( Bab III ) Nasionalisme dan Runtuhnya Khilafah Islamiyah
Banyak ahli sejarah menulis, bahwa fanatis kelompok termasuk di dalamnya faham Nasionalisme, merupakan salah satu sebab utama runtuhnya khilafah Utsmaniyah –benteng terakhir Islam sejak didirikan empat belas abad yang lalu-.
(1) Dalam bukunya “Daulah Utsmaniyah” Dr. Jamal Abdul Hadi, salah seorang pakar sejarah dari Mesir, menyebutkan beberapa sarana yang dimanfaatkan Yahudi Eropa untuk menghancurkan kekuatan pemerintahan Islam di Turki waktu itu. Diantaranya adalah dengan menghidupkan faham Nasionalisme.
Di dalam buku setebal 163 halaman tersebut, beliau menjelaskan permasalahan di atas sebagai berikut :
“ …mereka berusaha memporak-porandakan negeri Islam ini dari dalam, ingin menghancurkannya lewat tangan putra-putranya sendiri. Yaitu dengan cara mendukung dan membujuk partai-partai oposan, agar membentuk tandzim-tandzim rahasia dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Islam. Partai-partai oposan tersebut diantaranya adalah: Partai Pemuda, Partai Persatuan dan Pengembangan, dan Partai Kamaliyyun. Selain cara itu, mereka juga menghidupkan faham Nasionalisme di kalangan umat Islam, serta menaburkan benih perselisihan antara umat Islam dan umat agama lain. Karena dari situ akan terbuka jalan lebar bagi kekuatan asing untuk ikut campur tangan dengan dalih keamanan”. (Dr. Jamal Hadi, Daulah Utsmaniyah, juz: 2, hal. 20)
(2) Apa yang diungkapkan Dr. Jamal Hadi tersebut, dikuatkan dengan pendapat muwafik Bani Marjah. Di dalam tesisnya yang berjudul “Sultan Abdul Hamid (khilafah Islamiyah)”, penulis yang pernah melalang benua ke kota-kota di Eropa dan Arab untuk memburu data-data yang sah tentang Khilafah Utsmaniyah tersebut menjelaskan sebagai berikut :
“Eropa telah berpengalaman dalam menebarkan faham Nasionalisme dan menyalakan api perselisihan antar kelompok dan suku, terutama antara bangsa Turki, mereka membentuk kedutaan dan konsulat di berbagai kota untuk mencapai tujuannya, seperti di Istambul, Damaskus, Baghdad, Cairo, dan Jeddah.” (Muwafiq Bani Marjah, Sulthon Abdul Hamid wal Khilafah Utsmaniyah, hal. 174)
(3) Begitu juga apa yang ditulis pakar sejarah “Mahmud Syakir” di dalam bukunya “Tarikh Islam” menunjukkan hal yang serupa. Di dalam juz ke-8, beliau menjelaskan:
“… dan mungkin hal yang terpenting adalah kelompok yang bergerak untuk menyebarkan paham Nasionalisme, mereka tidak mempunyai gerakan yang berarti untuk meruntuhkan Daulah Islamiyah kecuali dengan “menyebarkan paham Nasionalisme”. Oleh karena itu, mereka bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Dan ternyata paham Nasionalisme tersebut merupakan unsur terpenting di dalam melemahkan kekuatan Daulah Islamiyah, karena umat Islam dengan Nasionalisme akan tercerai-berai, saling berselisih, masing-masing ingin bergabung dengan suku dan kelompoknya, ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah, dan cukuplah dengan gerakan untuk memisahkan diri tersebut akan terkotak-kotaklah kekuatan umat, dengan demikian Daulah akan melemah dan terputus jaringannya dan akhirnya ambruk… begitulah yang terjadi.” (Mahmud Syakir, Tarikh Islam, Al-Maktab Islami, 1991 M, juz: 8, hal. 122)
Bermula dari munculnya berbagai propaganda ke arah Nasionalisme Thoriah, yang dipelopori oleh Partai Persatuan dan Pengembangan, mereka memulai gerakannya dengan men-Turki- kan Daulah Utsmaniah di Turki.
Untuk menopang dakwahnya ini, mereka menjadikan serigala (sesembahan bangsa Turki sebelum datangnya Islam) sebagai syiar dari gerakannya tersebut.
(Muhammad Muhammad Husain, Ittijahat Wathoniyah, juz: 2, hal. 85)
Partai ini dipimpin oleh Ahmad Ridho dan berpusat di Paris.
Usaha-usaha yang dilakukan partai ini antara lain:
1. Membuka cabang-cabang di Berlin, Salonik, dan Istambul.
2. Menerbitkan majalah “ANBA”. Majalah tersebut disponsori gerakan Masuniah di Paris.
3. Menyebarkan paham Nasionalisme Thouroniah dan menghidupkan kebudayaan-kebudayaan Barat di negara Turki.
4. Menyebarkan rasa permusuhan dengan bangsa Arab, diantaranya dengan adanya usaha untuk mencopot kementrian Wakaf, Kementrian Dalam Negeri, dan kementrian Luar Negeri, yang waktu itu dipegang oleh orang-orang Arab, untuk diganti dengan orang Turki.
5. Berusaha membatasi keistimewaan yang diberikan Utsmaniah hanya kepada bangsa Turki saja. (Muwafiq Bani Marjah, Sulthon Abdul Hamid dan Khilafah Utsmaniah, hal. 174)
Gerakan itu membuat bangsa Arab berang, akibatnya dalam waktu singkat bermunculan gerakan “Fanatisme Arab” dan dengan cepat menyebar di seluruh wilayah pemerintahan Utsmaniah, seperti di Mesir, Syam, Iraq, dan Hijaz.
Bermula dari pelataran bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan membesar. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan khilafah Utsmaniah yang dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi, fanatisme ini dikendalikan oleh orang-orang Nasrani Libanon, yang telah terbina dalam pendidikan Barat. Diantara para tokohnya adalah Faris Namir dan Ibrahim Yasji.
Gerakan fanatisme arab ini didorong lebih jauh lagi oleh Negib Azoury, seorang kristen pegawai pemerintahan Utsmani di Palestina. Ia berhasil menerbitkan buku “Le Revell de la nation arabe”. Di dalam bukunya tersebut, ia mengutarakan gagasannya untuk membuat suatu arab empire yang mempunyai batas-batas alami, yaitu: lembah Eufrat dan Tigris, Lautan India, Terusan Suez, dan Lautan Tengah. Gagasan ini jelas akan mendorong lebih cepat terciptanya separatisme wilayah arab dari kekuasaan Turki Utsmani. (Azyumardi Azra, Islam dan Negara: Eksperimen Dalam Masa Modem)
Agar penyebaran fanatisme ini lebih aman dan mendapat dukungan, mereka menggunakan nama Jam’iyah sebagai kedok.
Jam’iyah ini bergerak di dalam bidang keilmuan dan kesenian dengan tujuan untuk menyebarkan ilmu-ilmu bahasa Arab dan mempromosikan budaya-budaya barat di negara-negara Arab.
Dalam waktu dua tahun saja, Jam’iyah ini mampu merekrut 50 anggota dari kalangan Nasrani semuanya. Jam’iyah ini mendukung penuh gerakan Protestan yang berada di wilayah Syam.
Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I, kesempatan bagi bangsa-bangsa Arab untuk memisahkan diri dari khilafah Utsmaniah, mereka ingin mendirikan “Khilafah Arabiyah” sebagai tandingannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan Inggris untuk memporak-porandakan kekuatan Islam.
Eropa mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki akan mengakibatkan kekuatan Islam lemah, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Muhammad Abduh :
“ Sesungguhnya bangsa Arab mampu untuk mendepak orang-orang Turki dari kursi kekhalifahan, akan tetapi bangsa Turki tidak rela begitu saja. Apalagi waktu itu bangsa Turki mempunyai kekuatan militer yang tidak dimiliki oleh pihak lain, dengannya mereka akan menyerang dan membunuh bangsa Arab. Maka apabila kedua kekuatan itu melemah, Eropalah yang menjadi kuat –mereka sudah lama menunggu antara pertarungan umat Islam tersebut-, kemudian berusaha untuk menguasai kedua bangsa tersebut atau salah satunya yang terlemah. Padahal waktu itu bangsa Arab dan bangsa Turki merupakan bangsa yang terkuat di dalam tubuh umat Islam. Oleh karenanya, akibat dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas akan melemahkan kekuatan Islam sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya.” (Dr. Muhammad Imaroh, Al-Jam’iyah Al-Islamiyah wal Fikroh Al-qoumiyah, Daar Assyuruq 1414-1994, hal. 53, 54)
Mengetahui yang demikian, diutuslah “Lorence”, spionis Inggris didikan Yahudi, yang dikemudian hari dikenal dengan “Lorence Arab”. Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya Revolusi Arab berhasil menghantam kekuatan khilafah Utsmaniah di Turki, tentunya di bawah bimbingan dan arahan Lorence Arab ini.
Tentara-tentara Arab berkumpul dan bersatu dengan kekuatan-kekuatan asing.
Jauh-jauh sebelum persekongkolan untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniah itu dilakukan, Inggris telah menjanjikan Syarif Husain, pembesar Makkah waktu itu, apabila khalifah Utsmaniah jatuh maka Syarif Husain akan menjadi kholifah pengganti.
Namun kenyataannya, setelah rencana itu berhasil dan perang telah usai, seperti kebiasaannya, Inggris menyelisihi janjinya, dua perwakilan yang diundang Syarif Husain dalam acara penyerahan kekuasaan yang diadakan di Jeddah tak mau hadir, bahkan pada waktu itu Inggris membuka kartu yang selama ini disimpan.
Ternyata tiga negara besar telah berkolusi untuk membagai wilayah Khilafah Utsmaniah pada perjanjian rahasia antara Inggris, Perancis, dan Rusia.
Pada waktu itu juga, Musthafa Kamal sang pengkhianat itu, berhasil merebut tampuk kepemimpinan dari keluarga Utsmaniah. Tampaknya hal itu telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya, yaitu ketika Ia memimpin gerakan Kamailun, yang melakukan aktifitasnya di bawah tanah. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari gerakan Masuniah Internasional. (Dr. Jamal Abdul Hadi, Al-Mujtama’ Al-Islamy Al-Mu’ashir, Al-Wafa’, juz I, hal. 59)
Puncaknya pada muktamar “Luzone”, yang akhirnya, Musthafa Kamal menerima 4 syarat yang diajukan Inggris untuk mengakui kekuasaan barunya di Turki. Ke-empat syarat itu adalah :
1. Menghapus sistem khilafah.
2. Mengasingkan keluarga Utsmaniah di luar perbatasan.
3. Memproklamirkan berdirinya negara sekuler.
4. Pembekuan hak milik dan harta milik keluarga Utsmaniah.
(Mahmud Syakir, Tarikh Islam, juz: 8, hal. 233)
Pada waktu itu secara resmi, “The SickMan” telah tumbang, setelah enam abad lamanya berkuasa.
Yach… akhirnya Khlafah Utsmaniah harus tumbang, menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Perang Dunia I yang berlangsung selama 4 tahun (1914-191 itu.
Setelah berdiri tegar berabad-abad lamanya membela kemuliaan, akhirnya bangunan yang kokoh itu runtuh. Runtuh bukan karena serangan dari musuh-musuh luarnya, akan tetapi runtuh di tangan putra-putranya sendiri.
Setelah keruntuhan benteng terakhir umat Islam itu, bangsa Arab sadar, bahwa mereka telah terkecoh rayuan Inggris dan secara tidak sadar ikut andil di dalam meruntuhkan Khilafah Utsmaniah, akan tetapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa lagi.
Kegagalan mereka untuk mendirikan Khilafah Arobiyah, membuat mereka kehilangan nyali untuk mulai bergerak lagi, mereka telah menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang kehilangan induknya.
Kalaupun ada usaha-usaha mereka, yang sempat ditulis sejarah untuk mengembalikan kemuliaan mereka kembali, itupun hanya sebatas surat menyurat antara Syarif Husain dan Musthafa Kamal.
Akan tetapi apa yang diharapkan bangsa Arab dari seorang fanatik Turki yang membenci bangsa Arab itu sendiri?
Begitulah permisalan syaithan ketika Ia berkata kepada manusia “kafirlah” tatkala Ia telah kafir tiba-tiba syaithan berlepas diri.
Pada detik-detik keruntuhan Khlafah Utsmaniah, nun jauh di sana orang-orang Nasrani berpesta-pora, kesempatan yang mereka tunggu berabad-abad telah tiba, kedengkian dan kesumat selama ini telah tersampaikan. Jendral Ghordh, pimpinan pasukan Prancis telah berdiri di depan makam Sholahudin Al-Ayyubi seraya berteriak: “Wahai Sholahudin kami datang kembali”.
Alam Islami diselimuti kabut tebal, tak tahu kapan kabut itu berubah menjadi hujan.
India merintih… Mesir merunduk sedih, menangis terisak atas kematianmu… Syam tertegun bertanya-tanya… Iraq dan Persia telah hilang dari bumi khilafah.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »