Karya Tulis
264 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 92-93) Bab 237 Larangan Membunuh


Larangan Membunuh Orang Lain

(Ayat 92-93)

 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًۭٔا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًۭٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ وَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّۢ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَـٰقٌۭ فَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

“Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin, kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, (hendaklah pembunuh) memerdekakan hamba sahaya mukmin. Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya mukmin. Siapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai (ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(Qs. an-Nisa’: 92)

 

Pelajaran (1) Bermuamalat Sesama Muslim

(1) Pada ayat sebelumnya, dibicarakan cara bermuamalat dengan orang-orang munafik yang merupakan musuh umat Islam, maka pada ayat ini dibicarakan bagaimana bermuamalat dengan sesama muslim.

(2) Pada ayat sebelumnya dibicarakan tentang hukum membunuh orang-orang munafik, maka pada ayat ini dibicarakan tentang hukum membunuh orang muslim.

(3) Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa Harits bin Yazid dari Bani Amir bin Lu’ai dan Abu Jahal menyiksa Ayyasy bin Abu Rabiah. Kemudian Ayyasy ikut berhijrah bersama Rasulullah ﷺ ke Madinah. Suatu ketika Ayyasy melihat Harits di suatu daerah yang benama Hailah. Ayyasy pun menebas pedangnya kepada Harits sampai meninggal, karena mengira Harits masih kafir. Ayyasy pun menceritakan kejadian itu kepada Rasulullah ﷺ maka turunla ayat ini.

 

Pelajaran (2) Membunuh Secara Tidak Sengaja

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًۭٔا ۚ

“Dan tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).”

(1) Firman Nya (وما كان) artinya tidak patut atau tidak layak. Maksudnya di sini adalah larangan, yaitu seorang mukmin dilarang untuk membunuh orang mukmin lain kecuali tidak sengaja. Hal ini mirip dengan firman Allah,

وَمَا كَانَ لَكُمْ أَن تُؤْذُوا۟ رَسُولَ ٱللَّهِ

“Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah.” (Qs. al-Ahzab: 53)

(2) Firman Nya (إلا خطأ) artinya: ‘kecuali secara tidak sengaja’. Kata (خطأ) pada ayat ini kedudukannya sebagai:

(a) Sebagai suatu alasan (مفعول له). Maksudnya adalah bahwa seorang mukmin tidak boleh membunuh orang mukmin lain dengan alasan apapun, kecuali alasan ketidaksengajaan.

(b) Sebagai suatu keadaan (حالا). Maksudnya bahwa seorang mukmin itdak boleh membunuh orang mukmin yang lain dalam keadaan apapun juga, kecuali dalam ketidaksengajaan.

(3) Membunuh orang lain tanpa alasan yang benar termasuk dosa besar, karena membunuh satu orang seakan akan dia telah membunuh seluruh manusia, sebagaimana dalam firman-Nya,

أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًۭا

“Bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (Qs. al-Ma’idah: 32)

(4) Hal ini dikuatkan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنْ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersyahadat laa-ilaaha-illallah dan mengakui bahwa aku utusan Allah ditumpahkan, kecuali karena salah satu dari tiga alasan: membunuh, berzina dan dia telah menikah, dan meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(5) Dikuatkan juga di dalam hadits Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

 “Hilangnya dunia lebih ringan daripada membunuh seorang muslim.” (HR. al-Baihaqi)

 

Pelajaran (3) Denda bagi Pelaku

(1) Ayat ini menjelaskan bahwa hukuman bagi yang membunuh orang mukmin secara tidak sengaja adalah sebagai berikut:

(a) Membebaskan seorang budak mukmin, baik budak tersebut masih anak-anak maupun sudah dewasa.

(b) Membayar diyat (harta tebusan) yang diserahkan kepada keluarga korban (yang terbunuh).

(2) Berapa jumlah tebusan yang harus dibayar?

Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengirim surat kepada penduduk Yaman yang salah satu isinya,

“Sesungguhnya setiap jiwa terdapat tebusan berupa seratus ekor unta.”

(3) Siapa yang harus membayar tebusan tersebut?

Pertama kali yang harus membayar harta tebusan adalah pembunuhnya sendiri. Tapi berhubung pada waktu turun ayat ini, ikatan kesukuan masih sangat kuat, maka pembayaran harta tebusan dibebankan kepada ‘Aqilah (kerabat dari jalur ayah). Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban si pembunuh. Sesama kerabat saling membantu antara satu dengan yang lainnya.

(4) Dalil bahwa pembayaran harta tebusan dibebankan kepada ‘Aqilah (kerabat dari jalur ayah) adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang perempuan memukul perut perempuan lain yang mengakibatkan janin yang ada dalam perempuan tersebut gugur tidak bernyawa. Kemudian Rasulullah ﷺ memutuskan agar ‘Aqilah dari perempuan yang memukul untuk membebaskan seorang mukmin.

(5) Firman-Nya,

إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا

“Kecuali mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran.”

Maksudnya bahwa keluarga orang yang terbunuh mau memaafkan pembunuhan tersebut dan tidak mengambil harta tebusan, khususnya jika keluarga pembunuh termasuk orang-orang yang tidak mampu. Membebaskan pembayaran tebusan ini termasuk sedekah yang berpahala besar.

 

Pelajaran (4) Mukmin di Tengah Masyarakat Kafir

فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّۢ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ

“Jika dia (terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, (hendaklah pembunuh) memerdekakan hamba sahaya mukmin.”

Adapun jika yang terbunuh adalah seorang mukmin yang tinggal dan berada di tengah-tengah orang kafir yang memusuhi umat Islam. Maka si pembunuh tidak perlu membayar harta tebusan, dia cukup memerdekakan budak mukmin saja.

Dalilnya adalah sebagai berikut:

(1) Apa yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa terdapat seorang laki-laki yang datang kepada Nabi ﷺ untuk masuk Islam, kemudian dia pulang kepada kaumnya yang masih musyrik. Suatu ketika terjadi serangan dari pasukan Islam ke kaum tersebut dan orang yang sudah Islam tersebut ikut terbunuh. Maka bagi pembunuhnya hanya memerdekakan budak mukmin. (HR. al-Hakim)

(2) Begitu juga yang pernah disebutkan di dalam sebab turunnya ayat bahwa Ayyasy membunuh Harits bin Yazid yang sudah masuk Islam tetapi masih tinggal bersama kafir Quraisy. Maka tidak ada kewajiban bagi Ayyasy, kecuali memerdekakan budak mukmin.

(3) Adapaun dalil secara logika bahwa para kerabat yang terbunuh adalah orang-orang kafir yang memusuhi Islam dan tidak ada saling mewarisi antara muslim dan kafir. Oleh karenanya, tidak kewajiban orang yang membunuh membayar uang tebusan kepada mereka, karena hal itu akan menambah kekuatan bagi mereka untuk memerangi umat Islam.

 

Pelajaran (5) Kaum yang Memiliki Perjanjian

وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَـٰقٌۭ فَدِيَةٌۭ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ مُّؤْمِنَةٍۢ ۖ

“Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya mukmin.”

(1) Adapun jika yang terbunuh adalah termasuk atau tinggal di suatu kaum yang memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin atau dari Ahli Dzimmah, baik yang terbunuh adalah orang mukmin atau kafir. Maka bagi pembunuh untuk membayar tebusan kepada keluarga korban dan juga harus memerdekakan budak mukmin.

(a) Jika yang terbunuh adalah orang mukmin, maka tebusannya harus sempurna, begitu juga jika yang terbunuh orang kafir.

(b) Pendapat lain mengatakan, jika yang terbunuh adalah orang kafir, maka diyat-nya (tebusannya) adalah setengah dari tebusan orang muslim. Hal ini berdasarkan hadits,

دِيَةُ عَقْلِ الْكَافِرِ نِصْفُ دِيَةِ عَقْلِ الْمُؤْمِنِ

“Diyat (tebusan) orang kafir adalah setengah dari diyat orang muslim.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

(c) Pendapat lain mengatakan jika yang terbunuh adalah orang kafir, maka diyat-nya adalah sepertiga dari diyat orang muslim.

(2) Jika orang yang terbunuh dari kalangan non-muslim yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin, maka pembayaran tebusan didahulukan penyebutannya dalam ayat ini daripada pembebasan budak mukmin. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan pembunuh muslim agar secepatnya membayar tebusan tersebut kepada kerabat yang terbunuh walaupun mereka masih kafir.

(3) Sanksi pembunuhan tidak sengaja dengan yang memerdekakan budak mempunyai beberapa hikmah, di antaranya:

(a) Ini adalah salah satu cara Islam untuk membebaskan perbudakan. Pemberantasan perbudakan dilakukan melalui beberapa sanksi:

  • Sanksi pembunuhan tidak sengaja (Qs. an-Nisa’: 92)
  • Sanksi zhihar yaitu menganggap istri haram digauli seperti ibunya (Qs. al-Mujadilah: 3-4)
  • Sanksi membatalkan sumpah (Qs. al-Maidah: 89)
  • Sanksi menggauli istri pada siang hari bulan Ramadhan (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(b) Mengisyaratkan bahwa kemerdekaan seorang budak setingkat dengan sebuah kehidupan. Ketika seseorang membunuh jiwa, seakan akan dia diperintahkan untuk menghidupkan jiwa manusia yang dibunuhnya dengan cara menghidupkan “kematian perbudakan” yaitu dengan cara memerdekakannya.

 

Pelajaran (6) Bagi yang Tidak Mampu

فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

“Siapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai (ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(1) Barangsiapa tidak mendapatkan budak mukmin atau tidak memiliki cukup uang untuk membebaskan budak, maka dia wajib menggantinya dengan puasa dua bulan berturut turut menurut kalender hijriyah, dan tidak boleh berhenti satu hari pun, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat, seperti datangnya haid, sakit berat dan sejenisnya. Jika dia berhenti satu hari atau lebih, maka wajib mengulanginya dari awal.

(2) Taubat kepada Allah.

تَوْبَةًۭ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

“Sebagai (ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah. Taubat di sini bukan dari dosa membunuh tidak sengaja, karena dia sebenarnya tidak berdosa dalam hal ini, karena sudah diangkat dari dirinya, sebagaimana yang tersebut di dalam hadits,

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Telah diangkat (dosa) dari ummatku: perbuatan yang tidak disengaja, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.”

Tetapi taubat di sini, karena dia kurang hati-hati dalam bertindak dan teledor di dalam melakukan suatu perbuatan. Taubat ini diwajibkan agar perbuatan seperti ini tidak terulang kembali di masa masa mendatang. Dan Allah maha mengetahui kemaslahatan hamba-hamba Nya dan mengetahui perbuatan yang tidak disengaja dan disengaja. Dan Allah maha Bijaksana dalam menerapkan hukum-hukum-Nya.

 

Pelajaran (7) Membunuh dengan Sengaja

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًۭا مُّتَعَمِّدًۭا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَـٰلِدًۭا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًۭا

“Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar.” (Qs. an-Nisa’: 93)

(1) Adapun sanksi bagi yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja adalah dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Dia tinggal di dalamnya dalam jangka waktu yang sangat panjang, dia akan mendapatkan murka dari Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya serta mendapatkan siksa yang sangat pedih.

(2) Kata (متعمدا) artinya secara sengaja, membunuh dengan sengaja atau tidak sengaja yang mengetahui hakikatnya adalah pelakunya sendiri, karena kesengajaan itu letaknya di dalam hati. Oleh karena itu, para ulama membuat kriteria atau indikasi suatu pembunuhan dilakukan sengaja atau tidak sengaja, tetapi mereka berbeda pendpat tentang kriteria tersebut.

(3) Diantara kriteria itu adalah membunuh dengan alat yang biasanya bisa menghilangkan nyawa seseorang, diantaranya:

(a) Memukul dengan senjata tajam, seperti: pedang, pisau, belati, parang, celurit, tombak dan lain-lain.

(b) Memukul atau melempar dengan benda-benda berat dan keras, seperti: batu besar, besi, linggis dan sejenisnya.

(c) Menembak dengan senjata api, baik yang laras panjang atau yang laras pendek.

 

Pelajaran (8) Mirip Sengaja

(1) Para ulama juga berbeda pendapat tentang istilah (شبه العمد) “mirip sengaja”. Mayoritas ulama menyatakan bahwa pembunuh “mirip sengaja” terdapat dalam syariat Islam, walaupun tidak disebutkan di dalam al-Qur’an, tetapi diriwayatkan dari ??

(2) Adapun kriteria pembunuhan “mirip sengaja” adalah memukul orang lain dengan alat yang biasanya tidak menyebabkan kematian, seperti tongkat, cambuk dan rotan secara sengaja, tetapi ternyata menyebabkan korban mati, padahal pelaku tidak ada maksud untuk membunuhnya. Salah satu dalil tentang pembunuhan “mirip sengaja” adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiya;;ahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesunggunya diyat (tebusan) pembunuhan “mirip sengaja” yang menggunakan cambuk dan tongkat adalah 100 ekor unta.” (HR. Abu Daud)

 

Pelajaran (9) Kekal di dalam Neraka

(1) Kalimat (خَـٰلِدًۭا فِيهَا) artinya “Dia akan berada di dalam neraka jahannam dalam waktu yang sangat lama”. Dia di dalamnya tidak selama-lamanya karena dia masih muslim dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berbeda dengan orang-orang kafir yang akan tinggal di dalam neraka selama-lamanya, kecuali pembunuh yang menyakini bahwa membunuh itu halal, maka dia dihukumi kafir dan masuk jahannam selama-lamanya.

(2) Di dalam hadits bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

يُخْرَجُ مِنْ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ الْإِيمَانِ

“Seseorang dikeluarkan dari neraka yang di dalam hatinya terdapat iman walaupun hanya sebesar dzarrah.”

(3) Seorang pembunuh yang membunuh seorang muslim dengan sengaja masih ada kesempatan bertaubat untuknya. Karena pembunuhan termasuk dosa besar yang Allah akan mengampuninya jika pelakunya bertaubat dengan taubat yang sungguh-sungguh. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Qs. an-Nisa’: 48)

 

***

KARYA TULIS