Karya Tulis
13127 Hits

Kekuatan Istiqamah


 إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian istiqamah dalam keyakinan tersebut, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. “  (Qs. Fusshilat : 30 – 31 )



Pengertian Istiqamah

Dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqfi radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ  : قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ

 “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku dalam Islam ini ucapan, sehingga aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, "selain engkau"]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR. Muslim)

Istiqamah  Mempunyai Tiga Makna

Makna Yang Pertama: Sebagaimana di dalam kamus Lisan al-Arab, Istiqamah berarti lurus dan tidak bengkok.  Shirathal Mustaqim adalah jalan yang lurus dan tidak bengkok.

Berkata Ibnu Rajab di dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (193):

          الاستقامة : هي سلوك الطريق المستقيم، وهو الدين القويم من غير تعويج عنه يمنة و لا يسرة، و يشمل ذلك فعل الطاعات كلها الظاهرة و الباطنة و ترك المنهيات كلها كذلك

“Al-Istiqamah adalah meniti di atas jalan yang lurus, yaitu agama yang benar tanpa belok kanan maupun kiri, hal itu mencakup melaksanakan seluruh ketaatan secara lahir dan batin, serta meninggalkan seluruh kemungkaran.“

Istiqamah di dalam beramal berarti amal yang kita lakukan harus lurus dan benar.  Amal yang lurus dan benar harus mempunyai dua syarat ; yaitu diniatkan ikhlas karena Allah dan harus sesuai dengan tuntunan nabi besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Hal ini sesuai dengan firman Allah:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُور   

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Al Mulk: 2)

Berkata al-Fudhail bin Iyadh:

 أحسن عملاً أخلصه وأصوبه  ، العمل لا يقبل حتى يكون خالصاً صواباً ، فالخالص إذا كان لله والصواب إذا كان على السنة

  “Yang paling amalnya maksudnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Suatu amal tidaklah akan diterima oleh Allah, sampai mempunyai dua sifat ; murni dan benar. Murni adalah jika amal itu dilakukan hanya karena Allah semata, sedang benar adalah jika amal tersebut berdasarkan sunnah.“  (lihat Muhammad Syarbini di dalam tafsir as-Siraj al-Munir: 4/ 244)

 Setiap hari di dalam sholat lima waktu, kita diwajibkan membaca surat Al Fatihah paling tidak  sebanyak 17 kali. Di dalamnya kita memohon kepada Allah seraya mengucapkan : “ Ihdina Ash- Shiratha Al Mustaqim “ (tunjukilah kami jalan yang lurus) artinya tunjukilah kami jalan menuju keikhlasan di dalam beramal dan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karenanya,  Allah menerangkan maksud dari pada jalan yang lurus tersebut, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri kepada mereka kenikmatan.  Pertanyaannya adalah siapa saja yang telah diberi kepada mereka kenikmatan itu?  Hal ini telah diterangkan oleh Allah di dalam firman-Nya:

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs An Nisa’ : 69)

Bentuk istiqamah yang pertama ini menuntut kita untuk senantiasa mencari ilmu, agar amalan kita sesuai dengan tuntutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Makna Yang Kedua : Istiqamah berarti kontinue dan terus menerus serta berkesinambungan.  Kalau kita mengatakan kepada seseorang bahwa dia adalah orang yang istiqamah melakukan sholat lima waktu berjama’ah di masjid, artinya bahwa fulan tersebut secara terus menerus, dan berkesinambungan melakukan sholat lima waktu sepanjang hidupnya di masjid secara berjama’ah hingga akhir hayatnya.

Makna istiqamah seperti ini pernah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadistnya, diantaranya adalah hadist Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda  :

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ إِذَا عَمِلَتْ الْعَمَلَ لَزِمَتْهُ

"Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit." Al Qasim berkata; Dan Aisyah, bila ia mengerjakan suatu amalan, maka ia akan menekuninya.” (HR Muslim, no : 1306)

Di dalam riwayat lain disebutkan  :

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدَكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَأَنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Beramallah sesuai dengan sunnah dan berlaku imbanglah, dan ketahuilah bahwa salah seorang tidak akan masuk surga karena amalannya, sesungguhnya amalan yang dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit." ( HR Bukhari, no : 5983 )

Dari dua hadist di atas, kita mengetahui bahwa amalan yang terus menerus dilakukan oleh seorang muslim walaupun sedikit, jauh lebih baik dari pada amalan yang banyak, tapi hanya dilaksanakan sekali dan terputus. Seseorang yang membaca Al Qur’an setiap hari dengan satu juz serta terus menerus sepanjang hidupnya, jauh lebih baik daripada seorang muslim yang mengkhatamkan al Qur’an sepuluh kali pada bulan Ramadhan, tetapi setelah bulan Ramadhan pergi, dia tidak pernah lagi membaca Al Qur’an.

Makna Yang Ketiga : Istiqamah berarti sesuatu yang bisa mengantarkan sampai tujuan.

Seseorang yang beramal ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta terus menerus melakukan hal itu pada seluruh aktifitas hidupnya, maka tidak diragukan lagi dia akan sampai pada tujuan yang selama ini dicita-citakannya, yaitu husnul khatimah, mati dalam keadaan muslim.

Hal ini pernah diwasiatkan oleh para nabi kepada anak-anaknya, sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Ibrahim dan Ya’qub ‘alaihima as-salam, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". ( Qs Al Baqarah : 132 )

Selalu istiqamah di dalam memegang teguh ajaran Islam sampai akhir hayat ini merupakan bentuk dari ketaqwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang sebenarnya, sebagaimana firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” ( Qs Ali Imran : 102 )

Manfaat Istiqamah 

Pertama : Malaikat akan turun kepada mereka membawa kabar gembira. Allah berfirman :

تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ

“ maka malaikat akan turun kepada mereka ( dengan membawa berita gembira )” 

Berkata Waki’ : “ Berita gembira terdapat pada tiga tempat ; ketika mati, ketika di alam kubur, dan ketika hari kebangkitan. “   

Kedua :  Mendapatkan ketenangan. Allah berfirman :

أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا

"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih. “  

Maksudnya :  ( jangan sedih ) dengan sesuatu yang sudah berlalu, karena sudah menjadi siratan taqdir dan tidak bisa dikembalikan lagi dan ( jangan khawatir ) dengan sesuatu yang belum terjadi di masa mendatang, karena semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan ijin Allah.

Ketiga : Mendapatkan syurga yang dijanjikan. Allah berfirman : 

 وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

“ Dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. “ 

Keempat : Allah akan menjadi penolongnya di dunia dan di akherat. Allah berfirman :

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

" Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. “ 

Kelima : Mendapatkan kelapangan rizki di dunia. Allah berfirman :

 وَأَلَّوِ اسْتَقامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْناهُمْ ماءً غَدَقاً

“Dan bahwasanya: jika mereka tetap istiqamah di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak)”.(Qs. Al-Jin: 16)

Maksud air yang segar adalah rizqi dan harta yang berkah. Umar bin Khattab mengatakan : “ Jika ada air berarti ada harta . “

Keenam : Hatinya lapang dan hidup yang senang. Allah berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ( Qs. An-Nahl : 97 )

Mudah-mudahan kita dijadikan hamba-hamba-Nya yang tetap istiqamah sampai akhir hayat kita . Amien.

Dr. Ahmad Zain An Najah, MA

Jakarta, 24 Syawal 1431 H/ 3  Oktober 2010 M

 

 

KARYA TULIS