Karya Tulis
79994 Hits

Hukum Keluar Flek Sebelum Melahirkan

Banyak ibu-ibu muda yang menanyakan tentang flek ( bercak darah ) yang keluar dari vagina sebelum melahirkan, apakah itu termasuk darah haid, atau istihadhah, atau darah nifas ? Tentunya mereka membutuhkan jawaban yang jelas, karena masalah ini menyangkut kewajiban mereka melaksanakan ibadah sholat,  puasa dan lain-lain.

Apa yang dimaksud dengan keluar flek?

Keluar flek atau serinhg disebut spotting adalah keluarnya sedikit bercak darah dari vagina berwarna merah atau kecoklatan, yang bisa jadi tidak sampai mengotori celana dalam. Keluarnya flek ini merupakan pendarahan ringan yang bisa terjadi kapan saja pada saat hamil, terutama pada trimester pertama. Sekitar 20% wanita hamil mengalami spotting pada trimester pertama. Keluarnya flek ini adalah sesuatu yang normal dan tidak berbahaya jika tidak disertai gejala lain, seperti nyeri di perut, pingsan atau lemas serta tidak berlangsung lama, biasanya kurang dari satu hari.

 

Salah satu penyebab keluarnya flek yang tidak membahayakan adalah melekatnya sel telur yang sudah dibuahi ke dinding rahim, atau karena ada perubahan hormon yang kadang-kadang terjadi di akhir kehamilan .

Pada trisemester kedua dan ketiga, jika flek keluar, kadang penyebabnya karena luka atau infeksi pada leher rahim, atau ada kelainan pada plasenta yang menutupi leher rahim, atau plasenta terlepas dari dinding rahim, atau terjadi pelebaran leher rahim, atau karena ibu hamil sedang kecapaian, atau bahkan tanda dari keguguran.

Bagaimana Hukum Flek ( bercak darah )  ini ?

Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya :

Pendapat Pertama : menyatakan bahwa darah yang keluar sebelum melahirkan adalah darah rusak atau darah istihadhah. Ini adalah pendapat al-Hanafiyah ( al Kasani, Badai’ as shonai’, Beirut, Daar al Kutub al ilmiyah, juz : 1, hlm : 41 ).

Pendapat Kedua : menyatakan bahwa ini adalah darah haid. Ini adalah pendapat al-Malikiyah. (Ibnu Juzai, al Qawanin al Fiqhiyah, Kairo, Daar al hadits, 2005 ,hlm : 35 )

Pendapat Ketiga, adalah pendapat ulama Syafi’iyah : Darah yang keluar sebelum melahirkan, mempunyai dua kemungkinan ;

Pertama, darah tersebut bersambung terus dengan waktu melahirkan, maka darah tersebut dikatagorikan darah nifas.

Kedua, darah tersebut tidak bersambung dengan waktu melahirkan, tetapi terputus sebelum itu, maka darah ini tidak termasuk darah nifas. Apakah termasuk darah haid atau darah rusak ( istihadah ) ? Menurut qaul qadim ( pendapat imam Syafi’i sebelum ke Mesir ): darah tersebut adalah darah rusak (istihadah) seperti pendapat al Hanafiyah. Adapun menurut qaul jadid ( pendapat imam Syafi’i setelah di Mesir ) : darah tersebut termasuk darah haid, seperti pendapat al Malikiyah. (al Mawardi, al Hawi al Kabir, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah,1994, juz : 1, hlm : 438,  as Syarbini, Mughni al Muhtaj, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1994, Juz 1, hlm : 277 )

Pendapat Keempat : menyatakan bahwa darah tersebut adalah rusak ( istihadhah ), kecuali jika keluar dua atau tiga hari sebelum melahirkan, maka termasuk darah nifas, tentunya harus disertai dengan tanda-tanda melahirkan seperti kontraksi. Ini adalah pendapat Hanabilah. ( Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi,  Juz : 1, hlm : 371 )

Sebab perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini

Yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini adalah perbedaan mereka di dalam mendefiniskan darah nifas :

Menurut al-Hanafiyah bahwa darah nifas adalah : darah yang keluar setelah melahirkan. Adapun darah yang keluar bersamaan dengan melahirkan atau sebelum melahirkan adalah darah rusak atau istihadah

Sedang menurut Malikiyah bahwa darah nifas adalah darah yang keluar ketika dan sesudah melahirkan. Adapun darah yang keluar sebelum melahirkan, menurut pendapat yang benar di kalangan mereka adalah darah haid.

Adapun menurut as- Syafi’iyah bahwa darah nifas adalah : darah yang keluar ketika dan sesudah melahirkan. Tetapi Syafi’iyah mengecualikan darah yang bersambung dengan darah haid, maka hal itu dimasukkan dalam katagori haid, karena menurut mereka, orang hamil bisa saja keluar haid darinya.

Adapun menurut Hanabilah, nifas adalah darah yang keluar karena melahirkan.

Sebagian ulama menyatakan bahwa darah flek ini, jika keluar sebelum melahirkan tanpa disertai dengan kontraksi atau tanda-tanda melahirkan, maka dihukumi sebagai darah yang rusak ( darah istihadha ), maka hendaknya dia membersihkannya seperti membersihkan najis dari badannya, kemudian tetap melakukan sholat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Tetapi jika keluarnya flek tersebut disertai kontraksi sebagai tanda mau melahirkan, maka dikatagorikan darah nifas sehingga dia wajib meninggalakan sholat dan puasa serta ibadah-ibadah yang disyaratkan di dalamnya suci.

Untuk sifat kehati-hatian, kita mengambil pendapat yang menyatakan bahwa darah flek yang keluar sebelum melahirkan selama tidak diikuti proses kelahiran yang sebenarnya, dikatagorikan darah istihadah, walaupun kadang-kadang disertai dengan kontraksi atau adanya pembukaan pada tempat keluarnya anak, seperti pembukaan pertama, kedua dan seterusnya. Karena kadang sudah ada kontraksi dan pembukaan pertama, namun tidak terjadi kelahiran kecuali setelah satu atau dua minggu sesudahnya. Alangkah jauh jaraknya dengan waktu kelahiran, tentunya hal ini sangat susah diterima sebagai darah nifas.

Batasan sebelum melahirkan itu berapa hari ? Ulama Hanabilah sebagaimana yang telah disebut di atas, menyebutkan jika darah tersebut keluar dua atau tiga hari sebelum melahirkan, maka termasuk darah nifas. Tetapi batasan tersebut tidak mempunyai landasan yang kuat, maka yang lebih tepat adalah jika keluarnya flek tersebut bersambung dengan proses kelahiran yang sesungguhnya, seperti keluar darah flek pada pagi hari langsung bersambung terus dengan kontraksi yang luar biasa kemudian terjadi kelahiran pada siang atau sore harinya, maka darah flek tersebut bisa dikatagorikan darah nifas, karena bersambung secara utuh dengan proses kelahiran.

Oleh karenanya, wanita hamil yang keluar darah flek yang tidak bersambung secara utuh dengan proses kelahiran, hendaknya dia membersihkan darah tersebut dan wudhu ketika hendak melakukan sholat, dan boleh dia membaca al Qur’an, dan melaksanakan puasa sebagaimana biasanya. Karena pada asalnya, ibadah adalah sesuatu yang wajib dia kerjakan secara yakin, dan tidak boleh meninggalkannya kecuali dengan sesuatu yang yakin juga, yaitu ketika benar-benar telah melahirkan. Selama darah tersebut ada kejelasan, maka tidak boleh menjadikannya untuk meninggalkan sholat serta ibadah-ibadah lainnya.

Bagaimana jika seorang wanita yang hamil mengira bahwa darah flek yang keluar adalah darah nifas, tetapi ketika dia sudah terlanjur meninggalkan sholat selama seminggu atau lebih, ternyata proses kelahiran tidak kunjung datang ? Jawabannya bahwa dia berkewajiban untuk mengqadha’ sholatnya yang ditinggalkan tersebut paa hari-hari lainnya setelah dia melahirkan dan darah nifasnya sudah berhenti. Wallahu A’lam.

Jakarta, 28 Oktober 2009

 

KARYA TULIS