Karya Tulis
1553 Hits

Bab 8 Tauhid dan Tanah yang Subur


إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

(Qs. al-A’raf: 54)

 

Pelajaran (1): Mengenal Allah Sang Pencipta

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْض

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.”

(1) Ayat di atas menunjukkan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah mengenal Rabb, Pencipta mereka, Pencipta alam semesta ini.  Firman Allah,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.  (Qs. al-’Alaq: 1-2)

Allah juga berfirman,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (Qs. al-Baqarah: 21-22)

(2) Ayat di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa Rabb (Tuhan) kita adalah Tuhan Sang Pencipta; menciptakan langit dan bumi, malam dan siang, matahari dan bulan, bintang-bintang serta makhluk-makhluk besar lainnya, seperti gunung, lautan, sungai, pohon-pohon dan sejenisnya. Semuanya tunduk di bawah kekuasaan-Nya.

Kekuasaan Allah yang begitu besar dan luas tanpa batas itu, menunjukkan bahwa Dia-lah satu-satunya penguasa jagad raya ini tanpa ada tandingan-Nya. Allah berfirman,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (Qs. al-Ikhlas: 4)

Kemudian Allah membuat suatu kaidah di dalam kehidupan ini, dengan firman-Nya,

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ

“Ketahuilah bahwa Dialah Yang Mencipta dan Dialah Yang Memiliki segala urusan.”

Artinya siapa saja yang mampu menciptakan sesuatu, maka dialah yang paling berhak terhadap ciptaannya. Dialah yang paling berhak membuat aturan-aturan di dalamnya. Sebuah perusahaan yang memproduksi suatu merk komputer, maka perusahaan itulah yang paling berhak mengatur komputer tersebut, dan menciptakan aturan-aturan terkait dengan hasil ciptaannya. Perusahaan lain yang tidak menciptakannya tidak berhak untuk ikut campur terkait dengan komputer tersebut. Begitulah Allah, Dialah yang menciptakan alam semesta ini secara sendiri, tidak ada seorang pun yang ikut andil di dalamnya, sebagaimana firman-Nya,

هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah sebenarnya orang-orang yang lalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Luqman: 11)

Allah juga berfirman,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ ائْتُونِي بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هَذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (al-Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (Qs. al-Ahqaf: 4)

Dari ayat-ayat di atas, diketahui bahwa Dialah satu-satunya yang berhak mengatur alam semesta ini dengan aturan yang dimiliki-Nya. Manusia adalah salah satu makhluk Allah, maka manusia harus tunduk kepada seluruh aturan yang diturunkan Allah agar hidup manusia ini bahagia.

Yang paling mengetahui maslahat manusia dan mengetahui seluk beluk kehidupan, perasaan, kejiwaan, kesenangan, kecenderungan, serta tabi’atnya hanyalah Allah semata. Allah berfirman,

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (Qs. al-Mulk: 14)

 

Pelajaran (2): Memperbaiki Negeri dengan Beribadah kepada Allah

Setelah kita mengetahui bahwa Allah adalah Rabb yang menciptakan alam semesta ini, dan menciptakan manusia, maka tugas kita sebagai manusia adalah beribadah kepada-Nya, serta tidak mensyirikan-Nya dengan sesuatu apapun juga, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. adz-Dzariyat: 56)

 Menyembah Allah di dalam kehidupan ini akan membawa kemaslahatan bagi manusia dan dunia. Karena seluruh perintah Allah adalah murni kemaslahatan, sebaliknya seluruh maksiat adalah kemudharatan. Ini dibuktikan beberapa hal di bawah ini:

Pertama. Setelah menjelaskan kekuasaan Allah yang begitu besar dan luas, Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya seraya bersimpuh di hadapan-Nya, sebagaimana firman-Nya,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. al-A’raf: 55)

Berarti siapa yang mendekat kepada Yang Maha Kuasa, maka akan diberikan kekuatan untuk membuat perbaikan di muka bumi ini.

Kedua. Setelah memerintahkan beribadah kepada-Nya, Allah langsung melarang manusia untuk membuat kerusakan di muka bumi, padahal sebelumnya telah diperbaiki, sebagaimana firman-Nya,

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-A’raf: 56)

Dipahami dari urutan ayat di atas, bahwa yang tidak mau beribadah kepada Allah akan membuat kerusakan di muka bumi, padahal bumi ini sudah diperbaiki oleh Allah. Ini sesuai dengan penafsiran sebagian ulama bahwa membuat kerusakan pada ayat di atas adalah melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, sedangkan perbaikan yang dimaksud adalah dengan bertauhid dan mentaati perintah Allah.

Berkata as-Sa’di di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (1/291): “(Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi), yaitu dengan mengerjakan maksiat (setelah diperbaiki) yaitu dengan mengerjakan ketaatan. Karena sesungguhnya kemaksiatan itu merusak akhlak, perbuatan, dan rezeki. Sebagaimana firman-Nya. (Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia) (Qs. ar-Rum: 41) Sebaliknya, ketaatan itu akan memperbaiki akhlak, perbuatan, rezeki dan nasib di dunia dan akhirat.” 

Ketiga. Seluruh perintah Allah mengandung kemaslahatan, sebagaimana firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (Qs. al-Anfal: 24)

 Maksud dari ‘memberi kehidupan’ yaitu membawa maslahat hidup, sehingga hidup ini menjadi lebih baik dan bahagia.

Keempat. Ketakwaan kepada Allah membawa kemaslahatan, sebagaimana firman-Nya,

فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati “ (Qs. al-A’raf: 35)

Ibnu Katsir (3/409) menyebutkan bahwa takwa pada ayat di atas adalah meninggalkan sesuatu yang haram, sedang makna ashlaha (mengadakan perbaikan) adalah mengerjakan ketaatan. Artinya barang siapa yang taat kepada perintah Allah, dipastikan dia sedang mengadakan perbaikan untuk diri sendiri dan perbaikan untuk orang lain dan masyarakatnya.

Kelima. Islam telah menurunkan lima prinsip di dalam membangun negara yang tertuang di dalam ajaran-ajarannya, dan bisa disimpulkan dalam adh-Dharuriyat al-Khams (Lima Pokok) tujuan diturunkannya Syariat, yaitu menjaga lima hal: agama, jiwa, akal, harta dan kehormatan. Maka seluruh ajaran Islam dipastikan mengacu kepada lima perbaikan di atas. Sebaliknya yang bukan dari ajaran Islam atau yang bertentangan dengan ajaran Islam, dipastikan akan membawa kerusakan di dalam kehidupan ini, baik kerusakan pribadi, keluarga dan negara.  

 

Pelajaran (3): Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya

Cuplikan dari lagu Indonesia Raya di atas memberikan pesan kepada kita bahwa untuk membangun Indonesia ini, diperlukan dua hal, yaitu membangun jiwa dan membangun raga. Dari dua hal itu, yang paling penting adalah membangun jiwa, yaitu memperbaiki karakter dan akhlak bangsa Indonesia ini. Suatu bangsa akan maju jika akhlak mereka mulia, sebaliknya akan hancur jika akhlaknya hancur. Sangatlah tepat apa yang dinyatakan Ahmad Syauki dalam syairnya,

إنَّمَا الأُمَمُ أَخْلَاُق مَا بَقِيتْ ، فَإِنْ ذَهَبَتْ أَخْلاقُهُم ذَهَبُوا

“Sesungguh suatu bangsa akan selalu eksis selama mereka mempunyai akhlak, Jika akhlak tersebut sudah hilang, maka bangsa tersebut akan menjadi tumbang …”

Di dalam pepatah disebutkan,

“Tegak rumah karena sendi. Runtuh sendi rumah binasa. Sendi bangsa ialah budi. Runtuh budi runtuhlah bangsa.”

Untuk perbaikan akhlak harus merujuk kepada al-Qur’an, sebagaimana perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ خُلُقُهُ القُرآن

“Bahwa akhlak beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah al-Qur’an. (HR. Muslim)

Berkata an-Nawawi di dalam Syareh Shahih Muslim (3/268): 

“Artinya beliau mengamalkan al-Qur’an, berhenti pada batas-batas yang ditetapkannya, beradab dengan adabnya, mengambil pelajaran dari permisalan-permisalan dan kisah-kisah yang ada di dalamnya, men-tadabburinya, serta memperbaiki bacaannya.”

 

Pelajaran (4): Rahmat Allah sangat Dekat

Allah berfirman di penutup Qs. al-A’raf: 56,

إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

“Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”

Dari ayat di atas dipahami bahwa orang-orang yang baik adalah orang-orang yang tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini dengan maksiat, tetapi menghiasi bumi dengan tauhid dan ketaatan kepada seluruh perintah Allah. Semua ini akan menyebabkan turunnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada manusia.

Bagaimana wujud Rahmat Allah dalam kehidupan manusia di dunia ini? Jawabannya telah diterangkan Allah pada ayat selanjutnya,

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (Qs. Al-A’raf: 57)

Ayat di atas menerangkan bagaimana Allah menurunkan Rahmat-Nya kepada manusia, yaitu dengan mengirimkan angin ke bumi ini. Angin tersebut membawa awan yang mengandung air menuju tanah-tanah tandus, dan turunlah hujan, maka tanah tersebut menjadi subur, dan menumbuhkan pepohonan, buah-buahan serta sayur-sayuran. Akhirnya manusia dan hewan-hewan ternak makan darinya. Dari hujan, mereka semua bisa hidup. Inilah wujud Rahmat Allah kepada manusia di dunia.

Air hujan yang menumbuhkan pepohonan tersebut sekaligus sebagai pelajaran bagi manusia bahwa kehidupan dunia dengan segala kesenangannya adalah sementara dan sebentar, dan pada akhirnya semuanya akan kembali kepada Allah untuk dimintai pertanggungjawaban atas seluruh amal yang dilakukan di dunia ini.

Jika mengetahui yang demikian, tentunya orang-orang yang taat kepada-Nya tidak akan berbuat melampaui batas di dalam hidupnya serta tidak mau membuat kerusakan di muka bumi ini. Selanjutnya, bumi dan negeri-negeri akan aman dan sentosa, serta bahagia sejahtera. Demikianlah pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas.

 

Pelajaran (5): Antara Tanah Subur dan Tanah Gersang

Pada bagian terakhir dalam masalah ini adalah  firman Allah,

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (Qs. al-A’raf: 58)

Ayat di atas menjelaskan tentang perbandingan antara tanah yang subur dan tanah yang gersang. Tanah yang subur (الْبَلَدُ الطَّيِّب) akan menumbuhkan pepohonan yang bermanfaat bagi manusia dengan izin Allah, sedang tanah yang tandus dan gersang (وَالَّذِي خَبُثَ) tidak akan bisa menumbuhkan apa-apa, kecuali tanaman yang rusak, cacat dan merana.

Tanah yang subur adalah perumpamaan negeri yang penduduknya taat kepada Allah, dan hanya menyembah kepada-Nya, menjauhi syirik, menegakkan syariat dan aturan-aturan-Nya, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan berbangsa serta bernegara. Negeri seperti ini akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat dan seluruh penduduk yang ada di dalamnya, sehingga mereka tidak sengsara dan kelaparan, sebaliknya mereka akan hidup makmur, bahagia, sejahtera, loh jinawi, ijo royo-royo.

Sebaliknya tanah yang gersang adalah perumpamaan negeri yang penduduknya jauh dari ajaran Islam, hidup melampaui batas, bergelimangan di dalam maksiat dan kesyirikan. Dari situ muncul berbagai macam kejahatan dan tindakan pidana, dari maraknya korupsi, manipulasi, kebohongan publik, perampokan, pencurian, pembegalan, pemerkosaan, perzinaan, perjudian, pembunuhan, pertumpahan darah, maraknya ketegangan di antara penduduknya, munculnya konflik horisontal, menyebarnya narkoba, minuman keras dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya, sehingga rakyat menjadi sengsara, perekonomian merosot jauh, kegaduhan politik, keamanan dan stabilitas nasional terganggu.

Fenomena semacam ini hendaknya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau bersyukur. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. 

***

KARYA TULIS