Karya Tulis
1049 Hits

Bab 4 Doa Nabi Yusuf ‘Alaihi as-Salam


 رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”

(Qs. Yusuf: 101)

 

Hikmah (): Kekuasaan adalah Pemberian Allah

رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ

Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan.”

(1) Ayat di atas menunjukkan pengakuan Nabi Yusuf ‘alaihi as-salam atas nikmat kekuasaan yang Allah berikan kepadanya tanpa jerih payah sedikitpun. Karena dia mendapatkannya dengan meminta kepada Raja Mesir, sebagaimana dalam firman-Nya,

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (Qs. Yusuf: 55)

(2) Kekuasaan adalah pemberian Allah semata, bukan jerih payah seseorang. Ini sesuai dengan firman-Nya,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali Imran: 26)

(3) Doa ini hendaknya dibaca oleh para pemimpin dan para pejabat, sejak dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling atas.

(4) Harta adalah bagian dari kekuasaan. Karena seseorang yang mempunyai harta, dia berkuasa atas harta tersebut. Maka, dia harus menyakini bahwa harta yang dia peroleh semata dari Allah, bukan dari jerih payahnya. Jangan seperti Qarun, yang mengklaim bahwa harta yang dia peroleh selama ini, karena jerih payahnya semata. Allah berfirman.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

“Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (Qs. al-Qashash: 78)

Hikmah (): Ilmu adalah Pemberian Allah

 وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ

“Dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian takwil mimpi.”

(1) Ayat di atas menunjukkan pengakuan Nabi Yusuf ‘alaihi as-salam atas nikmat ilmu yang Allah berikan kepadanya tanpa jerih payah sedikitpun.

(2) Ilmu yang dimiliki Nabi Yusuf tidak terbatas pada takwil mimpi, tetapi mencakup ilmu tentang wahyu, sejarah orang-orang terdahulu, serta hikmah dari setiap kejadian. Oleh karenanya doa ini hendaknya dibaca oleh orang yang Allah berikan kepadanya ilmu -ilmu apapun juga, termasuk ilmu pengetahuan umum (tentang dunia).

(3) Pernyataan bahwa semua ilmu adalah pemberian dari Allah dikuatkan di dalam firman Allah,

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman" .” (Qs. an-Naml: 15)

Ayat di atas menunjukkan bahwa selain Nabi Yusuf yang diberikan ilmu kepadanya, Allah juga memberikan ilmu kepada Nabi Daud dan Sulaiman. Serta menunjukkan bahwa ilmu adalah karunia Allah yang paling berharga diantara karunia-karunia yang lainnya.

Hikmah (): Kekuasaan Allah yang Mutlak

فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi.”

(1) Ayat di atas menunjukkan pengakuan Nabi Yusuf terhadap kekuasaan Allah yang mutlak, yaitu Allah yang menciptakan langit dan bumi.

(2) Korelasi ayat ini dengan posisi Nabi Yusuf sebagai penguasa di Mesir sangatlah jelas bahwa kekuasaan yang dimiliki Nabi Yusuf tidak ada artinya dibanding dengan kekuasaan Allah yang begitu luas, Sang Pencipta langit dan bumi. Ini menunjukkan pengakuan yang tulus terhadap kelemahan dirinya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.

(3) Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Yusuf mengetahui kadar dirinya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam pepatah Arab disebutkan,

هَلَكَ امْرُؤٌ لَمْ يَعْرِفْ قَدْرَهُ

“Hancurlah seseorang yang tidak tahu kedudukan dirinya.”

(4) Orang-orang musyrik adalah orang-orang yang tidak menghargai keagungan Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. az-Zumar: 67)

Hikmah (): Allah adalah Pelindung Dunia dan Akhirat

أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 “Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat.”

(1) Setelah Nabi Yusuf menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi, yang berkuasa di alam semesta ini, maka Nabi Yusuf menyatakan bahwa Allah lah pelindung baginya dan bagi seluruh orang beriman di dunia dan di akhirat.

(2) Hubungan antara kalimat ini dengan kalimat sebelumnya adalah hubungan antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah, yaitu pengakuan manusia bahwa Allah adalah Sang Pencipta, yang melahirkan pengakuan bahwa Dia lah satu-satunya yang harus disembah dan dijadikan pelindung di dunia dan di akhirat.

(3) Pernyataan ini juga mengisyaratkan bahwa Nabi Yusuf ingin menjaga kekuasaannya di Mesir dengan penjagaan Allah yang Maha Kuasa, dengan meminta perlindungan kepada-Nya dari segala marabahaya. Ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

قُلْ مَنْ يَكْلَؤُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مِنَ الرَّحْمَنِ بَلْ هُمْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِمْ مُعْرِضُونَ

“Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?" Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingat Tuhan mereka.” (Qs. al-Anbiya’: 42)

Hikmah (): Memohon Wafat dalam Keadaan Muslim

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا

“Wafatkanlah aku dalam keadaan Muslim.”

(1) Dari pendapat para ulama, penulis menyimpulkan hukum berdoa memohon wafat, dapat dirinci menjadi 5 bentuk;

Bentuk Pertama, memohon wafat dalam keadaan Islam. Hal ini dibolehkan, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qurthubi di dalam al-Jami’ Li-Ahkami al-Qur’an (6/405) bahwa mayoritas ulama berpendapat Nabi Yusuf tidaklah memohon wafat segera atau berangan-angan mati, tetapi memohon agar wafat dalam keadaan Islam. Ini juga merupakan wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya adalah Nabi Yusuf. Sehingga bisa disimpulkan, doa Nabi Yusuf di atas adalah pelaksanaan dari wasiat ayahnya tersebut (Nabi Ya’qub). Ini sesuai dengan firman Allah,

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".” (Qs. al-Baqarah: 132)

Ini dikuatkan dengan firman Allah,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Qs. Ali Imran: 102)

Bentuk Kedua, memohon wafat ketika terjadi fitnah yang menimpa agamanya. Ini juga dibolehkan sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu katsir di dalam Tafsir al-Qur’ani al-’Adhim (4/416), “ Ketika terjadi fitnah yang menimpa agama, maka dibolehkan memohon wafat.” Diantara dalil-dalilnya adalah sebagai berikut;

(a) Firman Allah terkait dengan tukang sihir Fir’aun,

قَالُوا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ (125) وَمَا تَنْقِمُ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِآيَاتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاءَتْنَا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (126(

“Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami." (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)" .” (Qs. al-A’raf: 125-126)

Ayat di atas menunjukkan bahwa tukang sihir yang telah bertaubat dan mengikuti ajaran Nabi Musa memohon kepada Allah diberikan kesabaran atas siksaan yang ditimpakan Fir’aun kepada mereka, sekaligus memohon agar diwafatkan dalam keadaan muslim.

(b) Apa yang menimpa Siti Maryam ketika difitnah orang-orang Yahudi bahwa dirinya hamil di luar pernikahan, beliau berdoa memohon wafat, sebagaimana di dalam firman Allah,

قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا

“Dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."” (Qs. Maryam: 23)

(c) Apa yang terjadi pada diri ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di akhir masa kepemimpinannya, ketika melihat bahwa kondisi tidak mendukungnya dan terjadinya banyak fitnah, beliau berdoa, Ya Allah wafatkanlah aku, sesungguhnya saya sudah bosan dengan mereka, dan mereka bosan denganku.”

(d) Imam al-Bukhari ketika difitnah oleh Imam Muhammad bin Yahya ad-Dzuhali, sehingga masyarakat ikut membuli dan mengucilkannya, beliau berdoa, “ Ya Allah sesungguhnya dunia ini sudah menjadi sempit bagiku, maka wafatkanlah aku.“

Bentuk Ketiga, memohon wafat untuk menghindari maksiat. Ini juga dibolehkan berdasarkan dalil-dalil di bawah ini;

(a) Hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا ليِ

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: 'Janganlah ada seseorang di antara kalian yang mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalau terpaksa ia harus berdoa, maka ucapkanlah; 'Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.'” (HR. Muslim, 4840)

(b) Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرّ

“Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!” (HR. Muslim, 4897)

Bentuk Keempat, memohon wafat karena rindu kepada Allah, karena dia mencintai-Nya. Ini juga dibolehkan sebagaimana yang disampaikan oleh Sahal bin ‘Abdullah at-Tusturi, “Tidak berangan-angan mati kecuali tiga golongan; (1) orang yang bodoh terhadap sesuatu yang terjadi setelah kematian, (2) orang yang lari dari takdir Allah, (3) orang yang mencintai Allah dan rindu ingin bertemu dengan-Nya.

Bentuk Kelima, memohon wafat karena tidak kuat menghadapi taqdir buruk, atau karena terjadi musibah keduniaan. Bentuk kelima ini diharamkan di dalam Islam, karena menunjukkan seseorang tidak sabar dengan ujian yang menimpanya di dunia. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلَّا الْبَلَاءُ

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, dunia tidak akan lenyap, hingga seseorang melintasi kuburan, lalu dia bergulung-gulung di atasnya dan berkata: 'Andai saja aku adalah penghuni kuburan ini,' Dia berbuat seperti itu, bukan karena faktor agama, tetapi karena musibah yang menimpanya. " (HR. Muslim, 5176)

(2) Kapan doa ini dibaca oleh seorang muslim ? Jawabannya doa ini dibaca ketika seseorang merasa ajalnya sudah dekat. Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’ani al-’Adhim (4/414), “Ada kemungkinan Nabi Yusuf membaca doa ini beberapa saat sebelum beliau meninggal dunia.”       

(3) Doa ini juga dibaca oleh seorang muslim kapan saja ketika sehat, walaupun tidak dalam keadaan sakit berat, atau belum merasa ajalnya dekat. Karena kematian itu seringkali datang secara mendadak tanpa disangka-sangka. Ini sesuai dengan firman Allah

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan" .” (Qs. al-Jumu’ah: 8)

Hikmah (): Memohon agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang shalih.

وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

“Dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.”

(1) Nabi Yusuf tidak sekedar memohon agar diwafatkan dalam keadaan muslim, tetapi lebih daripada itu, beliau memohon agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang shalih.

(2) Doa ini mirip dengan doa Nabi Sulaiman di dalam firman-Nya,

 فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" .” (Qs. an-Naml: 19)

(3) Ini juga menunjukkan bahwa seorang muslim tidak bisa mempertahankan keimanannya secara lebih maksimal, kalau hanya hidup sendiri tanpa bergaul dan bergabung dengan orang-orang shalih lainnya. Ini juga sesuai dengan salah satu makna dari kata ‘al-insan’ yaitu ‘anis’ yang berarti selalu cenderung untuk bergaul dengan yang lain.

(4) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering disebut di dalam al-Qur’an bersama sahabat-sahabatnya, diantaranya dalam firman Allah,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

 “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Qs. al-Fath: 29)

Juga dalam firman-Nya,

حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs. al-Baqarah: 214)

(5) Pada hari kiamat orang-orang beriman akan dimasukkan ke dalam surga secara rombongan, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka para penjaganya, "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya" .” (Qs. az-Zumar: 73)

(6) Yang menarik apa yang diceritakan oleh al-Qurthubi di dalam al-Jami’ Li-Ahkami al-Qur’an (6/405) tentang firman Allah (“Dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.” ) maksudnya adalah Nabi Ya’kub, Nabi Ishaq dan Nabi Ibrahim. Maka Allah mengabulkan doa tersebut dan mewafatkan Nabi Yusuf dalam keadaan suci dan bersih di Mesir, kemudian dikuburkan di sungai Nil dalam sebuah petiyang terbuat dari marmer. Hal itu dilakukan, karena rakyat Mesir perselisih tentang tempat penguburannya, setiap kelompok ingin agar Nabi Yusuf dikuburkan di tempat mereka dengan mengharap keberkahannya. Bahkan karena itu, mereka hampir bentrok fisik. Untuk menghindari hal itu, mereka berinisitaif agar Nabi Yusuf dikuburkan di sungai Nil, dimana air mengalir di atasnya, kemudian air tersebut akan ke seluruh wilayah Mesir, sehingga semua penduduk Mesir mendapatkan keberkahannya.

Pada waktu Nabi Musa keluar dari Mesir bersama Bani Israel mereka membawa peti yang berisi jasad Nabi Yusuf setelah 400 tahun ke Baitul Maqdis dan dikuburkan di samping nenek moyangnya (Nabi Ya’kub, nabi Ishaq dan Nabi Ibrahim) hal itu untuk merealisasikan doanya.  

Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri bahwa Nabi Yusuf dimasukkan ke dalam sumur ketika berumur 17 tahun, kemudian dijadikan budak, dipenjara serta menjadi raja selama 80 tahun. Setelah itu bertemu dengan bapak dan saudara-saudarnya dan hidup bersama mereka  selama 23 tahun. Sehingga umur Nabi Yusuf menurut beliau adalah 120 tahun.

Al-Baghawi di dalam Ma’alim at-Tanzil (4/282) menyebutkan bahwa Nabi Yusuf mempunyai 3 anak dari pernikahannya dengan wanita yang pernah menjadi istri pembesar Mesir; Ifratsim, Mansya, dan Rahmah yang kemudian menjadi istrinya nabi Ayub.

Berkata az-Zuhri, “ Ifratsim mempunyai anak yang bernama Nun, dan Nun ini mempunyai anak yang bernama Yusya’. Yusya’ bin Nun bin Ifratsim bin Yusuf inilah yang menemani nabi Musa ketika melakukan perjalan mencari Nabi Khidhir, yang kemudian sepeninggalan Nabi Musa, beliau diangkat menjadi Nabi, dan membuka Ariha (Baitul Maqdis)dimana matahari pernah dihentikan Allah sementara untuk kemenangan tentara bani Israel yang dipimpin oleh Yusya’ bin Nun ini.

 

***

KARYA TULIS