Jilbab Kewajiban Muslimah ( III. Tidak Semua Perbedaan Pendapat Bisa Diterima )
Quraish Shihab menulis bahwa : ”menghidangkan satu pendapat saja disamping dapat mempersempit dan membatasi seseorang, juga berbeda dengan kenyataan bahwa hampir dalam semua persoalan rinci keagamaan Islam ditemukan keragaman pendapat. Keragaman itu sejalan dengan ciri redaksi Al Qur'an dan hadits yang sungguh dapat menampung aneka pendapat.“ [1]
Kalau saja Quraish Shihab menghidangkan berbagai pendapat ulama yang diakui otoritas keilmuannya, tentunya tidak akan berdampak buruk seperti yang terjadi sekarang. Yang disayangkan, ternyata beliau menghidangkan pendapat orang-orang yang – nota bene – hanya pemikir yang kurang otoritatif dan sama sekali bukan ulama yang mu’tabar, sehingga menyeleweng jauh dari kebenaran dan cenderung berpendapat nyleneh. Makanya, jauh-jauh sebelumnya, para ulama telah menyebutkan bahwa tidak setiap perbedaan pendapat dalam suatu masalah bisa diterima, karena bisa dimungkinkan bahwa yang berbeda itu adalah pendapat orang yang bukan ahlinya. Berkata Ibnu Hajar Al Haitami :
َلَيْسَ كُلُّ خِلَافٍ جَاءَ مُعْتَبَرًا إلَّا خِلَافًا لَهُ حَظٌّ مِنْ النَّظَرِ
"Tidak setiap perbedaan pendapat bisa diterima, kecuali perbedaan pendapat yang mempunyai dasar pijakan (menurut disiplin keilmuan )" [2]
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, hlm. 5
[2] Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfah al-Muhtaj fi Syarhi al Minhaj, ( Dar Ihya Turats al Araby ) Juz III, hlm. 209
Kita lihat bagaimana Ibnu Hajar Al Haitami, seorang ulama besar dari Madzhab Syafi’i telah meletakkan sebuah kaidah yang sangat penting, khususnya bagi kaum muslimin di Indonesia yang kebanyakan masih menganggap bahwa seluruh perbedaan pendapat bisa ditampung dan diakomodir dengan alasan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi, sehingga pendapat-pendapat nyleneh dan jelas-jelas bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadist serta ijma’ pun harus diterima sebagai perbedaan pendapat. Sampai-sampai saat ini ada yang menyatakan, bahwa pendapat yang menghalalkan homoseks dan lesbian pun harus dihormati juga sebagai bagian dari perbedaan, karena perbedaan pendapat adalah rahmat. Tentu saja pendapat semacam ini sangat keliru.
Perkataan Ibnu Hajar Al-Haitami di atas dikuatkan juga dengan perkataan ulama besar, Imam Ar Romli :
إلَّا أَنْ يُقَالَ إنَّ هَذَا الْقَوْلَ شَاذٌّ , وَلَيْسَ كُلُّ خِلَافٍ يُرَاعَى
"Hanyasanya, bisa dikatakan bahwa pendapat ini adalah nyleneh, dan tidak setiap perbedaan pendapat bisa diterima " [1]
Dari sini, bisa penulis katakan bahwa pendapat-pendapat yang selayaknya ditampilkan dalam masalah jilbab ini, hanyalah terbatas pendapat-pendapat para ulama yang bergelut dalam bidang syari'ah dan memang telah diakui kredibilitas dan kemampuannya. Seandainya Quraish Shihab hanya menampilkan dua pendapat kelompok besar dari para ulama tentang batasan aurat tentu kita sepakat dan mendukungnya. Berkata Quraish Shihab: "Secara garis besar, dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua kelompok besar ulama masa lampau. Yang pertama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita tanpa kecuali adalah aurat, sedang kelompok kedua mengecualikan wajah dan telapak tangan. “ [2]
Dua pendapat yang sudah disebutkan Qurasih, menurut hemat penulis secara umum sudah cukup mewakili seluruh ulama yang ada. Adapun jika ada perinciannya lagi dalam beberapa hal, maka bisa disesuaikan dengan kaidah-kaidah fiqh yang ada. Jadi, tidak perlu menampilkan lagi pendapat-pendapat cendekiawan kontemporer yang sebenarnya tidak berhak sama sekali ikut bicara dalam masalah yang bukan menjadi bidang garapannya, karena hal itu akan merusak tatanan dispilin keilmuan yang sudah ada. Dan jika beliau menampilkan pandangan cendekiawan kontemporer tersebut secara sepintas saja, tentunya dampak negatifnya lebih kecil dari pada sekarang. Tetapi kenyataannya beliau justru menyendirikan pandangan cendekiawan kontemporer tentang jilbab itu dalam satu bab secara lengkap, yaitu dari halaman 113 sampai 164, yaitu sekitar 30% dari jumlah keseluruhan isi buku -- sesuatu yang tidak dilakukan oleh Quraish Shihab ketika menerangkan tentang pendapat ulama yang diakui otoritasnya.
Bukan hanya pendapat para cendekiawan saja yang dipermasalahkan oleh para ulama, bahkan pendapat pakar ushul fiqh pun – yang dalam hal ini sangat dekat dengan ahli fiqh- belum tentu bisa diterima pendapatnya jika ia berbicara masalah fiqh. Berkata Imam Zarkasyi:
"Apakah pendapat pakar ushul fiqh ketika berbicara masalah fiqh bisa diterima? ....Adapun mayoritas ulama, termasuk di dalamnya Abul Husain bin Qattan menyatakan bahwa pendapat seorang pakar ushul fiqh dalam permasalahan fiqh tidaklah bisa diterima, karena dia tidak termasuk ahli fatwa. " [3]
Kalau keadaannya demikian, bagaimana para ulama tersebut jika hidup pada zaman sekarang dan mendengar seorang insiyur bangunan, sarjana politik, mantan perwira, dokter gigi, ekonom atau sejenisnya yang sama sekali buta dengan ilmu-ilmu syariah kemudian berfatwa tentang hukum jilbab, tentunya akan ditolak mentah-mentah. Jika tidak memahami atau tidak mempunyai otoritas di bidang itu, seharusnya kembali kepada ulama yang diakui otoritasnya.
[1] Muhammad bin Shihabudin Ar Romli, Nihayah al Muhtaj ila Syarh al Minhaj, ( Beirut, Dar al Fikr ).
[2] . M . Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Juz II, hlm. 8
[3] Badruddin Zarkasy, Bahru al-Muhith , ( Dar al Kutby ) , Juz VI, hlm : 416, lihat juga Al Ghozali, Al Mutashfa, hlm : 144
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »