Karya Tulis
4772 Hits

Nama-Nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 2

Nama Keempat : al-Firqah an-Najiyah 

Al-Firqah artinya kelompok, sedangkan an-Najiyah artinya yang selamat dari api neraka. Jadi a-firqah an-Najiyah adalah kelompok yang dijanjikan Allah akan selamat dari api neraka, karena mereka selalu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam.

Nama al-Firqah an-Najiyah diambil dari hadist Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

          إِنَّ بني إسرائيلَ تفرقَتْ على ثنتينِ وسبعينَ مِلَّةً ، وتفْتَرِقُ أمتي على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً كلُّهم في النارِ إلَّا ملَّةً واحدَةً ، قال من هِيَ يا رسولَ اللهِ ؟ قال : ما أنا عليه وأصحابي 


          "Sesungguhnya Bani Israel telah berpecah kepada 72 golongan, manakala umatku pula akan berpecah kepada 73 golongan. Kesemua mereka di neraka kecuali satu golongan sahaja. (Para sahabat) bertanya, "Siapakah (golongan yang tersebut) wahai  Rasulullah? Rasulullah menjawab, "golongan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya" (Hadist Hasan, HR. Tirmidzi, 2641)

          Jika yang selamat hanya satu golongan saja, apakah sisanya yang berjumlah 72 golongan dipastikan tidak selamat dan masuk masuk neraka ? Dan apakah mereka itu kafir dan keluar dari ajaran Islam ?  

          Jawabannya : bahwa mereka bukanlah orang-orang kafir, tetapi mereka adalah orang-orang beriman yang mempunyai bebeberapa penyimpangan dan kesalahan yang tidak menyebabkan mereka menjadi kafir. Diantara dalil-dalilnya adalah :

          1). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist tersebut menyebutkan mereka sebagai umatku. Berarti mereka adalah pengikut nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyasaja mereka melakukan sebagian penyimpangan yang tidak mengeluarkan status mereka dari ummat-nya.

          2). Di dalam hadist tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebut umat Yahudi dan Nashrani, dan ini menunjukkan bahwa yang keluar dari Islam dan menjadi kafir adalah Yahudi dan Nashrani, bukan salah satu kelompok dari umat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diancam masuk neraka.

          3).Ibnu Taimiyah di dalam fatawanya menjelaskan makna  (كلُّهم في النارِ) “ mereka semuanya masuk neraka ”  sebagai berikut :

وَمَنْ قَالَ: إنَّ الثِّنْتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَكْفُرُ كُفْرًا يَنْقُلُ عَنْ الْمِلَّةِ فَقَدْ خَالَفَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَإِجْمَاعَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ بَلْ وَإِجْمَاعَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ وَغَيْرِ الْأَرْبَعَةِ ، فَلَيْسَ فِيهِمْ مَنْ كَفَّرَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْ الثِّنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَإِنَّمَا يُكَفِّرُ بَعْضُهُمْ ، (بَعْضًا مِن هذه الفِرَق) بِبَعْضِ الْمَقَالَاتِ

          “ Barang siapa yang mengatakan bahwa kelompok yang 72 itu kafir dan keluar dari agama Islam, maka pendapatnya telah menyelesihi Kitab, Sunnah dan Ijma’ Sahabat radhiyallahu ‘anhum, bahkan Ijma’ Imam yang Empat dan selain Imam yang Empat juga. Tidak ada satupun diantara mereka yang mengkafirkan setiap dari 72 kelompok tersebut. Hanyasaja sebagian mereka menjadi kafir karena beberapa pendapat mereka. “ 

Nama Kelima : Ahlul Atsar

Ahlus Sunnah wal Jama’ah disebut dengan juga dengan Ahlul Atsar. Diambil dari kata (الأثر), yang berarti jejak atau peninggalan para pendahulu. Ini sesuai dengan firman Allah :

 قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ ائْتُونِي بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هَذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

.         “ Katakanlah: " Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar". (Qs. al-Ahqaf : 4)

           Ayat di atas menunjukkan bahwa ilmu yang diakui sebagai hujjah dan dalil adalah ilmu yang diwariskan dari para nabi atau orang-orang sebelum mereka, yang memang diakui oleh Allah. Bukan ilmu yang mereka ada-adakan sendiri tanpa ada riwayat dari orang sebelumnya.

 Berkata al-Qurthubi di dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (16/182): “ Berkata al-Harawi:“al-Itsarah wa al-Atsar artinya al-Baqiyah (yang tersisa) ....Berkata Mujahid:“Artinya riwayat yang kalian dapatkan dari orang-orang sebelum kalian. “ Berkata ‘Ikrimah dan Muqatil : “ artinya adalah riwayat dari para Nabi. Berkata al-Qordhi : “ artinya adalah Isnad (terdapat sanad)”  ...Asal katanya dari al-Atsar yang berarti riwayat, dikatakan : Atsartu al-hadits...yaitu jika saya menyebutkannya dari selainmu. Dari situlah dikatakan : Hadist Ma’tsur yaitu hadits yang disampaikan khalaf (orang yang belakangan) dari salaf (orang yang terdahulu).”   

Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-Adhim (7/274 ) : “ Makanya sebagian membaca (atsaratin min ‘ilmin) maksudnya adalah ilmu shahih yang mereka dapatkan dari seseorang pendahulu mereka, sebagaimana yang dikatakan Mujahid dalam ayat tersebut, yaitu seseorang yang meninggalkan suatu ilmu. “

Berkata Syekh as-Sa’di di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan ( 1/779 ) : “ yaitu ilmu yang diwariskan dari para Rasul yang menyuruh hal tersebut “

Dari keterangan di atas, maka bisa kita katakan bahwa Ahlul Atsar adalah orang-orang yang mengikuti jejak para pendahulu mereka dari para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in dalam kebaikan. Merekalah yang memegang teguh ajaran-ajaran Islam yang dibawa para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  

Sebagian ulama mengatakan bahwa Ahlul Atsar, maksudnya al-Atsar adalah al-Hadist, karena (al-Atsar) semua yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian Ahlul Atsar juga berarti Ahlul Hadist.

Berkata Ibnu Abi Hatim ar-Razi :

مذهبنا واختيارنا اتباع رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه والتابعين والتمسك بمذهب أهل الأثر مثل أبي عبد الله أحمد بـن حنبـل

          “ Madzhab kami dan pilihan kami adalah mengikuti Rasulullah dan para sahabatnya serta para tabi’in dan memeguh teguh madzhab Ahlul Atsar, seperti Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal.“( Syareh Ushul I’tiqad Ahli as-Sunnah(1/179)

Berkata as-Safarini di dalam Lawami’ al-Anwar (1/64 ) :

الذين إنـما يأخذون عقيدتـهم من المأثور عن الله جل شأنه في كتابه أو في سنة النبي صلى الله عليه وسلم أو ما ثبت وصح عن السلف الصالح من الصحابة الكرام والتابعين لهم الفخام …

“ Yaitu mereka yang mengambil aqidah mereka dari apa yang diriwayatkan dari Allah di dalam kitab-Nya dan di dalam sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau riwayat yang benar dari para salaf shaleh yaitu para sahabat yang mulia dan para tabi’in. “  

          (As-Safarini, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini al-Hambali, 1188 H, seorang ulama ahli hadist dan ushul. Safarin adalah desa di daerah Nablus. Nama bukunya secara lengkap adalah : Lawami’ al-Anwar al-Bahiyah wa Sawathi’ al-Asrar al-Atsariyah al-Mudhiyah fi ‘Aqdi Ahli al-Firqah al-Mardhiyah  )

   

 Nama Keenam : Al-Guraba’.

        Istilah al-Ghuraba’ sebagaimana di dalam Lisan al-Arab mempunya arti Niza’ al-Qabail, yaitu orang-orang asing yang tinggal di suatu kabilah tetapi mereka bukan bagian dari kabilah tersebut. An-Nazi’ yaitu orang yang terlempar, hilang dan jauh dari keluarga dan kerabatnya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah disebutkan juga al-Ghuraba’ karena mereka selalu menghidupkan sunnah nabi yang sudah ditinggalkan umat, sehingga mereka seakan-akan menjadi orang asing. 

Istilah al-Ghuraba’ ini pernah disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ.

  “Islam bermula dalam keadaan asing, dan kelak akan kembali menjadi asing lagi sebagaimana permulaannya, maka beruntunglah bagi orang-orang asing.” (HR. Muslim, 145)

        Ini dikuatkan dengan hadist Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ.

          “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.” (HR. Ahmad, Hadist Hasan Lighairihi. Hadist ini dishahihkan di dalam Shahih wa Dhaif al-Jami’ ash-Shaghir, 7368).

          Generasi al-Ghuraba’ ini datang setelah zaman sahabat, di mana kerusakan merajela di setiap lini kehidupan. Mayoritas manusia larut di dalam kemaksiatan dan kebodohan terhadap ajaran Islam. Sangat sedikit orang yang istiqamah dan memegang teguh ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan hadist Amru bin Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

          إن الدين بدأ غريباً ويرجع غريباً، فطوبى الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي

            “Sesungguhnya agama ini muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing, maka beruntunglah mereka yang memperbaiki apa-apa yang telah rusak sesudahku dari dari sunnahku.”(HR. Tirmidzi, 2630. Berkata Abu Isa Tirmidzi : Ini Hadist Hasan)

        Di dalam hadist di atas disebutkan lafadh (yang telah rusak sesudahku)  hal itu menunjukkan bahwa generasi ini datang setelah generasi sahabat.

Hal ini dikuatkan dengan hadist Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

   بدأ الإسلام غريباً وسيعود غريباً كما بدأ فطوبى قالوا يا رسول الله ومن الغرباء؟ قال اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.

“Islam itu bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka sungguh beruntung. Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah siapakah al-Ghuraba’. Beliau bersabda :“Mereka adalah orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) ketika terjadi kerusakan pada manusia.” (HR. ath-Thabrani di dalam al-Kabir )

Adapun riwayat ath-Thabrani di dalam al-Ausath dan ash-Shaghir disebutkan :

             يصلحون إذا فسد الناس

           “ Yaitu mereka yang memperbaiki jika manusia sudah rusak.(Berkata al-Haitsami : Hadist ini diriwayatkan ath-Thabrani pada tiga bukunya (al-Kabir, al-Ausath dan ash-Shaghir, para perawinya shahih, kecuali Bakr bin Salim dia adalah tsiqah (terpercaya)).

           Dalam hadist di atas digunakan kata (jika) dan ini digunakan untuk penyebutan sesuatu yang akan datang, dan ini sekaligus menunjukkan bahwa keadaan ini terjadi setelah zaman sahabat. 

           Menurut riwayat-riwayat hadist di atas, al-Ghuraba’ mempunyai empat keadaan :

(1) Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki diri mereka sendiri, memegang teguh ajaran Islam di tengah-tengah kerusakan manusia. (أُنَاسٌ صَالِحُوْنَ)

(2) Mereka adalah orang-orang yang tidak saja memperbaiki diri mereka sendiri, tetapi juga memperbaiki orang lain. (يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ)

(3) Mereka adalah orang-orang yang terasing di lingkungannya di tengah-tengah kerusakan manusia. (فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ )

( 4 ) Mereka hidup di tengah-tengah masyarakat, yang kebanyakan mereka sudah rusak. (فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ ) 

KARYA TULIS