Tafsir An-Najah (Qs.4: 95-96) Bab 239 Duduk Tanpa Udzur
Duduk Tanpa Udzur
(Ayat 95-96)
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَـٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَـٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَـٰعِدِينَ دَرَجَةًۭ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَـٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَـٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا
“Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang) tanpa mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa udzur). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang terbaik (surga), (tetapi) Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
(Qs. an-Nisa’: 95)
Pelajaran (1) Sebab Turunnya Ayat
(1) Pada ayat sebelumnya, dibicarakan keharusan untuk berhati-hati dalam berjihad di jalan Allah, ketika ingin membunuh orang yang belum diketahui statusnya. Pada ayat ini diberikan motivasi agar terus melakukan jihad di jalan Allah menegakkan kalimat Allah. Ayat ini seakan akan mengisyaratkan bahwa perintah untuk berhati-hati bukan berarti boleh meninggalkan jihad.
(2) Adapun sebab turunnya ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari al-Barra’ bin ‘Azib, dia berkata, “Tatkala turun ayat,
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَـٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak ikut berperang).”
Rasulullah memanggil Zaid untuk menulisnya. Tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum mengadukan kebutaan yang dideritanya. Saat itu juga Allah mengabulkan keluhan Ibnu Ummi Maklum dan menurunkan firman-Nya,
غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ
“Tanpa mempunyai udzur.”
(3) ‘Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang buta, tua dan miskin tetapi keluhannya didengar oleh Allah. Bahkan ketika Rasulullah ﷺ berpaling darinya demi mendakwahi para pembesar Quraisy, Allah menegur Nabi-Nya ﷺ, sebagaimana yang tersebut di dalam surat ‘Abasa. Sungguh sangat mulia kedudukan beliau di sisi Allah, walaupun beliau seorang yang buta, tua dan miskin.
Pelajaran (2) Duduk Tanpa Udzur
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَـٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ
(1) Yang dimaksud (القاعدون) “orang-orang yang duduk, tidak ikut berjihad” pada ayat ini adalah:
(a) Orang-orang yang diizinkan tidak ikut berjihad karena udzur. Mereka adalah orang-orang yang tidak ikut dalam perang Badar.
(b) Pendapat lain, mereka adalah orang-orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk secara sengaja padahal tidak memiliki udzur. Mereka adalah Ka’ab bin Malik dari Bani Salamah, Murrah bin ar-Rabi’ dari Bani ‘Amru bin ‘Auf, dan Hilal bin ‘Umayyah dari Bani Waqif.
(2) Firman-Nya,
غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ
(a) Yang dimaksud orang-orang yang duduk tidak ikut berjihad di sini adalah mereka yang tidak mempunyai udzur, seperti: buta, pincang atau sakit berat. Adapun mereka yang tidak ikut berjihad dan mempunyai udzur syar’i yang menyebabkan tidak bisa ikut berjihad, maka pahala mereka sama dengan pahala orang berjihad di jalan Allah.
(b) Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ ketika pulang dari perang Tabuk, beliau ﷺ bersabda,
إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ قَالَ وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ
“Sesungguhnya di Madinah terdapat kaum yang kalian tidak menempuh perjalanan, dan tidak pula melintasi suatu lembah, melainkan mereka bersama kalian. Mereka bertanya “Padahal mereka berada di Madinah, ya Rasulullah?” Beliau menjawab “Ya, mereka terdapat udzur.” (HR. al-Bukhari secara muallaq dari Abu Daud.)
Pelajaran (3) Semua Dijanjikan Kebaikan
وَٱلْمُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَـٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَـٰعِدِينَ دَرَجَةًۭ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَـٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَـٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًۭا
“Dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa udzur). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang terbaik (surga), (tetapi) Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.”
(1) Pada ayat ini Allah menyebut tiga sifat, yang menjadikan al-mujahid lebih tinggi derajatnya daripada orang yang duduk. Tiga sifat tersebut adalah:
(a) Mereka berjihad di jalan Allah, yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki. Inilah makna Jihad.
(b) Mereka mengorbankan hartanya di jalan Allah, minimal untuk membeli senjata, kuda (kendaraan) dan peralatan lain yang dibutuhkan dalam jihad.
(c) Mereka mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah.
(2) Firman-Nya,
وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ
“Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang terbaik (surga).”
(a) Maksud (وَكُلًّۭا) adalah masing-masing dari mujahid dan orang yang duduk karena ada udzur syari’i dijanjikan Allah kepada mereka surga. Maksud (ٱلْحُسْنَىٰ) di sini adalah kebaikan, yaitu surga.
(b) Ayat lain yang menunjukkan bahwa (ٱلْحُسْنَىٰ) adalah surga, sebagai berikut:
- Firman Allah ﷻ,
لَا يَسْتَوِى مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ ٱلْفَتْحِ وَقَـٰتَلَ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةًۭ مِّنَ ٱلَّذِينَ أَنفَقُوا۟ مِنۢ بَعْدُ وَقَـٰتَلُوا۟ ۚ وَكُلًّۭا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ
“Mengapa kamu tidak menginfakkan (hartamu) di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Allah menjanjikan (balasan) yang baik kepada mereka masing-masing. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Hadid: 10)
Makna “al-Husna” pada ayat di atas adalah surga.
- Firman Allah ﷻ,
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ ٱلْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌۭ ۖ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik (ada pahala) yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (Qs. Yunus: 26)
Makna “al-Husna” pada ayat di atas artinya surga, sedangkan makna “Ziyadah” adalah tambahan, yaitu melihat wajah Allah ﷻ.
(3) Ayat ini menunjukkan dua hal:
(a) Masing-masing dari para mujahid dan orang yang duduk (dengan udzur) dijanjikan surga oleh Allah.
(b) Bahwa jihad di jalan Allah, hukumnya fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Karena kalau seandainya fardhu ‘ain, tentunya yang duduk tidak akan dijanjikan surga, karena tidak melaksanakan kewajiban jihad.
Pelajaran (4) Derajat di Sisi Allah
دَرَجَـٰتٍۢ مِّنْهُ وَمَغْفِرَةًۭ وَرَحْمَةًۭ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا
“(Yaitu,) beberapa derajat dari-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs, an-Nisa’: 96)
(1) Pada ayat sebelumnya disebutkan (درجة) “satu derajat”. Sedangkan pada ayat ini disebutkan (درجات) “beberapa derajat”. Apa perbedaan antara keduanya?
(a) Allah melebihkan para mujahid di atas orang yang duduk karena udzur syar’I, dengan satu derajat (درجة).
(b) Allah melebihkan para mujahid di atas orang yang duduk yang tanpa memiliki udzur syar’I, dengan beberapa derajat (درجات).
(2) Apa arti derajat di sini?
Derajat di sini mempunyai dua arti, yaitu:
(a) Derajat di dunia, yaitu mendapatkan kedudukan terhormat di tengah-tengah masyarakat, nama yang harum dan menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dan generasi Islam berikutnya.
(b) Derajat di akhirat, yaitu tingkatan yang tinggi di surga, semakin tinggi derajatnya semakin tinggi posisinya di surga dan semakin dekat dengan rahmat Allah.
Disebutkan di dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Sesungguhnya di surga terdapat seratus derajat yang dipersiapkan Allah untuk para mujahidin di jalan Allah. Antara dua derajat jaraknya sejauh jarak antara langit dan bumi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Di dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مِائَةُ عَامٍ
“Dan jarak antara dua derajat sejauh 100 tahun perjalanan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(3) Kata (درجة) dan (درجات) pada dua ayat di atas disebut secara nakirah tidak ada Alif Lam (ال). Hal itu untuk menunjukkan bahwa derajat tersebut sangatlah tinggi, tidak dibatasi dengan batasan dan tidak bisa diukur oleh manusia.
(4) Firman-Nya,
وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا
“Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah Maha Pengampun terhadap orang-orang yang tidak ikut berjihad, barangkali mereka mempunyai udzur syar’i atau iman mereka sedang turun sehingga tidak tergerak hatinya untuk ikut serta di dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah.
Allah Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya yang lemah dan tidak bisa ikut berjihad, serta Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya yang sedang tertindas sehingga memerintahkan para mujahidin untuk membebaskan mereka melalu syariat jihad.
***
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »