Karya Tulis
540 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 59) Bab 223 Taat Kepada Ulil Amri


Taat Kepada Ulil Amri

(Ayat 59)

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

(Qs. an-Nisa: 59)

 

Pelajaran (1) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

(1) Pada ayat sebelumnya, perintah ditujukan kepada para pemimpin dan pemegang kekuasaan untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak dan untuk memutuskan perkara secara adil. Pada ayat ini, perintah ditujukan kepada masyarakat secara umum utuk taat kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri.

(2) Firman-Nya,

اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ

“Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)”

Menunjukkan bahwa ketaatan kepada Allah dan taar kepada Rasul-Nya bersifat mutlak, tidak ada pilihan untuk menolaknya. Jika menolaknya maka ia terkena berdosa dan diancam dengan adzab yang pedih serta musibah di dunia.

(a) Allah ﷻ berfirman,

لَا تَجْعَلُوْا دُعَاۤءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاۤءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًاۗ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ يَتَسَلَّلُوْنَ مِنْكُمْ لِوَاذًاۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Qs. an-Nur: 63)

(b) Allah ﷻ berfirman,

قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir’.” (Qs. Ali ‘Imran: 32)

(c) Allah ﷻ berfirman,

قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَّا حُمِّلْتُمْۗ وَاِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوْاۗ وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

“Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.” (Qs. an-Nur: 54)

 

Pelajaran (2) Taat kepada Ulil Amri

وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ

(1) Sedangkan taat kepada Ulil Amri sifatnya tidak mutlak, tetapi tergantung kepada bentuk perintahnya. Jika perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka wajib taat kepadanya. Sebaliknya jika perintahnya bertentangan atau untuk bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak wajib taat kepadanya. Ini sesuai dengan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda,

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk yang memerintahkan untuk bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah).”

(2) Ini dikuatkan dengan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ﷺ bersabda,

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ. فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ.

“Mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik dalam hal yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan. Adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar maupun menaati.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(3) Ulil Amri secara istilah terdapat dua pengertian: (a) Ulil Amri adalah para pemimpin negara (penguasa), dan (b) Ulil Amri adalah para ulama.

(a) Berkata Jabir bin Abdullah bahwa Ulil Amri adalah ulama dan ahli al-Qur’an.

(b) Berkata adh-Dhahak bahwa Ulil Amri adalah ulama agama dan ahli fiqih.

(4) Dalil bahwa Ulil Amri adalah para ulama yaitu firman Allah ﷻ,

فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ

“Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang berselisih untuk mengembalikan masalah tersebut kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan tidak ada yang menguasai al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali para ulama.

(5) Dalil lain adalah bahwa bertanya kepada ulama hukumnya wajib dan melaksanakan fatwa-fatwa mereka adalah suatu yang mengikat.

(a) Allah ﷻ berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

 “Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Anbiya’: 7)

(b) Allah ﷻ berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. an-Nahl: 43)

Berkata Sahl bin ‘Abdullah, “Masyarakat akan tetap baik selama mereka menghormati pemerintah dan para ulama. Jika mereka menghormati keduanya, maka Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka.”

(6) Kata (مِنْكُمْۚ) artinya dari kalangan kalian. Maksudnyab ahwa pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin yang berasal dari umat Islam, bukan pemimpin kafir. Ini dikuatkan degan firman Allah ﷻ,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Ma’idah: 51)

 

Pelajaran (3) Ketika Berselisih dengan Teman

فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ

“Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).”

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا، وأَمَّرَ عليهم رَجُلًا فأوْقَدَ نَارًا وقالَ: ادْخُلُوهَا، فأرَادُوا أنْ يَدْخُلُوهَا، وقالَ آخَرُونَ: إنَّما فَرَرْنَا منها، فَذَكَرُوا للنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ لِلَّذِينَ أرَادُوا أنْ يَدْخُلُوهَا: لو دَخَلُوهَا لَمْ يَزَالُوا فِيهَا إلى يَومِ القِيَامَةِ، وقالَ لِلْآخَرِينَ: لا طَاعَةَ في مَعْصِيَةٍ، إنَّما الطَّاعَةُ في المَعروفِ.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa Qs. an-Nisa’: 59 turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Khudzaifah bin Qais as-Sahmi, ketika diutus Rasulullah ﷺ sebagai pemimpin pasukan pengintai. Dia memerintahkan pasukan untuk mengumpulkan kayu bakar kemudian dibakarlah kayu bakar tersebut dan memerintahkan pasukannya untuk masuk ke dalamnya. Sebagaian pasukannya enggan melaksanakan perintah tersebut dan mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ, kemudian beliau ﷺ bersabda, “Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak keluar lagi selamanya. Ketaatan itu hanya pada hal yang baik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukkan dua hal, yaitu:

(1) Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.

(2) Jika terjadi perselisihan diantara kaum muslimin, maka wajib dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, atau kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

 

***

Jakarta, Jumat, 29 April 2022.

KARYA TULIS