. Karena terdapat di dalam hadits yang melarang seseorang memanggil budaknya dengan panggilan (عبدي) yang berarti “hambaku”. Tetapi hendaknya memanggil dengan panggilan (فتياتى) “Pemudi-pemudiku”.

(2) Kata (الْمُؤْمِنٰتِ) artinya wanita-wanita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa salah satu syarat bolehnya menikahi budak perempuan adalah budak perempuan tersebut harus mukminah, bukan budak yang kafir.

 

Pelajaran (3) Tanda Keimanan

وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ ۗ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ

“Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa).”

(1) Untuk mengetahui seorang budak perempuan tersebut mukminah atau kafirah, maka cukup dengan tanda-tanda keimanan dari lahir saja, tidak perlu diteliti keimanannya secara mendalam. Salah satu tanda keimanannya secara lahir adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, atau dia melakukan salat 5 waktu atau puasa di bulan Ramadhan.

(2) Kalian semuanya adalah anak Adam. Yang salah satu berasal dari yang lain. Semuanya sama tidak ada yang membedakan derajat seseorang kecuali ketakwaan, sebagaimana firman Allah,

يٰاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Qs. al-Hujurat: 13)

Maka jangan malu untuk menikahi budak perempuan mukminah dalam keadaan darurat. Bahkan kadang seorang budak jauh lebih baik keimanannya dari wanita merdeka, apalagi dari wanita kafirah, walau kecantikannya sangat memikatmu. Allah ﷻ berfirman,

وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ

“Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (Qs. al-Baqarah: 221)

(3) Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa Islam mengangkat derajat budak wanita bahkan kadang megutamakannya dengan wanita-wanita yang merdeka.

 

Pelajaran (4) Menikah Seizin Tuannya

فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ

“Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya.”

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa budak wanita tidak boleh menikah kecuali dengan izin tuannya. Hal ini dikuatkan dengan sabda Nabi ﷺ,

أيُّما عبدٍ تزوجَ بغيرِ إذنِ مولاهُ فهو عاهرٌ

“Setiap budak yang menikah tanpa izin dari tuannya adalah seorang pelacur.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits di atas berlaku untuk budak laki-laki dan budak perempuan.

(2) Oleh karenanya, menurut mayoritas ulama, mahar budak perempuan ini menjadi hak tuannya, bukan hak budak tersebut. Penyebutan dalam hal ini bahwa mahar itu untuk budak perempuan, hanya untuk mempertegas bahwa membayar mahar ketika menikahi budak perempuan adalah wajib. Bukan untuk menunjukkan bahwa mahar itu menjadi hak budak perempuan.

(3) Kata (بِالْمَعْرُوْفِ) di sini artinya menyerahkan mahar kepada mereka dengan kebaikan jiwa dan tidak boleh mengurangi sedikitpun dengan tujuan merendahkan kedudukan mereka sebagai budak.

 

Pelajaran (5) Wajib Membayar Mahar

وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

“Dan berilah mereka maskawin yang pantas,”

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa menikahi budak wanita juga wajib memberikan mahar kepadanya. Hanya saja besar kecilnya mahar ditentukan oleh tuannya. Hal ini untuk pengganti kemanfaatan farji budak yang sebenarnya milik tuannya dan budak itu sendiri tidak memilki hak apapun atas dirinya, sebagaimana firman Allah,

ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوْكًا لَّا يَقْدِرُ عَلٰى شَيْءٍ وَّمَنْ رَّزَقْنٰهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَّجَهْرًاۗ هَلْ يَسْتَوٗنَ ۚ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah mereka itu? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. an-Nahl: 75)

 

(2) Oleh karenannya, menurut mayoritas ulama, mahar budak perempuan itu menjadi hak tuannya, bukan hak budak tersebut. Penyebutan dalam ayat ini bahwa mahar itu untuk budak perempuan hanya untuk mempertegas bahwa membayar mahar ketika menikahi budak perempuan adalah wajib, bukan untuk menunjukan bahwa mahar itu menjadi hak budak perempuan.

(3) Kata (اُجُوْرَهُنَّ) disini artinya meyerahkan mahar kepada mereka dengan kebaikan jiwa dan tidak boleh mengurangi sedikitpun dengan tujuan merendahkan kedudukan mereka dengan buruk.

 

Pelajaran (6) Tiga Sifat Budak Mukminah

مُحْصَنٰتٍ غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ وَّلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ ۚ

“Karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya.”

(1) Ayat ini menjelaskan tiga sifat budak wanita yang boleh dinikahi, yaitu:

(a) Sifat pertama (مُحْصَنٰتٍ) yaitu budak-budak yang menjaga kehormatan dirinya.

(b) Sifat kedua (غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ) yaitu budak-budak yang tidak melakukan perzinaan dengan terang-terangan. Salah satu bentuknya dengan memasang bendera sebagai tanda dia adalah pelacur.

(c) Sifat ketiga (وَّلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ) yaitu budak-budak yang tidak melakukan perzinaan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.

(2) Dengan demikian dapat diketahui, bahwa pada zaman jahiliyah terdapat praktik perzinaan secara terang-terangan dan secara sembunyi-sembunyi. Ini disebut di dalam firman Allah ﷻ,

قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.” (Qs. al-An’am: 151)

Juga ada di dalam firman Allah ﷻ,

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (Qs. al-A’raf: 33)

(3) Tiga syarat di atas disebutkan secara jelas di dalam ayat ini, karena begitu banyak para budak perempuan pada zaman itu dipaksa oleh tuannya untuk melakukan pelacuran, sebagaimana di dalam firman Allah ﷻ,

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗوَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتٰبَ مِمَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ ۗوَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.” (Qs. an-Nur: 33)

 

Pelajaran (7) Setengah Hukuman Orang Merdeka

فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِۗ

“Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami).”

(1) Jika budak perempuan tersebut sudah menikah dan terjaga kehormatannya dengan adanya suami (فَاِذَآ اُحْصِنَّ). Maka jika dia melakukan perzinaan hukuman baginya dalah setengah dari hukuman wanita merdeka jika dia berzina, sebagaimana dalam firman-Nya,

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nur: 2)

Ayat di atas menunjukkan bahwa perempuan merdeka yang bezina hukumannya adalah 100 kali cambukan, maka hukuman bagi budak perempuan yang berzina adalah 50 kali cambukan. Untuk hukuman rajam bagi budak perempuan ditiadakan, karena rajam tidak bisa dibagi setengah.

(2) Hikmah dari berkurangnya hukuman bagi budak perempuan yang melakukan perzinaan adalah bahwa hukuman itu disesuaikan dengan kadar kenikmatan yang didapat oleh seseorang. Sebagai contoh hukuman istri-istri Rasulullah jika melakukan perbuatan zina adalah dua kali lipat dari hukuman wanita biasa. Sebagaimana di dalam firman-Nya,

يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ مَنْ يَّأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِۗ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا

“Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah.” (Qs. al-Ahzab: 30)

Para istri Nabi kenikmatan dan kedudukan yang lebih tinggi dari yang lain, maka hukumannya juga lebih tinggi.

Begitu juga budak perempuan kenikmatan yang ia dapat lebih sedikit dan kedudukannya lebih rendah, maka hukumannya lebih rendah.

 

Pelajaran (8) Sabar untuk Tidak Menikah

ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۗ

“(Kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina).”

(1) Ini adalah salah satu syarat kebolehan menikahi budak perempuan, yaitu khawatir dirinya terjatuh dalam perzinaan dan berat baginya untuk menahan dari berhubungan badan.

(2) Dari ayat-ayat di atas, disimpulkan bahwa untuk menikahi budak perempuan, harus terpenuhi 3 syarat, yaitu:

(a) Laki-laki yang tidak mempunyai harta untuk membayar mahar perempuan yang merdeka.

(b) Laki-laki tersebut khawatir terjerumus dalam perzinaan.

(c) Budak perempuan yang hendak dinikahi harus seorang mukminah dan yang menjaga kehormatan dirinya.

(3) Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

الحَرَائِرُ صَلاحُ البَيْتِ والإماءُ فَسَادُ البَيْتِ

“Wanita-wanita merdeka itu kemaslahatan rumah. Wanita-wanita budak itu kehancuran rumah.” (HR. ad-Dailami)

(4) Umar berkata, “Jika laki-laki merdeka menikah dengan budak perempuan dia telah menjadikah separuh dirinya menjadi budak. Dan jika laki-laki budak menikah dengan perempuan merdeka, maka dia telah mebebaskan separuh dirinya.”

(5) Sa’id bin Jubair berkata, “Menikah dengan budak perempuan dengan berzina bedanya hanya tipis.”

 

***

Jakarta, Rabu, 20 April 2022

KARYA TULIS