Karya Tulis
4050 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 69-71) Bab 226 Sebaik-baik Teman


Sebaik-Baik Teman

(Ayat 69-71)

 

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

(Qs. an-Nisa’: 69)

 

Pelajaran (1) Kecintaan yang Mendalam kepada Rasulullah ﷺ

(1) Ayat ini masih lanjutan ayat sebelumnya yang menerangkan pahala orang yang taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, bahwa mereka akan dikumpulkan di akhirat bersama para nabi, para shadiqin, para syuahada dan para shalihin lainnya.

(2) Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Tsauban salah seorang hamba sahaya yang dimerdekakan Rasulullah ﷺ. Dia sangat mencintai Rasul dan sering tidak sabar untuk melihat wajah Rasul. Suatu hari ia menghadap Rasul dengan muka sedih dan badan sangat kurus. Dia sangat khawatir jika Rasul telah meninggal, tidak bisa lagi melihat wajah beliau di akhirat.

Tsauban berkata, “Aku mengetahui  Engkau wahai Rasulullah di akhirat akan ditempatkan bersama para nabi. Sedangkan saya, jika masuk surga akan ditempatkan di derajat yang lebih bawah, sehingga tidak bisa melihat wajah-Mu selamanya. Kemudian turunlah ayat ini.

(3) Ini bukan berarti mereka berada pada satu tingkatan dengan empat golongan di atas. Bisa saja tingkatannya berbeda, tetapi mereka bisa saling berteman, berkumpul dan berbincang-bincang  dengan yang lain. Merekalah orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah, yaitu kenikmatan lahir dan batin. Nikmat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nikmat lahir dan jasmani di akhirat dengan masuk ke dalam surga-Nya.

 

Pelajaran (2) Bersama Empat Golongan

Adapun rincian empat golongan yang mendapatkan nikmat dari Allah adalah sebagai berikut:

(1) Golongan para Nabi (النَّبِيّنَ).

Inilah golongan yang paling tinggi derajatnya di surga. Mereka berada di Surga Firdaus, surga yang paling tinggi, dimana atap dari surga. Inilah Arsy Ar-Rahman. Di antara para nabi ini yang paling tinggi derajatnya adalah para Nabi Ulul ‘Azmi yang berjumlah lima, yaitu: Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian setelah para nabi, di bawahnya adalah derajat para wali Allah yang akan diterang kan pada tiga golongan selanjutnya.

(2) Golongan para Shiddiqin (الصِّدِّيْقِيْنَ).

Ash-Shiddiqin ini mempunyai tiga pengertian, yaitu:

(a) Pertama: ash-Shadiqin adalah orang-orang yang membenarkan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, walau kadang tidak sesuai dengan nalar akalnya, atau mungkin mereka belum memahaminya.

 Ini seperti yang dialami oleh Abu Bakar ash-Shiddiq yang membenarkan apa saja yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ, walaupun kadang kurang bisa dipahami dengan nalarnya.

Sebagaimana dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, ketika beliau ditanya oleh orang-orang kafir Quraisy, “Wahai Abu Bakar, temanmu mengaku dia bisa melakukan perjalanan dari Mekkah ke Palestina, hanya dalam waktu semalam, apakah kamu tetap percaya dengan ucapannya?” Maka beliau menjawab, “Jika beliau yang mengatakan demikian, maka saya mempercayainya.”

 Semenjak itulah Abu Bakar diberi gelar “ash-Shiddiq” karena selalu membenarkan apa yang datang dari Rasulullah ﷺ. 

 (b) Kedua: ash-Shadiqin adalah orang yang antara lahir dan batinnya sama, apa yang ditampakkan dan yang disembunyikan sama, amalan hati dan perbuatan anggota badan sejajar dan sama, serta tidak ada pertentangan antara keduanya.

Sebaliknya orang munafik adalah orang yang menampakkan keimanan secara lahir tetapi menyembunyikan kekafiran di dalam batin mereka.

(c) Ketiga: ash-Shadiqin adalah orang yang mempunyai kemauan keras dan niat yang tulus untuk meniti jalan yang benar.

Ketiga pengertian tersebut terdapat dalam diri para sahabat, khususnya para Muhajirin yang meninggalkan kampung halaman, harta kekayaan, bahkan keluarga mereka, demi mencari ridha Allah, dan berhijrah bersama Rasulullah ﷺ ke kota Madinah.

Orang-orang seperti ini tidak menyembuikan apa-apa di dalam hati mereka, kecuali mencari ridha Allah dan membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ, artinya hati dan perbuatan mereka sama dan jujur.

Selain itu mereka juga mempunyai Azzam (tekad) dan niat yang kuat untuk berjalan di atas jalan yang benar.

Oleh karenanya, Allah memerintahkan kita untuk selalu membersamai orang-orang yang mempunyai sifat ash-Shadiqin ini, sebagaimana di dalam firman-Nya,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Qs. at-Taubah: 119)

(3) Golongan para Syuhada (الشُّهَدَاۤءِ).

Adapun beberapa pengertian syuhada, diantaranya:

(a) Mereka adalah yang bersaksi atas kebenaran dan kebaikan melalui ucapan dan tindakan mereka. Merekalah yang menyaksikan ke-Esaan Allah bersama para malaikat, sebagaimana firman Allah ﷻ,

شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًاۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana.” (Qs. Ali ‘Imran: 18)

(b) Mereka adalah orang-orang yang disaksikan kebenaran dan kebaikan amal perbuatan mereka oleh Allah dan para malaikat serta orang-orang Islam di sekitar mereka. Termasuk di dalamnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik, sebagaimana di dalam firman-Nya,

الَّذِيْنَ تَتَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ طَيِّبِيْنَ ۙيَقُوْلُوْنَ سَلٰمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

“(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), ‘Salamun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan’.” (Qs. an-Nahl: 32)

Termasuk di dalamnya orang-orang yang selalu melaksanakan shalat Subuh berjamaah, sebagaimana di dalam firman-Nya,

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

“Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula shalat) Subuh. Sungguh, shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (Qs. al-Isra’: 78)

(c) Mereka adalah orang-orang yang terbunuh di dalam perang fii sabilillah untuk menegakkan kalimat Allah. Ini sebagaimana dalam firman-Nya,

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Qs. al-Baqarah: 154)

Juga di dalam firman-Nya,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (Qs. Ali ‘Imran: 169)

 

(4) Keempat: Golongan para Shalihin (الصّٰلِحِيْنَ).

Yaitu mereka yang selalu beramal shalih di dalam hidupnya dan mengharap ridha dan pahala dari Allah. Allah ﷻ berfirman,

لَيْسُوْا سَوَاۤءً ۗ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اُمَّةٌ قَاۤىِٕمَةٌ يَّتْلُوْنَ اٰيٰتِ اللّٰهِ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ ۞ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ۞

“Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.” (Qs. Ali ‘Imran: 113-114)

Al-Qurthubi menjadikan ayat ini sebagai dalil keabsahan khilafah Abu Bakar ash-Shiddiq, karena setelah penyebutan para nabi, langsung disebut sesudahnya para shiddiqin. Ini menunjukkan setelah wafatnya Rasulullah, maka kepemimpinan umat dipegang oleh Abu Bakar sebagai khalifah kaum muslimin dan hal itu disepakati oleh seluruh sahabat.

 

Pelajaran (3) Sebaik-sebaik Teman

وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

“Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

(1) Penggunakan bentuk tunggal (رَفِيْقًا) pada ayat di atas menunjukkan bahwa setiap orang dari empat golongan di atas akan menjadi teman akrab bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini mirip dengan firman Allah ﷻ,

ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا

“Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi.” (Qs. al-Hajj: 5)

Penggunaan bentuk tunggal (طِفْلًا) pada ayat di atas menunjukkan bahwa setiap dari manusia akan dikeluarkan sebagai seorang bayi.

(2) Ayat ini juga menunjukkan bahwa seseorang yang mencintai suatu kaum, nanti pada hari kiamat akan dihimpun bersama mereka. Ini sesuai dengan hadits,

من أحب قوما حشر معهم

“Barangsiapa yang mencintai suatu kaum akan dibangkitkan bersama mereka.” (HR. ath-Thabari)

Hal ini dikuatkan dengan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

المرء مع مَن يحب

“(Di akhirat) seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(3) Ayat ini mirip dengan kandungan hadits yang menyebutkan doa Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau hendak meninggal dunia,

اللهم الرفيق الأعلى

“Ya Allah anugerahkan kepadaku kawan-kawan yang tinggi derajatnya (di sisi-Mu).”

 

Pelajaran (4) Karunia Allah

ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللّٰهِ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ عَلِيْمًا

“Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nisa’: 70)

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa Allah lah yang menjadikan mereka menikmati anugerah Allah yang luar biasa ini dan menempatkan mereka di tempat yang sangat mulia. Jadi bukan karena jerih payah mereka.

(2) Dan Allah Maha Mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan kenikmatan yang luar biasa ini dan siapa yang tidak berhak. Oleh karena setiap muslim dianjurkan untuk selalu meminta kepada Allah agar diberikan anugerah yang mulia seperti ini.

(3) Bahkan di dalam surah al-Fatihah telah disebutkan doa agar selalu diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang mendapatkan kenikmatan dari Allah. Maksudnya adalah berdoa supaya dikumpulkan bersama para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para shalihin. Allah ﷻ berfirman,

  اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ۞ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ۞

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Qs. al-Fatihah: 6-7)

(4) Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa firman Allah di dalam surah an-Nisa’ ayat 69-70 adalah penjelasan dari surah al-Fatihah. Salah satu penjelasannya bahwa jalan yang lurus biasanya tidak banyak yang melewatinya, sebab untuk melewati jalan ini membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit dan harus mempunyai kesabaran yang panjang.

Karena sedikitnya orang yang melewati, sebagian orang yang merasa kesepian, bahkan kadang takut dan ragu ketika melewati jalan tersebut. Oleh karena itu, Allah memberikan motivasi dan dorongan kepada mereka yang melewati jalan ini agar tidak takut, ragu atau merasa kesepian karena akan ditemani dengan teman-teman yang sangat baik, mulia dan tinggi kedudukannya di sisi Allah. Mereka adalah para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan para shalihin. Mereka adalah sebaik-baik teman.

وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

 

***

Jakarta, Ahad, 1 Mei 2022.

KARYA TULIS