Karya Tulis
776 Hits

Bab 18 Allah Berkuasa atas Urusan-Nya


وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لِامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا ۚ وَكَذَٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ ۚ وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَىٰ أَمْرِهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

 

“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: "Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak." Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

(Qs. Yusuf: 21)

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Datangnya Pertolongan Allah

 

وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لِامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ

 

“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: "Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik.”

 

Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (2/454),

 

يُخْبِر تَعَالَى بِأَلْطَافِهِ بِيُوسُف عَلَيْهِ السَّلَام أَنَّهُ قَيَّضَ لَهُ الَّذِي اِشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ حَتَّى اِعْتَنَى بِهِ وَأَكْرَمه وَأَوْصَى أَهْله بِهِ وَتَوَسَّمَ فِيهِ الْخَيْر وَالصَّلَاح

 

“Allah memberikan kabar akan Kasih Sayang-Nya kepada Yusuf, bahwasanya Dia telah menyiapkan seseorang yang akan membelinya dari orang Mesir, sehingga orang tersebut akan memperhatikannya, memuliakannya serta berwasiat kepada keluarganya (untuk merawatnya). Dia melihat  di dalam diri Yusuf tanda-tanda kebaikan dan keshalihan.”

 

Siapa gerangan orang Mesir yang membeli dan menyelamatkan Yusuf dari pasar budak?

 

  1. Dia adalah Adhfir bin Ruhaib, yang merupakan pembesar Mesir. Dialah yang memegang perbendaharaan Kerajaan Mesir, sebagian ulama mengatakan bahwa dia adalah Kepala Kepolisian Mesir, sebagian lagi mengatakan bahwa dia adalah Gubernur Kota Mesir. Nama istrinya adalah Zulaikha. Sedangkan Raja Mesir waktu itu adalah ar-Rayyan bin al-Walid seorang raja yang sangat perkasa.   

 

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu bahwa beliau berkata,

 

أَفْرَسُ النَّاس ثَلَاثَة عَزِيز مِصْر حِين قَالَ لِامْرَأَتِهِ " أَكْرِمِي مَثْوَاهُ " وَالْمَرْأَة الَّتِي قَالَتْ لِأَبِيهَا " يَا أَبَت اِسْتَأْجِرْهُ " الْآيَة وَأَبُو بَكْر الصِّدِّيق حِين اِسْتَخْلَفَ عُمَر بْن الْخَطَّاب رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا

 

“Orang yang paling tepat firasatnya ada tiga: (1) Pembesar Mesir ketika berkata kepada istrinya: “Berikan kepadanya tempat dan layanan yang baik”, (2) Wanita yang berkata kepada bapaknya (Nabi Syu’aib): “Wahai bapakku ambillah dia (Musa) sebagai pegawai”, (3) Abu Bakar ash-Shiddiq ketika memilih ‘Umar bin Khattab sebagai penggantinya.”

 

Perkataan Ibnu Mas’ud di atas banyak dinukil oleh ahli tafsir, di antaranya al-Qurthubi (9/106) dan Ibnu Katsir (2/254) serta yang lainnya, tetapi yang menarik bahwa Ibnu al-’Arabi al-Maliki membantah pernyataan tersebut dan mengatakan: “Sangat mengherankan dari para ahli tafsir yang sepakat menukil pernyataan (Ibnu Mas’ud) tersebut, padahal firasat adalah ilmu asing, keterangannya ada di dalam surat al-Hijr. Adapun yang mereka nukil bukanlah firasat.” 

 

(Pertama), Abu Bakar ash-Shiddiq memilih Umar bin Khattab sebagai penggantinya atas dasar pengamatannya beliau di lapangan tentang aktivitas Umar dan kedekatan dengannya dalam waktu yang lama serta apa yang beliau saksikan dari ilmu yang dimilikinya. Ini semuanya bukanlah bagian dari firasat.  

 

(Kedua), adapun putri Nabi Syu’aib, beliau mempunyai tanda yang jelas dan ini akan diterangkan rinciaannya di dalam surat al-Qashas.

 

(Ketiga), adapun pembesar Mesir, inilah yang mugkin bisa dimasukan ke dalam firasat, karena dia tidak mempunyai tanda yang nyata. (al-Qurthubi: 9/106) 

 

Pelajaran (2) Harapan Pembesar Mesir

 

عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا ۚ

 

“Boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.”

 

Berkata Ibnu ‘Asyur di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (7/327),

 

وَإِنَّمَا قَالَ ذَلِكَ لِحُسْنِ تَفَرُّسِهِ فِي مَلَامِحِ يُوسُفَ- عَلَيْهِ السَّلَامُ- الْمُؤْذِنَةِ بِالْكَمَالِ، وَكَيْفَ لَا يَكُونُ رَجُلًا ذَا فِرَاسَةٍ وَقَدْ جَعَلَهُ الْمَلِكُ رَئِيسَ شُرْطَتِهِ، فَقَدْ كَانَ الْمُلُوكُ أَهْلَ حَذَرٍ فَلَا يُوَلُّونَ أُمُورَهُمْ غَيْرَ الْأَكْفَاءِ.

 

“(Pembesar Mesir) itu berkata demikian (kepada istrinya) karena kuatnya firasat beliau ketika melihat wajah dan perilaku Yusuf yang menunjukkan kesempurnaannya. Bagaimana dia tidak mempunyai firasat (yang kuat), sedangkan Raja telah mempercayakan kepadanya  sebagai kepada kepolisian di kerajaannya. Dahulu para raja adalah orang-orang yang sangat berhati-hati, tidak sembarang mengangkat para pejabatnya kecuali orang-orang yang layak.”

 

Pembesar Mesir ingin menjadikan Yusuf sebagai anak. Dari sini bisa dipahami bahwa dia tidak mempunyai anak, menurut sebagian ahli sejarah bahwa dia adalah laki-laki mandul. Yusuf diharapkan akan menjadi anak angkatnya dan meneruskan perjuangannya serta mewarisi kekuasaan dan hartanya.  

 

Berkata Rasyid Ridha di dalam tafsir al-Manar (12/225),

 

 وكان رجاؤه هذا كرجاء امرأة فرعون موسى فيه من بعده ، وكانت صالحة ملهمة ، وأما العزيز فكان ذكيا صادق الفراسة فاستدل من كمال خلق يوسف وخلقه ، وذكائه وحسن خلاله ، على أن حسن عشرته وكرم وفادته وشرف تربيته ، خير متمم لحسن استعداده الفطري ، إذ لا يفسد أخلاق الأذكياء إلا البيئة الفاسدة وسوء القدوة ، وما كان إلا صادق الفراسة

 

“Harapan pembesar Mesir kepada Yusuf seperti harapan istri Fir’aun kepada Musa, beliau adalah seorang wanita shalihah yang inspiratif. Adapun pembesar Mesir, beliau adalah orang yang cerdas, pemilik firasat yang tepat. Beliau menganggap bahwa perlakuan baik dan kedermawanan yang dia berikan kepada Yusuf, serta bimbingan yang baik atasnya, akan menjaga kesempurnaan akhlak dan fisik Yusuf, serta kecerdasannya. Dan tidaklah yang bisa merusak akhlak orang-orang yang cerdas kecuali lingkungan yang rusak dan buruknya keteladanan. Tidaklah yang demikian itu, kecuali pemilik firasat yang tepat.”  

 

Pelajaran (3) Kedudukan di Mesir  

 

وَكَذَٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ

 

“Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan

yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir).”

 

Berkata Ibnu ‘Asyur di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (7/252),

 

وَالتَّمْكِينُ فِي الْأَرْضِ هَنَا مُرَادٌ بِهِ ابْتِدَاؤُهُ وَتَقْدِيرُ أَوَّلِ أَجْزَائِهِ، فَيُوسُفُ- عَلَيْهِ السَّلَامُ- بِحُلُولِهِ مَحَلَّ الْعِنَايَةِ مِنْ عَزِيزِ مِصْرَ قَدْ خَطَّ لَهُ مُسْتَقْبَلَ تَمْكِينِهِ مِنَ الْأَرْضِ بِالْوَجْهِ الْأَتَمِّ الَّذِي أُشِيرَ لَهُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى بَعْدُ: وَكَذلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْها حَيْثُ يَشاءُ

 

“Yang dimaksud peneguhan di muka bumi dalam ayat ini adalah permulaannya dan dalam beberapa bagian awal. Yusuf sudah mulai mendapatkan perhatian dari pembesar Mesir. Dia telah mendapatkan bagian masa depan peneguhannya di muka bumi dengan cara yang sempurna, dan ini diisyaratkan di dalam firman-Nya (Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu) (Qs,Yusuf: 36)”

 

Inilah sunnatullah terhadap hamba-hamba Nya yang taat bahwa mereka akan dikuatkan kedudukan mereka di muka bumi dengan cara Allah, bukan dengan cara manusia pada umumnya.

 

Allah berfirman,

 

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ ۗ َ

 

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Qs. al-An’am: 124)

 

Allah sebenarnya menginginkan hamba-Nya (Yusuf) agar menjadi penguasa di Mesir, tapi skenarionya dengan membuat ujian-ujian kepada Yusuf di lingkungan rumahnya sehingga saudara-saudaranya memasukkannya ke dalam sumur. Lalu oleh para musafir, Yusuf dibawa ke Mesir. Itu murni skenario Allah dan telah tetap.

 

Oleh karena itu, ketika Allah menguji seorang hamba di salah satu fase kehidupan yang dia lalui, hendaknya mengingat kisah Yusuf saat dimasukkan ke dalam sumur. Barangkali ujian yang menimpa dirinya, mirip ujian yang menimpa Yusuf, yaitu ujian agar seorang hamba di masa mendatang mendapatkan kemulian di dunia dan akhirat, sebagaimana yang didapat oleh Yusuf.

 

Pelajaran (4) Ilmu bagi Pemimpin

 

وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ

 

“Dan agar Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi.”

 

Untuk menjadi pemimpin yang baik di manapun juga, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah memiliki ilmu yang mendalam, sebagaimana yang tersebut di dalam firman-Nya,

 

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ 

 

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".” (Qs. Yusuf: 55)

 

Juga di dalam firman-Nya,

 

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

 

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".” (Qs. al-Qashash: 26)

 

Juga di dalam Firman-Nya,

 

 قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 

“Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah: 247)

 

Dan juga firman-Nya,

 

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ 

 

“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman".” (Qs. an-Naml: 15)

 

Pada ayat di atas, nikmat ilmu disebut terlebih dahulu, sebelum nikmat kekuasaan. Hal itu, karena sebuah kekuasaan, tidak akan menjadi kuat dan berkah, kecuali harus ditopang dengan ilmu. Tanpanya, kekuasaan akan lemah dan menjadi bumerang bagi pemegangnya serta membawa bencana bagi manusia.

 

Imam Bukhari di dalam Kitab as-Shahih (1/25) menyebutkan bahwa ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,

 

تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا

 

“Belajarlah sebelum kalian memimpin.”

 

Seorang penguasa yang mengatur rakyatnya dengan ilmu dan kebenaran, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Sebaliknya yang mengatur rakyatnya dengan kebatilan dan kebodohan, akan dimasukkan ke dalam neraka. Penguasa di sini mencakup presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, bahkan hakim di pengadilan pun masuk dalam kategori penguasa, karena dia diberi wewenang untuk memutuskan perkara secara mandiri. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

الْقُضَاةُ ثَلاَثَةٌ اثْنَانِ فِى النَّارِ وَوَاحِدٌ فِى الْجَنَّةِ رَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِى الْجَنَّةِ وَرَجُلٌ قَضَى بَيْنَ النَّاسِ بِالْجَهْلِ فَهُوَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فَهُوَ فِى النَّارِ

 

“Hakim itu terbagi kepada tiga golongan, dua golongan masuk neraka dan hanya satu yang masuk surga; seseorang mengetahui kebenaran kemudian menegakkan kebenaran tersebut, maka dia masuk surga. Dan seorang yang menghukum manusia atas dasar kebodohan, maka ia masuk neraka. Dan seseorang tahu akan kebenaran tapi dia berbuat kecurangan dalam menghukum, maka ia masuk neraka.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Hakim)

 

Dalam hal ini Yusuf dibekali oleh Allah ilmu takwil mimpi yang waktu itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat Mesir. Sebagian ulama mengatakan bahwa Yusuf juga dibekali ilmu sejarah tentang umat-umat sebelumnya dan ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan bagi seorang Nabi. Begitu juga kehidupan Yusuf di tengah-tengah istana mempengaruhi perkembangan pemikirannya dengan banyak mengetahui seluk beluk istana dan kehidupannya, juga tentang kebiasaan para pemimpin ketika mengatur negara. Ini termasuk ilmu yang Allah ajarkan kepada Yusuf secara tidak langsung, sehingga dia berhak untuk memimpin negara Mesir di masa mendatang.  

 

Pelajaran (5) Allah Berkuasa atas Urusan-Nya

 

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَىٰ أَمْرِهِ

 

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya.”

 

Allah merencanakan suatu kejadian dan tidak ada satupun yang mampu menghalanginya. Di dalam hadits disebutkan,

 

اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

 

"Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan bagi pemiliknya di depan siksa-Mu"  (HR. al-Bukhari)

 

Dalam kisah Yusuf, Allah berkuasa terhadap urusan-Nya dan ini terlihat di dalam beberapa peristiwa di bawah ini;

 

(1) Nabi Ya’kub melarang Yusuf untuk menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, Yusuf menceritakannya kepada mereka, maka terjadilah apa yang terjadi.

(2) Saudara-saudaranya hendak membunuh Yusuf, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, salah satu di antara mereka pada detik-detik terakhir, mengusulkan agar Yusuf dimasukkan ke dalam sumur saja, dan pendapat inilah yang akhirnya dijadikan keputusan mereka.

(3) Saudara-saudaranya membawa baju yang berlumuran darah sebagai bukti agar bapak mereka mempercayainya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, ternyata mereka lupa menyobek baju tersebut, sehingga kelihatan sekali kebohongan mereka,

(4) Saudara-saudarnya menginginkan agar Yusug lenyap dari pandangan mereka selamanya atau minimal mejadi budak dan hidupnya susah, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, justru para musafir datang membawa mereka ke Mesir, dan hidupnya menjadi nikmat dan mapan karena tinggal di istana pembesar Mesir,

(5) Nabi Ya’kub menginginkan Yusuf kembali pulang setelah bermain dengan saudara-saudarnya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, Yusuf tidak kembali, kecuali hanya bajunya yang berlumuran darah.

(6) Pembesar Mesir menginginkan agar istrinya merawat Yusuf dengan baik dan menjaganya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, istrinya justru mendzaliminya dan menfitnahnya.

(7) Zulaikha menginginkan  agar Yusuf mau mengikuti kemauannya untuk berbuat keji, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, Yusuf menolaknya dan tersobeklah bajunya dari belakang.

(8) Zulaikha mencoba menfitnah dan membalikkan fakta agar dirinya dibela oleh suaminya dan Yusuf sebagai orang yang tertuduh, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, justru sobekan baju belakang membuat suaminya membela Yusuf dan menyalahkan istrinya.

(9) Yusuf di dalam penjara ingin segera keluar dan meminta bantuan kepada temannya yang selamat, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, temannya justru malah lupa dengan pesan Yusuf, sehingga Yusuf tetap berada di dalam penjara beberapa tahun lagi.

(10) Raja ingin agar mimpinya bisa ditakwilkan oleh para pakar mimpi di dalam kerajaannya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, mereka semua angkat tangan dan menyerah tidak bisa mentakwil mimpi raja yang aneh tersebut. Akhirnya, temannya teringat dengan keahlian Yusuf di dalam mentakwilkan mimpi.

(11) Raja meninginkan Kerajaan Mesir tidak ditimpa musim paceklik, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, Kerajaan Mesir ikut tertimpa musim paceklik yang berkepanjangan.

(12) Saudara-saudaranya menginginkan agar Benyamin yang bersama mereka, bisa kembali lagi ke kampung halamannya, tetapi Allah berkuasa atas urusan-Nya, Benyamin tidak bisa pulang karena kasus pencurian.

 

Pada ayat di atas terdapat beberapa makna yang bisa kita ambil,

 

Makna Pertama dari ayat di atas, bahwa semua urusan itu diatur di langit bukan di bumi, dan yang mengatur hanya Allah saja, bukan yang lain. Hal ini dikuatkan dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala,

 

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

 

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs. al-A’raf: 54)

 

Makna kedua ayat di atas, bahwa Allah memenangkan Yusuf. Dhamir (huwa) di situ menunjuk kepada Yusuf, bukan kepada Allah. Allah memenangkan Yusuf atas saudara-saudaranya. 

 

Ayat di atas ditutup dengan firman-Nya,

 

وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

 

“Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

 

Konsep tentang kemenangan Allah ini hanya diketahui oleh orang-orang tertentu khususnya orang-orang yang berilmu, sedangkan orang-orang awam kebanyakan mereka tidak mengetahui tentang konsep Allah tersebut.

 

Salah satu konsep Allah yang bisa diambil dari ayat di atas bahwa dunia ini banyak perubahan dan bahwa hidup ini berjenjang. Maka seseorang ketika ingin mencapai tujuan dan cita-citanya hendaknya bersabar, karena dia tidak tahu kesudahan ke depannya. Dan sebuah cita-cita itu tidak bisa di dapat dengan hanya membalikkan telapak tangan, dan kota Roma itu tidak dibangun dalam semalam.

KARYA TULIS