Karya Tulis
5393 Hits

Tips Ke-2: Menggunakan Satu Waktu Untuk Banyak Kegiatan


Sebuah pepatah mengatakan:

 ”Sambil menyelam minum air”,

Pepatah lain mengatakan :

”Sekali dayung, dua atau tiga pulau terlampaui”.

Sebenarnya, para ulama dahulu telah memberikan contoh kepada kita bagaimana memanfaatkan waktu yang terbatas, untuk mengerjakan lebih dari satu kegiatan :

Diriwayatkan bahwa al-Khatib al-Baghdadi,  salah seorang ulama hadist yang sangat terkenal. Jika beliau berjalan, mesti didapatkan di tangannya ada sebuah buku yang sedang dibacanya.

Imam Sulaim ar-Razi, salah seorang ulama Syafi’iyah yang meninggal tahun 447 H, selalu mengisi waktu-waktunya dengan pekerjaan yang bermanfaat.

 Ibnu Asakir berkata:

”Saya pernah diceritakan oleh guruku, Abu Faraj al-Isfirayini, bahwa beliau pada suatu saat keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan. Kemudian, tidak berapa lama datang lagi sambil berkata:

”Saya telah membaca satu juz dari al-Qur’an selama saya di jalan”.

Berkata Abu Faraj:

”Saya pernah diceritakan oleh Mu’ammil bin Hasan bahwa pada suatu hari dia melihat pena Sulaim ar-Razi rusak dan tumpul. Ketika  memperbaiki penanya tersebut, dia terlihat  menggerak-gerakkan mulutnya. Setelah diselidiki, ternyata dia membaca al-Qur’an di sela-sela memperbaiki penanya, dengan tujuan agar waktunya tidak terbuang begitu saja secara   sia-sia.”[1]

Salah satu ulama dahulu berwasiat kepada teman-temannya ;

 “ Jika kalian keluar dari hadapanku, maka berpencarlah, sehingga masing-masing dari kalian bisa membaca al-Qur’an dalam perjalanannya. Karena jika kalian berkumpul, maka kalian akan mengobrol. “

Abu al-Wafa’ Ibnu Uqail, salah satu tokoh dalam Madzhab Hanbali, mampu menyingkat waktu makan dengan memilih makan yang praktis. Beliau bisa memanfaat perbedaan waktu makan roti kering dengan roti basah, untuk membaca 50 ayat al-Qur’an.[2]

Abu al-Barakat, kakek Ibnu Taimiyah, jika masuk kamar mandi atau WC, dia menyuruh saudaranya untuk membacakan sebuah buku dengan suara keras, agar dia bisa mendengarnya.[3]

Untuk saat ini, apa yang dikerjakan oleh para ulama tersebut bisa kita tiru dengan sarana yang lebih mudah, seperti tape, komputer, HP, tablet  dan lain-lain yang jauh lebih praktis untuk bisa dijadikan sarana mendengar ceramah ataupun bacaan al-Qur’an sambil berjalan.

Jepang berhasil menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 silam. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah hobi membaca yang sudah membudaya di negara tersebut.

Hal ini didukung dengan menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak 1950-an yang secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca. Orang dapat menghabiskan waktu beberapa jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta.

Begitu juga yang terjadi di negara-negara maju lainnya seperti Eropa dan Amerika, biasanya mereka memanfaat waktu-waktu mereka di dalam perjalanan untuk membaca buku, koran atau sekedar mendengarkan sesuatu  lewat handpone.

Berbeda dengan pemandangan yang terjadi di Negara-negara berkembang, kebanyakan dari masyarakatnya masih mudah menyia-nyiakan waktu terbuang begitu saja, khususnya di tempat-tempat umum, seperti di halte-halte bis, terminal, stasiun, bandara udara. Mereka kebanyakan sibuk dengan obrolan yang tidak menentu,  jika tidak ada teman yang diajak mengobrol, mereka melamun, atau hanya sekedar melihat kanan- kiri, bahkan karena tidak ada pekerjaan, mereka memperhatikan aktivitas penumpang lainnya.

Yang menarik adalah apa yang terjadi di kota Kairo, Mesir.  Beberapa mahasiswa al –Azhar yang berasal dari Mesir asli, terlihat berebut naik ke sebuah bis yang sudah tua, tapi penuh sesak dengan penumpang. Itu karena harga tiketnya sangat murah dibanding dengan bis-bis lainnya.  Di dalam bis yang penuh sesak dengan manusia dan  untuk berdiri secara nyaman-pun sangat susah tersebut, tiba-tiba terdengar gemuruh bacaan al-Qur’an yang dilantukan beberapa  mahasiswa yang baru saja naik tersebut. Diantara mereka ada membacanya dengan hafalan, dan ada yang membacanya dengan melihat mushaf kecil dan lusuh yang mereka bawa kemana-mana. Luar biasa….masih ada sebagian mahasiswa yang tidak mau waktunya terbuang sia-sia di tengah-tengah himpitan manusia yang saling berjejal di dalam sebuah bis tua.

Suatu hal yang menantang dan sangat baik, jika dalam satu kegiatan seseorang bisa memanfaatkan waktu yang terbuang untuk membaca al-Qur’an, mengulangi hafalan, berdzikir, membaca buku, menulis makalah, dan yang sejenisnya. Seperti waktu sebelum dimulainya sebuah rapat, sembari menunggu anggota lain yang belum hadir, seseorang bisa memanfaatkannya untuk membaca buku, atau menulis makalah, atau membaca al-Qur’an. Ini juga bisa dilakukan ketika ishoma ( istirahat, sholat dan makan ). Maka sangat dianjurkan seseorang membawa sebuah buku, atau al-Qur’an dalam setiap pertemuan dan rapat, di sela-sela waktu yang terbuang, bisa dimanfaatkan untuk membaca buku tersebut secara urut.

Seorang teman menceritakan kepada penulis tentang kebiasaan seorang syekh yang tinggal di Saudi Arabia, bagaimana beliau sangat antusias menjaga waktunya. Setiap mengendarai mobilnya, beliau selalu meletakkan buku di samping tempat duduknya. Setiap berhenti di lampu merah, segera dia memanfaatkan waktu yang singkat tersebut untuk membaca buku yang berada di sampingnya, sampai-sampai karena asyiknya membaca buku, sering kali lampu sudah hijau, beliau tidak mengetahuinya dan masih saja membaca, maka mobil-mobil yang berada di belakangnya terpaksa membunyikan klakson untuk memberitahu bahwa lampu sudah hijau. Sampai-sampai ada anekdot di kota tersebut, jika ada suara-suara klakson berbunyi di depan lampu merah, bisa ditebak bahwa syekh berada di dalam salah satu mobil dan sedang asyik membaca.

Seorang ulama besar mampu menulis ratusan buku di sela-sela kesibukannya yang luar biasa. Ketika ditanya : “ Ya Syekh bagaimana caranya anda menulis buku sebanyak ini, padahal anda sangat sibuk mengajar dan ceramah, dan anda hampir tidak mempunyai  waktu yang tersisa untuk menulis ? “ Sepontan Syekh itu menjawab : “ Saya menulis buku-buku tersebut di atas kendaraan antara rumah dan tempat mengajar “ . 

Subhanallah…orang-orang besar tidak pernah menyerah dengan keadaan. Justru tantangan yang menghadang di depannya dirubahnya menjadi kesempatan.

Benar apa yang ditulis seorang penyair :

إِذَا كَانَت النُفُوسُ كِبَارَا     تَعِبَت فيِ مُرَادِهَا الأجْسَامُ

 “ Jika jiwa –jiwa ini mempunyai kemauan kuat….

“ Maka sungguh badan-badan ini akan capai mengikuti kemauannya “  

 


[1]. Abdul Fatah Abu Guddah, Qimat al-Zaman inda al-Ulama, hlm: 50- 51

[2].Nashir Sulaiman al-Umary, al-Futur Asbabuhu wa ‘Ilajuhu, hlm: 96.

[3]. Ibnu Rajab, Dzail Thabaqat al-Hanabilah ,  2/  249 .

KARYA TULIS