Karya Tulis
830 Hits

Bab 8 Hasad yang Menghancurkan


اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ

 

Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.

(Qs. Yusuf: 9)

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Hasad yang Menghancurkan

 

Pelajaran yang paling utama yang dapat diambil dari ayat ini adalah hasad yang menghancurkan. Hasad yang menghancurkan ini banyak terjadi dalam dunia politik. Hasad, kalau masih di dalam hati, tidak menimbulkan masalah, namun apabila sudah diungkapkan dalam bentuk tindakan atau perbuatan itu yang sangat berbahaya. Dalam firman-Nya,

 

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

 

“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (Qs. al-Falaq: 5)

 

Hasad inilah yang memunculkan ide untuk menyingkirkan dan membunuh Yusuf. Ini banyak terjadi dalam dunia politik. Politik yang berjalan saat ini bukanlah bagian dari Politik Islam karena dipenuhi dengan intrik dan tipu daya. Etika dan kesantunan dalam berpolitik sudah mulai hilang, dan digantikan dengan sifat kasar dan licik, khususnya ketika ingin menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Inilah yang dilakukan  oleh saudara-saudara Yusuf.

 

Berkata Sayyid Thanthawi di dalam at-Tafsir al-Wasith,  

 

وهكذا النفوس عندما تسيطر علها الأحقاد ، وتقوى فيها رذيلة الحسد ، تفقد تقديرها الصحيح للأمور ، وتحاول التخلص ممن يزاحمها بالقضاء عليه ، وتصور الصغائر فى صورة الكبائر ، والكبائر فى صورة الصغائر .

فإخوة يوسف هنا ، يرون أن محبة أبيهم لأخيهم جرم عظيم ، يستحق إرهاق روح الأخ . وفى الوقت نفسه يرون أن هذا الإِزهاق للروح البريئة شئ هين ، فى الإِمكان أن يعودوا بعده قوما صالحين أمام خالقهم ، وأمام أبيهم ، وأمام أنفسهم .

 

“Beginilah jiwa jika sudah dikuasai oleh perasaan dengki dan menguat di dalamnya perasaan hasad. Dia akan kehilangan kendali untuk menilai sesuatu dengan cara yang benar. Dia berusaha untuk menyingkirkan siapa saja yang menyainginya. Memandang dosa kecil seakan dosa besar, sebaliknya memandang dosa besar seperti dosa kecil.

 Saudara-saudara Yusuf di sini memandang bahwa kecintaan bapak mereka kepada saudara mereka (Yusuf) adalah dosa besar, karenanya berhak membunuh saudara tersebut. Tetapi dalam waktu yang sama, mereka memandang bahwa membunuh jiwa yang tidak bersalah ini adalah suatu yang kecil, sehingga mereka berpandangan bisa bertaubat setelahnya  di depan Pencipta mereka, di depan bapak mereka serta di depan diri mereka sendiri.”

 

Dalam ayat ini, saudara-saudara Yusuf merencanakan pembunuhan secara fisik kepada Yusuf, atau pembunuhan karakter untuk menyingkirkan pengaruh Yusuf terhadap bapak mereka. Sehingga perhatian dan cinta bapak mereka hanya tertuju untuk mereka.

 

Begitu pula dalam dunia politik, seringkali sebagian politisi melakukan pembunuhan karakter dengan tujuan menghilangkan pengaruh lawan-lawan politiknya.

 

Salah satu karakter Yahudi adalah kebiasaan mereka untuk menyingkirkan siapa saja yang menghambat kekuasaan mereka. Mereka mencontoh perbuatan nenek moyang  mereka yang  menyingkirkan saudara mereka sendiri yaitu Nabi Yusuf. Politik yang diusung Yahudi adalah menghalalkan segala cara, untuk mencapai suatu tujuan. Surat Yusuf ini walaupun berisi tentang kasus-kasus yang terjadi di lingkungan keluarga, namun terdapat pesan yang mendalam bahwa konflik seperti ini dapat terjadi dalam skala yang lebih besar.

 

Pelajaran (2) Taubat setelah Berdosa

 

وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ

 

“Dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.”

 

Kalimat (qauman shalihin) pada ayat di atas mempunyai dua makna,

 

Makna Pertama, (qauman shalihin) artinya kami akan menjadi kaum yang shalih dan bertaubat kepada Allah setelah menyingkirkan Yusuf. Shalih di sini adalah shalih akhirat, yaitu bertaubat dan taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.

 

Berkata al-Qurthubi di dalam tafsirnya,

 

أَيْ تَائِبِينَ ; أَيْ تُحْدِثُوا تَوْبَة بَعْد ذَلِكَ فَيَقْبَلهَا اللَّه مِنْكُمْ ; وَفِي هَذَا دَلِيل عَلَى أَنَّ تَوْبَة الْقَاتِل مَقْبُولَة , لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يُنْكِر هَذَا الْقَوْل مِنْهُمْ

 

“Makna (shalihin) yaitu orang-orang yang bertaubat. Arti ayat di atas, “setelah itu kalian bertaubat, dan Allah akan menerima taubat kalian.” Dan ini menjadi dalil bahwa taubatnya pembunuh diterima. Karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengingkari perkataan ini dari mereka.”

 

Makna Kedua, (qauman shalihin) di sini adalah kaum yang baik di dunia, karena akan diperhatikan oleh bapak mereka, tanpa ada satupun yang menyaingi mereka.

 

Berkata Ibnu ‘Asyur di dalam at-Tahir wa at-Tanwir (7/313),

 

فتعيّن أن يكون المراد من الصلاح فيه الصلاح الدنيوي ، أيْ صلاح الأحوال في عيشهم مع أبيهم ، وليس المراد الصلاح الديني 

 

“Maka menjadi jelas, bahwa yang dimaksud dari (ash-shalah) dalam ayat di atas adalah (ash-shalah ad-dunyawi) kebaikan dunia, yaitu keadaan yang lebih baik untuk hidup bersama bapak mereka. Dan maksudnya bukan (ash-shalah ad-dini), kebaikan agama.”

 

Sehingga perhatian dan cinta bapak mereka hanya tertuju untuk mereka.

 

Demikianlah karakteristik orang-orang Yahudi, mudah untuk melakukan tindakan kejahatan dan meremehkan suatu maksiat, adapun dosa dan akibatnya dipikir belakangan. Ini sesuai dengan firman-Nya,

 

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

 

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Qs. al-Baqarah: 96)

 

Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu sifat Yahudi adalah keinginan untuk hidup seribu tahun di dunia untuk memenuhi keinginan syahwat mereka. Mereka hidup dengan menggampangkan maksiat. Mereka tidak takut dengan ancaman neraka, karena mereka menganggap masuk neraka itu hanya beberapa hari saja. Namun anggapan mereka itu langsung dibantah oleh Allah, bahwa mereka akan kekal di dalamnya. Allah berfirman,

 

وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (80) بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (81)

 

“Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" (Bukan demikian), yang benar: barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 80-81)

 

Sebagian kelompok umat Islam, yaitu Firqah Murji’ah, disebut-sebut juga sering meremehkan perbuatan maksiat, mereka salah dalam memahami sifat Allah, bahwa Allah Maha Pengampun.  

 

Orang-orang yang menganggap masuk neraka hanya beberapa hari tidak menyadari bahwa sebenarnya hitungan hari akhirat itu setara dengan 1.000 hari di dunia. Jika mereka mengira hanya dimasukkan ke dalam neraka selama satu minggu, bukankah itu berarti 7.000 hari berada dalam nereka? Na’udzu billahi min dzalik.

KARYA TULIS