Jilbab Kewajiban Muslimah ( IV. Perbedaan antara Ulama dan Cendekiawan )
Penulis berpendapat, bahwa perlu dibedakan antara pengertian ulama dan cendekiawan. Ulama dalam bahasa Arab adalah jama’ dari kata ‘alim, artinya ulama itu adalah kumpulan orang-orang ‘alim. Yaitu orang yang menguasai bidang keilmuan tertentu dari Ilmu Syariah yang biasanya dia mempelajarinya secara sistematis dan berurutan dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Sedang Cendekiawan dalam bahasa Arab sering disebut Adib, yaitu seseorang yang mengetahui sedikit-sedikit dari banyak hal, semua itu didapat dari pengalaman dan bacaan sana sini yang dilakukan secara tidak sistematis dan teratur.
Sebenarnya, setiap disiplin ilmu juga memegang otoritas keilmuan ini secara ketat. Tidak setiap orang boleh berpendapat dalam masalah ekonomi, kedokteran, dan sebagainya, jika dia tidak memiliki otoritas di bidang itu. Begitu juga dalam masalah ilmu-ilmu agama (ulumuddin) diperlukan otoritas dan kedisiplinan yang tinggi, sehingga tidak setiap orang bisa seenaknya menyebarkan pendapatnya tentang sesuatu tanpa memiliki otoritas di bidang tersebut.
Dalam hal ini Quraish Shihab pun tidak membedakan antara ulama dan cendekiawan, sehingga kedua golongan itu disejajarkan di dalam masalah jilbab. Quraish mengatakan: “ Dalam buku ini, penulis berusaha membentangkan aneka pendapat, baik pandangan ulama-ulama terdahulu yang terkesan ketat, maupun cendekiawan kontemporer yang dinilai longgar. “[1]
Dalam pernyataan tersebut, Quraish Shihab telah melakukan beberapa kekeliruan, di antaranya :
Pertama : Menyejajarkan ulama dulu dengan cendekiawan kontemporer. Padahal menyejajarkan ulama dulu dengan cendekiawan dulu pun tidak boleh ketika berbicara masalah hukum, karena bukan level dan tandingannya. Begitu juga tidak boleh menyejajarkan ulama kontemporer dengan cendekiawan kontemporer, karena bukan level dan tandingannya dan garapan antara keduanya juga berbeda. Akan tetapi yang dilakukan Quraish adalah menyejajarkan ulama dulu dengan cendekiawan kontemporer sungguh sangat-sangat tidak sapadan, baik dari segi ilmu maupun akhlaqnya. Yang lebih mendingan adalah menyejajarkan atau membandingkan ulama dulu dengan ulama kontemporer.
Kedua : Tampaknya, Quraish Shihab tidak bisa membedakan antara ulama dan cendekiawan sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Dalam disiplin ilmu fiqh, disebutkan bahwa ulama adalah orang yang menguasai hukum-hukum syari’ah dan mampu melakukan ijtihad hukum dari sumber aslinya yaitu Al Qur’an dan Hadits. [2] Bahkan di dalam pembahasan ijma’ disebutkan bahwa kesepakatan yang merupakan hujjah sesudah Al Qur’an dan Hadits adalah kesepakatan para ulama, yaitu mereka yang mampu mengistinbathkan hukum dari sumber aslinya setelah memenuhi beberapa syarat, seperti penguasaan bahasa Arab yang cukup, pemahaman terhadap ilmu ushul fiqh yang memadai, dan ilmu-ilmu lainnya. Kesepakatan ulama tersebut wajib kita ikuti, walaupun mereka hanya sedikit. Sebaliknya kesepakatan para cendekiawan tidaklah diakui menurut disiplin ilmu ushul fiqh, walaupun jumlah mereka sangat banyak. [3] Sehingga sangat tidak benar jika dalam masalah hukum kita menyejajarkan antara para ulama dengan cendekiawan, apalagi ulama yang dulu dengan cendekiawan kontemporer.
Ketiga: Mengesankan kepada para pembaca bahwa ulama dulu itu pendapat-pendapatnya terkesan ketat dan mempersulit, sedang cendekiawan kontemporer terkesan longgar. Kemudian setelah itu pada halaman berikutnya menukil ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Islam itu mudah dan rahmat bagi sekalian alam. Cara penulisan seperti ini walaupun barangkali tidak disengaja oleh Quraish Shihab akan tetapi bisa membuat para pembaca alergi dan apriori dengan para ulama yang sejak pertama dikesankan ketat dan mempersulit. Padahal kalau kita telusuri bahwa para ulama dulu banyak yang telah menulis tentang kemudahan syari’at Islam ini.
[1] M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, hlm : 4
[2] Al Ghozali, al Mustashfa, hlm. 143, Ibnu Qadamah, Raudhatu Nadhir, juz : II, hlm. 254
[3] Al Ghozali, al Mustashfa, hlm. 137, Ibnu Qadamah, Raudhatu Nadhir, juz : I. hlm. 219
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »