Karya Tulis
759 Hits

Bab 6 Mengenal Keluarga Yusuf


لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

 

“Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.   

(Qs. Yusuf: 7)

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Nama Yusuf

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa Yusuf berasal dari bahasa Ibrani yang kemudian dimasukkan ke dalam bahasa Arab.  Berkata al-Alusi di dalam Ruhu al-Ma’ani (8/426),

 

 يُوسُفَ: علم أعجمي لا عربي مشتق من الأسف وسمي به لأسف أبيه عليه ، أو أسفه على أبيه أو أسف من يراه على مفارقته لمزيد حسنه

 

“Yusuf adalah nama A’jami, bukan Arab, berasal dari kata al-Asaf, dinamakan demikian karena kasih sayang bapaknya kepadanya atau sayangnya Yusuf kepada bapaknya atau rasa kasihan ketika berpisah dengannya karena wajahnya yang sangat tampan.”

 

Pelajaran (2) Nama Ya’kub

 

Nama bapak Yusuf adalah Ya’kub.

Sebagaimana di dalam hadist ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  

 

الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمْ السَّلَام

 

“Orang mulia, anak orang mulia, anak orang mulia, anak orang mulia, Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim 'alaihim as-salam.” (HR. al-Bukhari, 3139)

 

Nama lain Nabi Ya'kub adalah Israel. Isra artinya hamba, El artinya Allah. Israel artinya hamba Allah. Dalilnya adalah firman Allah,

 

أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

 

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Qs. Maryam: 58)

 

Yang dimaksud Nabi Israel dalam ayat di atas adalah Nabi Ya’kub  'alaihi as-salam.

 

Pelajaran (3) Keluarga Nabi Ya’kub

Terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang keluarga Nabi Ya’kub. Paling tidak ada dua pendapat yang bisa dijelaskan di bawah ini;

 

Pendapat Pertama, disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam Qashash al-Anbiya’ (hal:84-290) bahwa Nabi Ya’kub menikahi dua wanita bersaudara. Waktu itu belum ada larangan untuk menikahi dua wanita bersaudara sekaligus dalam satu waktu. Yang tua bernama Laya, sedang yang muda bernama Rahil.

 

Rahil inilah istri yang lebih dicintai oleh Nabi Ya’kub, tetapi justru tidak kunjung punya anak. Sedangkan dari Laya, beliau mempunyai empat anak, yaitu Rubil, Syama’un, Lay dan Yahudza. Melihat kakaknya sudah punya anak empat, Rahil akhirnya memberikan budaknya yang bernama Balha kepada Nabi Ya’kub, darinya lahir dua anak yang bernama Dan dan Naftali.

 

Melihat hal itu, Laya akhirnya juga ikut memberikan budaknya yang bernama  Zulfa kepada Nabi Ya’kub dan darinya lahir dua anak, yaitu Jad dan Asyir.

 

Laya melahirkan dua anak lagi, yaitu;  Isakhar dan Zabilon. Pada saat itu, Rahilpun belum kunjung mempunyai anak, walaupun pada akhirnya, Rahil melahirkan dua anak yaitu Yusuf dan Benyamin. Bahkan ketika melahirkan Benyamin, Rahil meninggal dunia. Sehingga Yusuf dan Benyamin menjadi anak piatu, yang memiliki bapak tetapi ibu mereka berdua sudah meninggal dunia. Inilah yang menyebabkan Nabi Ya’kub amat sayang kepada keduanya.

 

Keterangan Ibnu Katsir di atas, jika diringkas adalah sebagai berikut;

 

Nabi Ya’kub mempunyai empat istri, yaitu Laya, Rahil, Balha dan Zulfa. Masing-masing dari istrinya tersebut mempunyai anak, yang perinciannya sebagai berikut:

 

(1) Laya, mempunyai enam anak, yaitu Rubil, Syama’un, Lay, Yahudza, Isakhar dan Zabilon.

(2) Rahil, mempunyai dua anak, yaitu Yusuf dan Benyamin.

(3) Balha (budak Rahil) mempunyai dua anak, yaitu Dan dan Naftali.

(4) Zulfa (budak Laya) mempunyai dua anak, yaitu Jad dan Asyir.

 

Pendapat Kedua, disebutkan oleh Wahbah az-Zuhaili di dalam at-Tafsir al-Munir (12/212) bahwa Nabi Ya’kub mempunyai istri Laya yang merupakan anak pamannya sendiri, darinya lahir enam anak. Kemudian Nabi Ya’kub mempunyai dua budak dari keduanya lahir empat anak. Setelah Laya meninggal, Nabi Ya’kub menikahi adik Laya yang bernama Rahil, darinya lahir Yusuf dan Benyamin.

 

Anak-anak Nabi Ya’kub berjumlah dua belas orang, semuanya laki-laki. Keturunan dari anak-anak Nabi Ya'kub inilah yang kemudian disebut Bani Israel, yang terbagi menjadi dua belas golongan. Di antara kedua belas anaknya, terdapat nama Yahudza. Dari situlah bermula golongan Yahudi, yaitu pengikut dan keturunan Yahudza.

 

 Menurut Ahmad al-’Usairi dalam at-Tarikh al-Islami (Sejarah Islam) hal, 136,  Nabi Ya’kub meninggal pada umur 147.

 

Untuk lebih mendalami sejarah  Nabi Ya’kub silahkan merujuk Qashash al-Anbiya’ karya Ibnu Katsir, hal: 284-290. Berkata editornya Dr. ‘Abdu al-Hayyi al-Farwawi: “Cerita tentang Nabi Ya’kub dan saudaranya (al-’Ais) terdapat di dalam Perjanjian Lama, dan tidak disebutkan Referensi Islam.”

 

Ayat ini dimulai dengan perbincangan antara anggota keluarga, yaitu bapak dan anak. Ini menunjukkan pentingnya komunikasi antara anak dan orang tua. Hal ini akan menambah kedekatan emosional diantara mereka.

 

Dalam ranah politik dan kepemimpinan, maka profil seorang pemimpin yang baik adalah ketika masa kecilnya itu diuji dengan banyaknya saudara. Jiwa kepemimpinan seorang anak sudah digembleng sejak kecil ketika berinteraksi dengan saudara-saudaranya yang lain, begitu juga kebiasaan saling berbagi dengan saudara-saudaranya.

 

Dalam hadits juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar umatnya memiliki anak yang banyak, karena beliau sangat bangga dengan banyaknya pengikut pada hari kiamat.

 

Pelajaran (4) Tanda Kebesaran Allah

 

آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

 

“Tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang bertanya.”

 

(Ayat) artinya tanda-tanda. Tanda dalam Bahasa Arab juga disebut (Syarthun) yang artinya ‘polisi’. Kata (Asyrath) yang artinya ‘tanda-tanda’ terdapat dalam firman Allah,

 

فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ

 

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?” (Qs. Muhammad: 18)

 

Yang dimaksud (ayat) pada firman-Nya (Ayatun li 'alaihi as-salam-Sailin) adalah bahwa dalam kisah Yusuf terdapat tanda-tanda kebesaran Allah dan  kekuasan-Nya di dalam kehidupan manusia yang tergambar di dalam kisah kehidupan Yusuf.

 

Berkata al-Biqa’i di dalam Nadhmu ad-Durar (4/226),

 

{ آيات } أي علامات عظيمة دالات على وحدانية الله تعالى ونبوة محمد صلى الله عليه وسلم وغير ذلك مما تضمنته القصة { للسائلين * } أي الذين يسألون عنها من قريش واليهود وغيرهم ، وآيات عظمة الله وقدرته في تصديق رؤيا يوسف عليه الصلاة والسلام ونجاته ممن كاده وعصمته وإعلاء أمره

 

“(Ayat) artinya tanda-tanda besar yang menunjukkan keesaan Allah dan kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hal-hal lain yang terkandung di dalam kisah ini.

 

(Li as-Sailin) yaitu orang-orang yang bertanya tentang kisah tersebut dari kalangan orang-orang Quraisy dan Yahudi dan selain mereka.

 

Dan tanda-tanda tentang kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya di dalam membuktikan kebenaran mimpi Yusuf, serta menyelamat dan menjaganya dari orang yang ingin membuat makar kepadanya serta mengangkat derajatnya.”

 

Ayat ini menunjukkan bahwa terdapat banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf ini istimewa, berbeda dengan kisah beberapa nabi yang lain.

 

Kisah nabi-nabi yang lain diceritakan terpisah-pisah di dalam al-Qur’an, sedangkan kisah Nabi Yusuf dijadikan satu di dalam surah Yusuf dari awal hingga akhir surat. Tidak ada ayat lain yang menceritakan kisah Nabi Yusuf kecuali hanya menyebut namanya saja, dan itu hanya terdapat di dalam Qs. al-An’am: 84 dan Qs. Ghafir: 34.

 

Kisah Nabi Yusuf menceritakan kisah hidup beliau sejak kecil hingga dewasa secara berurutan. Setelah muqaddimah yaitu ayat 1-6, merupakan awal kisah yang menceritakan secara global. Ini yang menjadi metodologi kisah dalam al-Qur’an, menjelaskan secara global kemudian diikuti penjelasan yang rinci.


Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (2/451),

 

لَقَدْ كَانَ فِي قِصَّة يُوسُف وَخَبَره مَعَ إِخْوَته آيَات أَيْ عِبْرَة وَمَوَاعِظ لِلسَّائِلِينَ عَنْ ذَلِكَ الْمُسْتَخْبِرِينَ عَنْهُ فَإِنَّهُ خَبَر عَجِيب يَسْتَحِقّ أَنْ يُخْبَر عَنْهُ

 

“Di dalam kisah Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda, yaitu ‘ibrah dan nasehat kepada yang bertanya tentang kisah tersebut, sesungguhnya di dalam kisah Yusuf terdapat berita yang sangat ajaib, yang seharusnya diceritakan.”

 

Pelajaran (5) Bertanya adalah Pintu Ilmu

 

(1) Siapa yang bertanya tentang kisah Yusuf? Jawabannya yang bertanya adalah orang-orang Quraisy dan Yahudi, serta siapa saja yang ingin mengambil pelajaran dari kisah ini.

 

Bertanya itu adalah pintu ilmu. Orang yang bertanya adalah  orang-orang yang ingin mencari ilmu. Ibnu ‘Abbas menceritakan bahwa beliau dikaruniai banyak ilmu dan kepahaman karena banyak bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

 

(2) Firman Allah (li as-Sailin) menunjukkan bahwa tanya-jawab adalah salah satu metode pendidikan yang disebutkan dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, al-Qur’an banyak menyebutkan ayat-ayat yang menunjukkan ‘pertanyaan’, yaitu yang diawali dengan kata (yas-alunaka).

 

Tanya-jawab merupakan salah satu metode pendidikan yang terbaik, sebab menunjukkan kemampuan guru untuk menjawab pertanyaan murid, sekaligus memperlihatkan tingkat pemahaman murid terhadap materi yang disampaikan guru.

 

(3) Firman Allah (li as-Sailin) menunjukkan bahwa orang-orang yang bertanya akan mengambil pelajaran dari kisah hidup Yusuf dan saudara-saudaranya. Ternyata ilmu itu didapat dengan bertanya. Dengan duduk dan mendengarkan, seseorang hanya akan memahami ilmu sekitar 40%, sedangkan jika dia bertanya maka pemahamannya akan meningkat hingga 60-70%.

 

(4) Dari kisah Yusuf ini dapat diambil pelajaran bahwa untuk mencetak seorang pemimpin harus dipersiapkan sejak kecil dan dilakukan kaderisasi. Nabi Yusuf tidak secara tiba-tiba menjadi pemimpin di Mesir, namun dipersiapkan oleh Allah sejak kecil dengan tempaan ujian hidup yang luar biasa.

KARYA TULIS