Karya Tulis
69523 Hits

Hukum Makan Gurita dan Anjing Laut


Para ulama sepakat bahwa semua binatang laut yang berbentuk ikan hukumnya halal untuk dimakan. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang binatang laut yang bentuknya tidak menyerupai ikan, seperti gurita, anjing laut, singa laut dan babi laut, apakah halal dimakan atau haram?

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat :

Pendapat Pertama : Mengatakan bahwa tidak halal makan binatang yang hidup di laut kecuali yang bentuknya seperti ikan. Ini adalah pendapat Abu Hanifah.

Pendapat Kedua : Mengatakan bahwa apa-apa yang bentuknya mirip binatang darat yang halal, seperti sapi laut dan kuda laut, maka halal untuk dimakan. Sedang yang bentuknya mirip dengan binatang darat yang haram dimakan, seperti anjing laut, dan babi laut,  maka haram untuk dimakan. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Ibnu Abi Laila, Mujahid, Auza’I, sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah.

Pendapat Ketiga : Mengatakan bahwa seluruh binatang yang hanya hidup di laut dan tidak bisa hidup di darat, maka halal untuk dimakan, walaupun kadang bentuknya menyerupai binatang darat yang haram, seperti anjing laut dan babi laut. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk di dalamnya madzab Maliki, Syafi’I dan Hambali.  

Di dalam kitab  al-Qawanin al-Fiqhiyah  (141), karya Ibnu Juzai al-Maliki disebutkan : “Keempat : Binatang yang menyerupai binatang haram, seperti babi laut, maka boleh dimakan.“

Di dalam kitab Zaad al-Mustaqni’ (6/296), karya Hijawi al-Hanbali  disebutkan : “ Dibolehkan (untuk memakan) seluruh binatang laut, kecuali katak, buaya dan ular.“

Di dalam kitab al-Mumti’ Syarh Zaad al-Mustaqni’ (6/300), Syaikh Utsaimin menyebutkan bahwa seluruh binatang laut halal untuk dimakan karena keumuman dalil-dalil yang membolehkan, walaupun binatang laut tersebut bentuknya seperti keledai, anjing, maupun manusia. Adapun katak sebenarnya bukan binatang laut, tapi merupakan binatang yang hidup di dua alam, dan diharamkan karena alasan lain. Adapun buaya laut walaupun termasuk binatang buas, tapi tetap halal, sebagaimana ikan hiu, walaupun buas tapi halal. Begitu juga ular laut, karena hidupnya di laut, maka hukumnya halal, karena ular di darat berbeda dengan ular yang ada di laut.   

Abu Bakar al Hashni Asy-Syafi’I di dalam Kifayat al-Akhyar (694)  mengatakan : “Semua binatang laut jika keluar dari laut akan mati, seperti ikan dengan segala jenisnya , maka hukumnya halal dan tidak perlu disembelih“ 

Dalil-dalil dari pendapat ketiga ini adalah sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah :

حِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ

 “ Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan”   (Qs. al-Maidah : 96)

 

Kedua : Firman Allah :

وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا

“Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya” (Qs. Fathir : 12)

Ketiga : Hadist :

عن أبي هُرَيْرَةَ أنه يقول :  سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Dari Abu Hurairah bahwasanya ia berkata; “ Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seraya berkata; "Wahai Rasulullah, kami naik kapal dan hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ia (laut) adalah suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah) 

Keempat : Hadist :

 عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

“Dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah: dua bangkai maksudnya ikan dan belalang, dua darah maksudnya hati dan limpa. “ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Kelima : Bahwa nama-nama binatang laut yang mereka sebut sebagai singa laut, anjing laut, ular laut, babi laut dan lain-lainnya hanyalah sebutan saja, yang hakikatnya tidak seperti binatang-binatang serupa yang hidup di darat. Sehingga tidak bisa dihukumi seperti hukum binatang-binatang di darat hanya karena kebetulan namanya sama.

 Oleh karena itu, Imam Malik – sebagaimana disebutkan oleh  Zainuddin al-Iraqi di dalam bukunya Thorhu at-Tatsrib (6/138) -  tidak menyukai penamaan binatang-binatang laut tersebut dengan nama-nama binatang darat yang diharamkan. 

Kesimpulan

Dari beberapa pendapat di atas, maka pendapat ketiga-lah yang lebih kuat bahwa semua binatang yang hidup di laut hukumnya halal di makan berdasarkan keumuman ayat-ayat dan hadist-hadist yang menyebutkan kehalalan binatang-binatang tersebut.

Disamping itu bahwa struktur tubuh binatang laut berbeda dengan struktur tubuh binatang darat, sehingga mereka mampu bertahan hidup dalam air, sebaliknya mereka tidak tahan hidup di darat.

Hal ini didukung dengan beberapa penelitian bahwa sebagian besar binatang laut  jika dimakan akan memberikan manfaat bagi  tubuh manusia, walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang agak banyak. Hal ini berbeda dengan keadaan pada binatang yang hidup di darat, apalagi yang telah diharamkan dalam Islam, seperti binatang buas dan pemangsa, anjing, serta babi. Wallahu A’lam.

Makkah, 7 Dulqa’dah 1433 H/ 23 September 2012 M 

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

 

KARYA TULIS