Karya Tulis
3814 Hits

Bab Ke 11 Pemimpin Yang Cerdas

Bab Ke 11

Pemimpin Yang Cerdas

 

قَالَ نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا نَنْظُرْ أَتَهْتَدِي أَمْ تَكُونُ مِنَ الَّذِينَ لَا يَهْتَدُونَ (41) فَلَمَّا جَاءَتْ قِيلَ أَهَكَذَا عَرْشُكِ قَالَتْ كَأَنَّهُ هُوَ وَأُوتِينَا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهَا وَكُنَّا مُسْلِمِينَ (42)

“Dia berkata: "Robahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal (nya)". Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: "Serupa inikah singgasanamu?" Dia menjawab: "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri". (Qs. An-Naml: 41-42) 

Pelajaran dari ayat di atas:

Pelajaran Pertama:

Menguji Kwalitas Lawan

(قَالَ نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا)

“ Dia berkata: "Robahlah baginya singgasananya.”

(1). Seorang pemimpin yang baik akan selalu menguji kualitas kawan maupun lawannya, sebelum memutuskan untuk berhubungan dengannya atau tidak. Ini dilakukannya dengan hati-hati karena menyangkut keselamatannya, serta keuntungan dan kerugian yang akan didapatnya dari hubungan tersebut. Nabi Sulaiman memerintahkan pengikutnya untuk merubah singgasana Ratu Bilqis, tujuannya adalah menguji Ratu Bilqis apakah dia orang cerdas atau bukan. Jika masih mengetahui singgasananya setelah perubahan, berarti dia termasuk orang yang cerdas. Jika tidak mengetahuinya, maka dia termasuk pemimpin yang tidak cerdas. 

(2). Seorang pemimpin tidak boleh cepat percaya kepada orang yang belum dikenalnya, walaupun secara lahir kelihatannya baik. Dia harus mencari informasi yang akurat tentang orang yang dimaksud. Informasi tersebut bisa didapatkannya dengan cara mengujinya dengan berbagai metodologi, agar benar-benar yakin, bahwa dia adalah seorang yang layak diajak kerjasama.

(3). Ratu Bilqis telah terbukti sebagai wanita yang pintar dan cerdas. Orang seperti ini sangat baik untuk dijadikan teman bermain dan bergaul, karena darinya akan didapatkan banyak hal yang positif dan bermanfaat. Walaupun orang yang cerdas tersebut adalah seorang musuh,  namun siapa saja tetap bisa mengambil manfaat darinya.  Pepatah Arab mengatakan:

عَدُوٌّ عَاقِلٌ خَيْرٌ مِنْ صَدِيْقٍ جَاهِلٍ

“Musuh yang cerdas lebih baik dari pada kawan yang bodoh.”(Muhammad Rahmatullah al-Hindi(1308 H), Izhar al-Haq (3/307)

Hal itu, karena musuh yang cerdas, seseorang bisa mengambil banyak pelajaran darinya, paling tidak dia harus meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas dan gerak-geriknya. Secara tidak langsung, mau tidak mau, dia harus mengimbangi kecerdasan musuh dengan kecerdasaan serupa, jika tidak, maka dia akan mudah dikalahkan oleh musuh tersebut.

Sebaliknya kawan yang bodoh, justru akan menghambatan aktivitas dan gerakannya, bahkan tidak menutup kemungkinan akan banyak memberikan madharat kepada kawannya sendiri. Seperti kawan yang mudah ditipu oleh musuh, kawan yang tidak memahami strategi musuh, kawan yang tidak bisa memberikan kontribusi pada sesama kawannya. Bahkan kawan yang bodoh cenderung membebani langkah kawannya sendiri, tanpa bisa mengambil manfaat yang berarti darinya.

Pelajaran Kedua:

Pertanyaan dan Jawaban yang Cerdas

(1). (أَهَكَذَا عَرْشُكِ)

"Apakah seperti inikah singgasanamu?"

  1. Pertanyaan Nabi Sulaiman di atas menunjukkan kecerdasan beliau. Raja Sulaiman tidak bertanya dengan (أهذا عرشك) “Apakah ini Singgasanamu”. Jika dia bertanya seperti itu, akan menunjukkan kepolosan beliau. Tetapi yang terjadi sebaliknya. Beliau bertanya dengan pertanyaan jebakan yang mana jika tidak hati-hati di dalam menjawabnya, seseorang bisa terjebak dan salah langkah. “ Apakah seperti inikah singgasanamu ? “          

(2). (قَالَتْ كَأَنَّهُ هُوَ)

"Seakan-akan singgasana ini singgasanaku”

Jawaban Ratu Bilqis ini menunjukkan kecerdasan dan kebijakannya. Karena salah satu ciri orang yang cerdas dan bijak adalah jika ditanya sesuatu yang belum tahu hakikatnya, dia akan berhati-hati menjawabnya. Jika terpaksa harus menjawab, maka akan memberikan jawaban yang umum.

Adapun jawaban pemimpin yang tidak cerdas dengan pertanyaan jebakan di atas adalah dua kemungkinan ; dia akan menjawab : “ Iya benar itu singgasananaku, “ atau dia akan menjawab : “ Itu bukan singgasanaku.”. Kedua jawaban tersebut adalah salah. Karena singgasananya telah dirubah oleh Nabi Sulaiman. Maka jawaban yang tepat adalah pertengahan, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Ratu Bilqis. "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku”

Berkata Qatadah : Ratu Bilqis adalah wanita yang  cerdas baik ketika kafir maupun ketika Islam.

خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ خِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ

 “Sebaik-baik kalian pada masa Islam adalah sebaik-baik kalian pada masa Jahiliyah.”

Pelajaran Ketiga :

Ilmu yang Mengantarkan kepada Hidayah  

(وَأُوتِينَا العلم مِن قَبْلِهَا وَكُنَّا مُسْلِمِينَ)

“Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri”

Makna perkataan Ratu Bilqis di atas adalah : “Kami sudah mengira sebelumnya bahwa Sulaiman adalah nabi sekarang terbukti kehebatannya, makanya kami sekarang kami pasrah dan masuk Islam.”

Menunjukkan bahwa ilmu yang benar adalah ilmu yang mengantarkan kepada hidayah dan kebenaran (Ilmu yang bermanfaat).

Di dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لِا يَنْفَعُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Nasa’i, berkata Syu’aib al Arnauth: Hadits ini Sanadnya Hasan)

Ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ انْفَعَنِيْ بِمَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعَنيْ وَزِدْنِي عِلْمًا

“Ya Allah, berilah aku manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah untukku ilmu.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata Tirmidzi: Hadits ini Hasan Gharib)

Begitu juga di dalam hadits Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu berkata,  bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak merasa kenyang (puas), dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR . Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)

Senin, 30 Jumadil Awal 1438 H / 27 Februari 2017 M

KARYA TULIS