Karya Tulis
573 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 108-114) Bab 245 Karunia Allah yang Agung


Karunia Allah yang Agung

(Ayat 108-114)

 

يَسْتَخْفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ ٱلْقَوْلِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا ۞ هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ جَـٰدَلْتُمْ عَنْهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فَمَن يُجَـٰدِلُ ٱللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ أَم مَّن يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًۭا ۞ وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُۥ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ۞ وَمَن يَكْسِبْ إِثْمًۭا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا ۞ وَمَن يَكْسِبْ خَطِيٓـَٔةً أَوْ إِثْمًۭا ثُمَّ يَرْمِ بِهِۦ بَرِيٓـًۭٔا فَقَدِ ٱحْتَمَلَ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا ۞ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُۥ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌۭ مِّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىْءٍۢ ۚ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًۭا ۞ لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍۢ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَـٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًۭا۞

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

(Qs. an-Nisa’: 108-114)

 

Pelajaran (1) Mereka Bersembunyi dari Manusia

(1) Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berkhianat tersebut hanya takut kepada manusia. Mereka menutupi kejahatannya dari pandangan manusia, tetapi mereka lupa atau acuh tak acuh bahwa Allah tetap melihat perbuatan tersebut. Mereka tidak bisa menyembunyikannya dari Allah. Di sinilah keimanan seseorang kepada yang ghaib diuji. Oleh karenanya orang-orang yang berbuat jahat, biasanya keimanan kepada yang ghaib dan keimanannya kepada hari akhir sedang melemah atau sedang turun drastis.

Allah berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌۭ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ

“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

Ayat dalam surat Shaad di atas menunjukkan bahwa mereka sesat dari jalan kebenaran, karena melupakan hari perhitungan (hari akhir).

(2) Firman Allah,

وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ ٱلْقَوْلِ ۚ

“Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai.”

 Pernyataan ini menunjukkan dua hal:

(a) Allah selalu bersama mereka tetapi mereka tidak merasa. Ini dijelaskan di ayat lain,

وَمَكَرُوا۟ مَكْرًۭا وَمَكَرْنَا مَكْرًۭا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” (Qs. an-Naml: 50)

Ini juga sesuai firman Nya,

مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَىٰ ثَلَـٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.” (Qs. al-Mujadilah: 7)

(b) Kata (يبيّتون) artinya membuat rencana pada malam hari. Dari kata ini terdapat pecahan kata (بيت) artinya rumah. Karena biasanya orang merencanakan sesuatu pada malam hari di dalam rumah. Rumah pun dijadikan tempat tidur di malam hari. Di dalam hadits disebutkan,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang belum berniat puasa pada malam hari, maka tidak sah puasanya (Ramadhan).”   (HR. an-Nasa’i)

 

Pelajaran (2) Membela Mereka di Dunia

هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ جَـٰدَلْتُمْ عَنْهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فَمَن يُجَـٰدِلُ ٱللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ أَم مَّن يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًۭا

“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?” (Qs. an-Nisa’: 109)

(1) Ayat ini menjelaskan kepada mereka yang membela orang-orang yang berkhianat di dalam kehidupan dunia. Anggap saja mereka berhasil membelanya di dunia, karena faktor jabatan, kewenangan, kekayaan dan relasi; akan tetapi siapa yang sanggup membelanya pada hari kiamat di hadapan Allah ﷻ? Atau siapakah yang berani menjadi wakilnya pada hari kiamat?

(2) Ayat ini juga mengingatkan kepada mereka yang berkhianat dan para pembelanya, bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar, segala sesuatunya akan segera berakhir, termasuk keberhasilan mereka dalam menyembunyikan pengkhianatannya dari mata manusia. Semuanya akan berakhir dan akan terungkap semua rahasia itu pada hari kiamat.

 

Pelajaran (3) Menzhalimi Diri Sendiri

وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُۥ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. an-Nisa’: 110)

(1) Setelah mengecam orang-orang yang berkhianat, ayat ini membuka pintu taubat bagi mereka. Barangsiapa yang mau bertaubat, maka Allah akan menerima taubat mereka, karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

(2) Firman-Nya,

وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا

Makna (سُوٓءًا) adalah dosa secara umum, mencakup dosa besar dan kecil. Sedangkan makna (أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ) “atau mendzalimi diri sendiri” maksudnya adalah dosa besar berupa syirik.

Allah berfirman,

إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13)

(3) Kata (ثُمَّ) “kemudian” menunjukkan dua hal:

(a) Orang yang melakukan syirik atau dosa besar secara umum mengantarkan seseorang ke dalam neraka yang sangat dalam, jauh berada di bawah. Sedangkan taubat dan istighfar mengantarkan seseorang ke tempat yang tinggi di surga-Nya. Untuk berpindah dari neraka yang sangat dalam ke surga yang sangat tinggi membutuhkan waktu. Makanya di dalam ayat ini digunakan kata (ثُمَّ) yang artinya “kemudian” yang mengisyaratkan adanya jeda waktu.

(b) Kata (ثُمَّ) “kemudian” untuk menunjukkan bahwa seseorang yang bergelimangan dalam dosa kemudian sampai bisa bertaubat, kadang membutuhkan proses dan waktu. Yang penting, jangan sampai ajal sudah tiba, baru menyatakan taubat. Oleh karenanya, taubat masih terbuka lebar bagi setiap orang selama hidupnya, sampai datangnya sakaratul maut. Kalau sudah datang sakaratul maut, pintu taubat tertutup.

Inilah yang dimaksud di dalam firman Allah,

إِنَّمَا ٱلتَّوْبَةُ عَلَى ٱللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَـٰلَةٍۢ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍۢ

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera.” (Qs. an-Nisa’: 17)

Kata (ثُمَّ) pada ayat 17 ini sama dengan kata (ثُمَّ) pada ayat 110 dari surat an-Nisa’.

 

Pelajaran (4) Dosa akan Kembali kepada Diri Pelakunya

وَمَن يَكْسِبْ إِثْمًۭا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. an-Nisa’: 111)

(1) Ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan dosa yang dilakukan seseorang, mudharat dan bahayanya akan kembali kepada dirinya sendiri di dunia dan di akhirat. Di dunia hatinya tidak akan tenang, karena perbuatan dosa bertentangan dengan fitrah manusia. Ini kalau dia lepas dari hukuman manusia di dunia. Jika dia tertangkap dan dihukum maka mudharat dan bahayanya kepada dirinya bertambah yaitu tidak tenang hatinya dan mendapatkan hukuman manusia di dunia. Adapun di akhirat, dia akan mendapatkan balasan yang setimpal sesuai dengan perbuatan dosanya.

(2) Kata (يَكْسِبْ) artinya berusaha mencari sesuatu yang bermanfaat baginya di dunia atau di akhirat. Misalnya orang yang berusaha untuk mencari rezeki dengan bekerja di sebuah kantor. Terkadang seseorang mengira apa yang diusahakan itu akan membawa manfaat baginya, tetapi ternyata justru malah membawa mudharat, seperti yang diungkapkan pada ayat ini. Seseorang ketika berbuat dosa, mengira akan membawa manfaat baginya, sebagaimana dalam kasus Thu’mah, tetapi justru membawa mudharat baginya di dunia dan akhirat.

 

Pelajaran (5) Dosa Besar & Dosa Kecil

وَمَن يَكْسِبْ خَطِيٓـَٔةً أَوْ إِثْمًۭا ثُمَّ يَرْمِ بِهِۦ بَرِيٓـًۭٔا فَقَدِ ٱحْتَمَلَ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (Qs. an-Nisa’: 112)

(1) Kata (خَطِيٓـَٔةً) mempunyai beberapa arti:

(a) Dosa kecil atau dosa besar yang dilakukan secara tidak sengaja atau sengaja.

(b) Dosa yang sering diremehkan dan dilakukan oleh seseorang, karena terlalu sering melakukannya sehingga dia menganggapnya bukan dosa.

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah,

بَلَىٰۚ مَن كَسَبَ سَیِّئَةࣰ وَأَحَـٰطَتۡ بِهِۦ خَطِیۤـَٔتُهُۥ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِیهَا خَـٰلِدُونَ

“(Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 81)

Allah juga berfirman,

مِّمَّا خَطِیۤـَٔـٰتِهِمۡ أُغۡرِقُوا۟ فَأُدۡخِلُوا۟ نَارࣰا فَلَمۡ یَجِدُوا۟ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ أَنصَارࣰا

“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.” (Qs. Nuh: 25)

(2) Adapun kata (إِثْمۭ) mempunyai beberapa arti, antara lain:

(a) Dosa besar.

(b) Dosa yang dilakukan dengan sengaja.

(c) Dosa yang dilakukan oleh seseorang secara terus menerus sehingga menghambat seseorang untuk bertaubat kepada Allah.

فَقَدِ ٱحْتَمَلَ بُهْتَـٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا

“Maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.”

Sedangkan kata (بُهْتَـٰنًۭا) adalah “Anda menuduh orang lain melakukan dosa, padahal dia tidak melakukannya”.

Di dalam hadits shahih dijelaskan perbedaan antara (الغيبة) dan (البهتان), yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda,

عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim)

(3) Kata (ٱحْتَمَلَ) artinya membawa beban. Hal itu karena dosa disamakan dengan beban yang harus dipikul pemiliknya. Semakin banyak dosanya, semakin berat bebannya. Hal ini disebutkan di dalam firman Allah,

وَلَیَحۡمِلُنَّ أَثۡقَالَهُمۡ وَأَثۡقَالࣰا مَّعَ أَثۡقَالِهِمۡۖ وَلَیُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ عَمَّا كَانُوا۟ یَفۡتَرُونَ

“Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Qs. al-‘Ankabut: 13)

Dalam ayat ini dosa dianggap sebuah beban yang harus ditanggung dan dipikul oleh pelakunya.

Dikuatkan dengan firman Allah,

وَأَخْرَجَتِ ٱلْأَرْضُ أَثْقَالَهَا

“dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya.” (Qs. al-Zalzalah: 2)

Sebagian ulama mentafsirkan beban berat ini adalah orang-orang yang banyak dosanya.

 

Pelajaran (6) Berkat Karunia dan Rahmat-Nya

وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُۥ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌۭ مِّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىْءٍۢ ۚ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًۭا

“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Qs. an-Nisa’: 113)

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa berkat bimbingan, karunia dan rahmat Allah, Nabi ﷺ diselamatkan dari terjerumus di dalam kesalahan ketika memutuskan perkara yang Thu’mah. Hampir saja beliau memutuskan bahwa yang benar adalah Thu’mah dan yang salah adalah orang Yahudi, tetapi berkat karunia dan rahmat-Nya beliau diselamatkan dari kesalahan tersebut.

(2) Selain mengingatkan Nabi ﷺ terhadap besarnya karunia dan rahmat Allah kepadanya, ayat ini secara tidak langsung mengingatkan kepada umat Islam atas karunia dan rahmat Allah atas mereka. Dengan dimasukkannya mereka di dalam hamba-hamba-Nya yang beriman dan di dalam golongan orang-orang yang shalih.

(3) Orang-orang yang berkhianat seperti Thu’mah dan kawan-kawannya menginginkan agar Nabi ﷺ dan umat Islam sesat seperti mereka, kalau perlu menjadi pembela-pembela mereka. Akan tetapi sesungguhnya mereka secara tidak sadar telah menyesatkan diri mereka sendiri.

(4) Firman-Nya,

وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَىْءٍۢ

“Mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu.”

Ini menunjukkan bahwa manfaat dan mudharat hanya dari Allah saja, selain Allah tidak bisa memberikan manfaat dan mudharat apapun kecuali dengan izin-Nya.

Di dalam al-Qur’an, ayat-ayat yang berisi tentang penanaman akidah seperti ini sangat banyak, diantaranya:

(a) Firman Allah,

وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِۦ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ

“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.” (Qs. al-Baqarah: 102)

(b) Firman Allah,

قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْـًۭٔا وَلَا يَضُرُّكُمْ

“Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?” (Qs. al-Anbiya’: 66)

(c) Firman Allah,

قُلۡ أَفَرَءَیۡتُم مَّا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ إِنۡ أَرَادَنِیَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ هَلۡ هُنَّ كَـٰشِفَـٰتُ ضُرِّهِۦۤ أَوۡ أَرَادَنِی بِرَحۡمَةٍ هَلۡ هُنَّ مُمۡسِكَـٰتُ رَحۡمَتِهِۦۚ قُلۡ حَسۡبِیَ ٱللَّهُۖ عَلَیۡهِ یَتَوَكَّلُ ٱلۡمُتَوَكِّلُونَ

“Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (Qs. az-Zumar: 38)

(5) Tiga Karunia Allah.

وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ ۚ

“Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan tiga karunia-Nya yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ, yaitu:

(a) Menurunkan kepadanya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia.

(b) Menurunkan kepadanya al-Hikmah. Al-Hikmah di sini bisa berarti as-Sunnah atau ilmu yang bermanfaat yang bisa meluruskan perkataan dan perbuatan seseorang di dalam kehidupan di dunia ini.

(c) Mengajarkan kepadanya hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui.

 

Pelajaran (7) Karunia Iman dan Ilmu

وَكَانَ فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًۭا

“Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.”

(1) Ayat ini menunjukkan bahwa karunia Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah tiga hal yang disebutkan di atas. Intinya, karunia Allah yang diberikan kepada manusia ada dua:

(a) Karunia fisik dan duniawi, seperti: harta, jabatan, istri, fasilitas, dan lain lainnya.

(b) Karunia non-fisik dan ukhrawi, seperti: agama, ketenangan jiwa, ilmu yang bermanfaat, keimanan, ketaatan dan sebagainya.

Dari kedua karunia itu, yang lebih afdhal dan lebih agung adalah karunia non-fisik dan ukhrawi sebagaimana yang disebut dalam ayat ini.

(2) Hal ini disebutkan di dalam firman Allah, diantaranya:

(a) Firman-Nya,

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ وَسُلَيۡمَٰنَ عِلۡمٗاۖ وَقَالَا ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي فَضَّلَنَا عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّنۡ عِبَادِهِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman".” (Qs. an-Naml: 15)

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman ‘alaihima as-salam diberikan karunia Allah berupa ilmu. Ini dikuatkan di dalam firman Allah,

 قَالَ هَـٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى

“Dia berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku.” (Qs. an-Naml: 4)

(b) Firman-Nya,

وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

 “Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nur: 21)

Ayat ini menunjukkan bahwa salah satu karunia Allah kepada orang-orang beriman adalah dihindarkan dari mengikuti langkah-langkah setan dan membersihkan mereka dari perbuatan keji.

(c) Firman Allah,

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۞ قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌۭ مِّمَّا يَجْمَعُونَ ۞

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".” (Qs. Yunus: 57-58)

Dua ayat di atas menjelaskan bahwa karunia Allah ada dua, yaitu: yang pertama adalah al-Qur’an sebagai obat, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman; dan yang kedua adalah harta yang mereka kumpulkan. Kemudian Allah menjelaskan bahwa al-Qur’an lebih baik dari harta yang mereka kumpulkan.

 

***

KARYA TULIS