Bab 7 Hakikat Cinta
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Benyamin) lebih dicintai oleh bapak kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya bapak kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”
(Qs. Yusuf: 8)
Pelajaran dari ayat di atas
Pelajaran (1) Hakikat Cinta
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا
“(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Benyamin) lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita sendiri.”
Nabi Ya’kub sangat mencintai Yusuf dibanding cintanya kepada anak-anak yang lain. Cinta ini tidak didasari masalah keduniaan, tetapi lebih kepada faktor akhirat. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hal sebagaimana di bawah ini;
(1) Yusuf memiliki akhlak yang mulia, terlihat dalam dirinya tanda-tanda kenabian sejak kecil, khususnya ketika bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya.
(2) Yusuf adalah anak yang tidak memiliki dendam dan hasad di dalam dirinya kepada saudara-saudaranya yang lain. Buktinya, ketika saudara-saudaranya yang pernah berbuat jahat kepadanya, bahkan berencana membunuhnya, ketika mereka datang kepadanya untuk meminta bantuan, beliau tidak membalas kejahatan mereka. Justru beliau malah membalas mereka dengan kebaikan yang sangat banyak. Bahkan segala kesalahan mereka dimaafkan.
(3) Yusuf adalah orang mulia, keturunan orang mulia, keturunan orang mulia, keturunan orang mulia, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadist riwayat al-Bukhari.
(4) Yusuf adalah anak piatu, karena ibu kandungnya semasa kecil sudah meninggal dunia, sehingga beliau tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Sangat wajar jika bapaknya sangat menyayanginya sebagai pengganti kasih sayang ibunya yang meninggal.
Apakah Nabi Ya’kub melebihkan Yusuf daripada saudara-saudaranya dalam bersikap, bergaul dan bermuamalat sehari-hari? Jawabannya; walaupun beliau lebih mencintai Yusuf karena faktor-faktor akhirat sebagaimana yang disebut di atas, tetapi beliau tidak menampakkan hal itu di depan saudara-saudaranya yang lain secara frontal. Beliau tetap bersikap adil terhadap semua anak-anaknya.
Ini sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih mencintai ‘Aisyah daripada istri-istrinya yang lain, tetapi tidak membedakan antara istri-istri beliau di dalam sikap dan muamalat, beliau berbuat adil kepada mereka semua.
Berkata Ibnu ‘Asyur di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (7/311),
ولكنّه لم يكن يؤثرهما عليهم في المعاملات والأمور الظاهريّة ويكون أبناؤه قد علموا فرط محبّة أبيهم إيّاهما من التوسّم والقرائن لا من تفضيلهما في المعاملة فلا يكون يعقوب عليه السّلام مؤاخذاً بشيء يفضي إلى التباغض بين الإخوة .
- “Tetapi (Nabi Ya’kub) tidak melebihkan keduanya (Yusuf dan Benyamin) di dalam pergaulan sehari-hari dan hal-hal yang nampak. Dengan demikian, anak-anaknya yang lain mengetahui kecintaan bapak mereka yang lebih kepada keduanya melalui gelagat dan tanda-tanda tertentu, jadi bukan dari cara pergaulan sehari-hari yang berbeda. Maka Nabi Ya’kub tidak bisa disalahkan dengan sesuatu yang bisa menimbulkan permusuhan antara saudara.”
Berkata Wahbah az-Zuhaili di dalam at-Tafsir al-Munir (12/215),
لكن يعقوب عليه السّلام العالم بذلك لم يفضل ولديه يوسف وأخيه إلا في المحبة، والمحبة ليست في وسع البشر، فكان معذورا فيه، ولا لوم عليه.
“Tetapi Nabi Ya’kub 'alaihi as-salam yang mengetahui hal itu, tidaklah melebihkan kedua anaknya Yusuf dan Benyamin kecuali dalam masalah cinta, dan cinta tidaklah dalam kendali manusia, Maka beliau dapat udzur dalam hal ini dan tidak salah.”
Kecintaan Ya’kub kepada Yusuf dan Benyamin menyebabkan munculnya rasa iri dalam diri saudara-saudara Yusuf. Rasa cinta Ya’kub kepada anak-anaknya adalah cinta manusiawi, cinta normal yang Allah tanamkan dalam diri setiap hamba-Nya.
Berkata Sayyid Thanthawi di dalam at-Tafsir al-Wasith (7/322),
ولم يذكروه باسمه ، للاشعار بأن محبة يعقوب له ، من أسبابها كونه شقيقا ليوسف ، ولذا كان حسدهم ليوسف أشد
“Saudara-saudara Yusuf tidak menyebut nama (Benyamin), ini menunjukkan bahwa kecintaan Nabi Ya’kub kepada Benyamin salah satu penyebabnya karena dia saudara kandung dari Yusuf. Oleh karenanya hasad mereka kepada Yusuf jauh lebih besar (dibanding kepada Benyamin).”
Terdapat tiga klasifikasi cinta:
(1) Cinta yang benar, yaitu cinta yang dijelaskan dalam firman-Nya,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Qs. at-Taubah: 24)
Kita boleh mencintai bapak kita, anak-anak, istri, keluarga, harta, dan perniagaan namun tidak boleh melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Misalnya jika seseorang mencintai pekerjaannya, ketika sedang sibuk mengerjakan tugasnya dan terdengar adzan, maka ia tinggalkan pekerjaannya untuk langsung menegakkan shalat. Itulah cinta yang benar.
Ketika seseorang sedang bercengkrama dengan keluarganya, kemudian terdengar panggilan adzan, ia langsung beranjak berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Maka itulah cinta yang benar.
(2) Cinta yang normal, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali Imran: 14)
Bahwa manusia itu oleh Allah diberikan rasa cinta kepada istri, anak-anak, harta benda, kuda, kendaraan. Asalkan cinta ini tidak melebihi rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
(3) Cinta buta. Contohnya rasa cinta saudara-saudara Yusuf yang ditujukan kepada bapaknya, hingga menimbulkan keinginan menyingkirkan Yusuf yang disayang bapaknya. Inilah yang disebut cinta buta, sebagaimana dalam firman-Nya,
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Benyamin) lebih dicintai oleh bapak kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya bapak kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” (Qs. Yusuf: 8)
Salah satu contoh nyata cinta buta adalah fenomena rebutan pacar di kalangan remaja masa kini. Hanya ingin merebut hati seseorang yang disukainya, harus menyingkirkan teman-temannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Qs. al-Baqarah: 165)
Karakteristik cinta yang dimiliki oleh seorang non muslim adalah mereka mencintai sesuatu melebihi cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Salah satu contoh pencarian cinta yang benar tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam dalam mencari Tuhannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya surat Ibrahim ayat 75-82. Ketika Nabi Ibrahim melihat bintang-bintang di langit, mengatakan itu tuhannya. Namun ketika tenggelam, Ibrahim tidak menyukai yang tenggelam dan mengakui yang tenggelam itu bukan tuhannya. Begitu pula ketika mendapati bulan dan matahari, dianggapnya sebagai tuhan, dan ketika tenggelam Ibrahim tidak menyukai tuhan yang tenggelam. Hingga akhirnya Allah memberikan petunjuk untuk menyembah-Nya, Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, Tuhan yang tidak mungkin tenggelam selamanya.
Kisah pencarian cinta yang dilakukan Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam merupakan pelajaran cinta yang paling baik. Jika kita mencintai makhluk, pasti suatu ketika akan mengecewakan, maka cintailah yang tidak akan pernah mengecewakan kita, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah kesalahan cinta saudara-saudara Yusuf, menganggap cinta seorang bapak kepada anak-anaknya adalah segala-galanya, hingga harus menyingkirkan saudaranya sendiri yaitu Yusuf. Di dalam kisah Yusuf ini terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari sisi ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi.
Lantas apa motivasi di balik perbuatan saudara-saudara Yusuf hendak membunuh dan menyingkirkan dari sisi bapaknya;
(1) Karena kebodohan, salah dalam memahami hakikat cinta.
(2) Menganggap bahwa jumlah yang banyak itu lebih berhak daripada yang sedikit.
(3) Menuduh bapaknya salah dalam porsi mencintai anak-anaknya. Ini menjadi motivasi terakhir yaitu kecewa dengan bapaknya, sehingga mereka nekat menyingkirkan saudara mereka sendiri yaitu Yusuf.
Pelajaran (2) Bangga dengan Banyaknya Jumlah
Bangga dengan jumlah adalah penyakit mayoritas. Kebanggaan yang bukan pada tempatnya ini akan menyebabkan munculnya sifat-sifat buruk, diantaranya;
(1) Menjadi sombong dan angkuh
(2) Menjadi tidak waspada
(3) Menganggap remeh orang lain.
(4) Cenderung berbuat otoriter dan semena-mena.
Allah telah mengecam kebanggaan dengan jumlah, sebagaimana dalam firman-Nya,
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (Qs at-Taubah: 25)
Pelajaran (3) Makna Sesat dalam Al-Qur’an
إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya bapak kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”
Lafadh (Dhalal) di dalam al-Qur’an mempunyai dua makna;
Makna Pertama, Sesat dalam Beragama, yaitu jauh menyimpang dari jalan kebenaran yang dibawa oleh para rasul shallallahu 'alaihim wa sallam. Dan ini makna yang paling sering dipakai dan masyhur di dalam al-Qur’an. Sebagaimana yang tersebut di dalam surat al-Fatihah ayat 7, dan surat Yasin ayat 62, surat ash-Shaffat ayat 71 dan lain-lainnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
غَيْرِ المغضوب عَلَيْهِم وَلاَ الضآلين
“(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Qs. al-Fatihah: 7)
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلاًّ كَثِيراً أَفَلَمْ تَكُونُواْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka apakah kamu tidak memikirkan.” (Qs. Yasin: 62)
وَلَقَدْ ضَلَّ قَبْلَهُمْ أَكْثَرُ الأولين
“Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu.” (Qs. ash-Shaffat: 71)
Makna Kedua, Tenggelam dan Hilang serta Ghaib.
Untuk makna tenggelam ke dalam tanah, sebagaimana firman Allah,
وَقَالُوا أَإِذَا ضَلَلْنَا فِي الْأَرْضِ أَإِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ بَلْ هُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ كَافِرُونَ
“Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?" Bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya.” (Qs. as-Sajdah: 10)
Untuk makna hilang dan ghaib, sebagaimana firman-Nya,
قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُون
“Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.” (Qs. al-A’raf: 53)
Makna kedua inilah yang dimaksud saudara-saudara Yusuf ketika mereka berkata: “Sesungguhnya bapak kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” Artinya bapak mereka tidak mengetahui hakikat sesuatu sebagaimana mestinya (menurut mereka). Mestinya mencintai sepuluh anak akan jauh lebih bermanfaat dibanding mencintai dua anak.
Ini juga yang dimaksud dalam perkataan mereka untuk kedua kalinya, sebagaimana yang tersebut di dalam firman Allah,
قَالُوا تَاللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلَالِكَ الْقَدِيم
“Keluarganya berkata: "Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu".” (Qs. Yusuf: 95)
Ini juga yang dimaksud di dalam firman Allah ketika menerangkan keadaan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum diberi wahyu, yaitu firman-Nya,
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.” (Qs. adh-Dhuha: 7)
Maksudnya, wahai Muhammad engkau tidak tahu tentang ilmu-ilmu yang hanya diketahui melalui wahyu, maka sekarang Allah berikan kamu petunjuk untuk mendapatkannya dan mengajarimu tentang wahyu dari al-Qur’an yang mulia ini.
Ini sesuai dengan perkataan salah seorang penyair,
وتطن سلمى أنني أبغي بها ... بدلا أراها في الضلال تهيم
“Salma mengira bahwa aku mencari (wanita) selainnya sebagai pengganti … maka saya melihatnya dalam kesesatan yang nyata.”
Maksudnya dia tidak tahu yang sebenarnya bahwa saya tidak seperti yang dia sangka. (Lihat asy-Syinqithi di dalam Adhwau al-Bayan, 2/217)
Pengertian di atas dikuatkan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya, beliau menulis,
لَمْ يُرِيدُوا ضَلَال الدِّين , إِذْ لَوْ أَرَادُوهُ لَكَانُوا كُفَّارًا ; بَلْ أَرَادُوا لَفِي ذَهَاب عَنْ وَجْه التَّدْبِير , فِي إِيثَار اِثْنَيْنِ عَلَى عَشَرَة مَعَ اِسْتِوَائِهِمْ فِي الِانْتِسَاب إِلَيْهِ .وَقِيلَ : لَفِي خَطَأ بَيِّن بِإِيثَارِهِ يُوسُف وَأَخَاهُ عَلَيْنَا
“Mereka (saudara-saudara Yusuf) tidak bermaksud (mengatakan kepada bapaknya Ya’kub, bahwa beliau) sesat di dalam agama, karena jika yang mereka maksud demikian, tentunya mereka sudah menjadi kafir. Tetapi yang mereka maksud bahwa bapaknya tidak bisa bersikap proposional, ketika beliau mendahulukan dua orang anak daripada sepuluh anak, padahal semuanya adalah anaknya sendiri. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah bapak mereka telah berbuat salah ketika mendahulukan Yusuf dan saudaranya (Benyamin) daripada kita.”
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »