Karya Tulis
1092 Hits

Bab 12 Doa Menjadi Imam


وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

”Dan orang-orang yang selalu berdoa: ‘Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.”

(Qs. al-Furqan: 74)

 

Hikmah (): Ibadur-Rahman Selalu Berdoa

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ

“Dan orang-orang yang selalu berdoa.”

(1) Salah satu sifat Ibadur-Rahman adalah selalu berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lafazh (yaquluna) pada ayat di atas berbentuk fi’il mudhari’ dan ini menunjukkan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus.

(2) ‘Ibadur-Rahman adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih, yang mengasihi semua makhluk-Nya, baik yang beriman maupun yang kafir, baik manusia, binatang, dan tetumbuhan. Semuanya mendapatkan rezeki dari Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya, ‘Ibadur-Rahman akan senantiasa berdoa meminta rezeki dan pemberian dari Allah karena Allah Maha ar-Rahman.

(3) Doa adalah salah satu bentuk ibadah yang utama, karena berdoa menunjukkan penghambaan mutlak kepada Allah. Seorang hamba yang berdoa, dia merasa dirinya lemah dan sangat membutuhkan pertolongan Allah. Dalam hal ini Allah berfirman,

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamu-lah yang memerlukan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Qs. Fathir: 15)

Ini dikuatkan dengan firman-Nya,

وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ

“Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamu-lah orang-orang yang membutuhkan (kepada-Nya).” (Qs. Muhammad: 18)

Hikmah (): Berdoa dengan Asma-u Al-Husna

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami).”

(1) Doa pada ayat di atas dimulai dengan kata ‘Rabbana’ Ya Tuhan kami. Rabb salah satu Asma-u al-Husna, yang berarti Perawat, Pemelihara, dan Pelindung. Di dalam firman Allah,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah, Tuhan pemelihara alam semesta.” (Qs. al-Fatihah: 1)

Allah terpuji karena menciptakan dan memelihara alam semesta.

(2) Doa ini dimulai dengan kata ‘Rabbana’ untuk menunjukkan bahwa pemilik alam semesta adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Dia lah yang bisa menjawab dan memenuhi setiap permintaan manusia. Doa yang dimulai dengan ‘Rabbana’ menjadi mustajab.

(3) ‘Rabbana’ termasuk pujian kepada Allah yang sering disebut dengan dzikir. Dzikir lebih utama daripada doa, maka disebut lebih dahulu sebelum berdoa.

(4) Berdoa dengan mengucapkan ‘Rabbana’ termasuk mengamalkan firman Allah,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allah Asma-u al-Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-u al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Qs. al-A’raf: 180)

Ayat di atas menunjukkan perintah untuk berdoa dengan menyebut Asma-u al-Husna di dalamnya karena hal itu lebih mustajab.

Hikmah (): Istri dan Anak adalah Anugerah

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami).”

(1) Makna ‘Hab lana’ (هَبْ لَنَا) adalah ‘Anugerahkanlah kepada kami’. Ini menunjukkan bahwa istri dan anak adalah anugerah dari Allah semata, bukan hasil jerih payah manusia saja. Ini dijelaskan di dalam firman Allah,

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (49) أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (50)

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Qs. asy-Syura: 49-50)

Ayat di atas menunjukkan bahwa yang memberikan keturunan baik laki-laki dan perempuan adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan Allah lah yang membuat seorang perempuan menjadi mandul, tidak mempunyai keturunan. Jadi, semuanya tergantung kepada kehendak Allah. Dia lah yang mengetahui siapa yang berhak diberi anak dan Dia lah yang berkuasa atas segala sesuatu.

(2) Anugerah Allah yang utama bagi seorang laki-laki adalah diberikan istri dan anak. Karena mereka yang akan menjadi teman di dunia dan di akhirat. Dia bisa bercanda, bermain serta bersenda gurau bersama istri dan anak. Ini membuat seseorang menjadi lebih tenang dan semangat dalam hidupnya.

(3) Dalam doa di atas disebut istri lebih dahulu karena tidak mungkin seseorang mempunyai anak dan keturunan kecuali melalui istri.

(4) Doa ini bersifat umum untuk laki-laki dan perempuan karena kata ‘azwaj’ berarti pasangan, bisa laki-laki dan perempuan.

(5) Doa di atas juga menunjukkan bahwa hidup yang sempurna dan normal adalah hidup berpasang-pasangan, tidak sendiri. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan setiap pemuda yang sudah mampu secara fisik dan finansial untuk segera menikah. Karena hal itu bisa menjaga pandangan dan kehormatan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: «قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ. فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami, ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu al-ba ah (kemampuan fisik dan finansial), hendaknya segera menikah. Karena sesungguhnya dia bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya berpuasa karena dia bisa mengendalikan syahwat’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(6) Ibnu ‘Asyur di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (19/81) menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan salah satu sifat ‘Ibadurrahman yang terpuji adalah mereka sangat menginginkan tersebarnya Islam dan banyaknya pengikutnya. Oleh karenanya, mereka berdoa agar dikaruniakan istri dan keturunan penyejuk mata yang mengikuti syariat Islam. Dengan doa ini, seorang muslim akan mendapatkan manfaat dunia dan surga di akhirat.

Hikmah (): Penyejuk Mata

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami).”

(1) Makna ‘Qurratu A'yun’ (قُرَّةَ أَعْيُنٍ) adalah penyejuk mata. Kata ‘Qurratu’ mempunyai beberapa makna;

(a) Dingin. Qurratu A’yun diartikan dinginnya mata. Maksudnya bahwa seorang laki-laki jika melihat istri dan anak, matanya menjadi dingin, karena air mata yang dingin pertanda kebahagiaan, berbeda dengan air mata yang panas, pertanda kesedihan.

Berkata al-Baghawi di dalam Ma’alim at-Tanzil (6/99), “Qurrah maknanya dingin. Orang Arab biasanya merasa terganggu dengan sesuatu yang panas dan senang jika ada sesuatu yang mendinginkan.”

(b) Tetap. Maksudnya bahwa mata laki-laki jika melihat istri dan anak yang shalih akan merasa nyaman dan tetap ingin melihat mereka terus serta tidak mau pindah kepada yang lain. Al-Azhari menyebutkan bahwa quratu ‘ain terjadi jika hatinya ketemu dengan orang yang diridhai, sehingga matanya betah memandangnya dan tidak mau pindah kepada yang lain. (Al-Baghawi: 6/99)

Di dalam hadist disebutkan bahwa salah satu ciri wanita shalihah adalah jika dilihat suaminya, dia menyenangkan.

Ini mirip dengan kata ‘Qarara’ yang berarti tetap.  ‘Al-Qarurah’ adalah botol dimana air jika dimasukkan ke dalamnya menjadi tetap dan tidak tumpah.

(c) Berkumpul, karena Qura berasal dari kata Qaraya. Di dalam al-Quran disebutkan kalimat ‘Ahlu al-Qura’ yang berarti penduduk suatu negeri. Ahlu al-Qura adalah penduduk yang berkumpul dan menetap di suatu wilayah dan tidak pindah-pindah lagi. Orang sering menyebutnya sebagai desa, kota, atau negara. (Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah: 5/78)

(2) Ath-Thabari di dalam tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an (19/318) menukil perkataan Ibnu ‘Abbas tentang doa di atas, maksudnya adalah memohon agar istri dan anak bisa melakukan ketaatan kepada Allah, sehingga mata suami menjadi sejuk dengan mereka di dunia dan akherat.

Berkata al-Hasan al-Bashri, “Maksud doa di atas adalah bahwa seorang mukmin ingin melihat istri dan anaknya selalu dalam keadaan taat kepada Allah.”

(3) Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-’Azhim (6/132), “Mereka memohon kepada Allah agar muncul dari keturunan mereka, orang-orang yang taat dan menyembah Allah saja, serta tidak mensyirikan-Nya dengan suatu apapun juga.”

(4) Ar-Razi (w. 606 H) di dalam Mafatih al-Ghaib (24/487) menjelaskan makna kedua dari ayat di atas bahwa salah satu sifat ‘Ibadur-Rahman adalah memohon agar istri-istri dan keturunan mereka bisa membersamai mereka di surga, agar kebahagiaan mereka lebih sempurna.

 Hikmah (): Imam para Muttaqin

وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

(1) Doa ini lanjutan dari doa sebelumnya. Yaitu setelah meminta istri dan anak yang menjadi penyejuk mata, dianjurkan berdoa agar dirinya menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

(2) Hubungan antara dua doa ini bahwa istri-istri dan anak-anak yang shalih-shalihat adalah kumpulan orang-orang bertakwa. Seorang laki-laki merupakan pemimpin bagi istri dan anak, sehingga sangat relevan jika dia meminta menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu menjadi pemimpin bagi para istri dan anak yang shalih-shalihah.

(3) As-Sa’di di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman menjelaskan bahwa ayat di atas adalah doa memohon agar menjadi pemimpin agama (aimmatan fi ad-din) dan ini membutuhkan dua syarat, yaitu sabar dan yakin, sebagaimana di dalam firman-Nya,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.(Qs. as-Sajdah: 24)

Kesabaran yang harus ditempuh oleh para pemimpin meliputi tiga hal: kesabaran di atas ketaatan, kesabaran untuk meninggalkan maksiat serta kesabaran terhadap musibah yang menimpa.

(4) Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-’Azhim (6/133) menjelaskan kandungan doa di atas, bahwa mereka menginginkan ibadah mereka bersambung kepada ibadah istri dan anak cucu mereka. Ini sesuai dengan hadist Abu Hurairah radhiyalahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim)

(5) Al-Qurthubi di dalam al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an menukil perkataan Abu al-Qasim al-Qusyairi,

 

الإمامة بالدعاء لا بالدعوى

“Kepemimpinan (dalam agama) diperoleh dengan berdoa (kepada Allah), bukan dengan pengakuan diri.”

Maksud perkataan di atas, bahwa kepemimpinan dalam beragama itu didapat dengan Taufiq dan Pemberian dari Allah, bukan setiap orang mengaku-aku dirinya pemimpin agama.

(6) Berkata Ibrahim an-Nakh’i, “Mereka tidak memohon agar menjadi pemimpin, tetapi memohon agar menjadi contoh yang baik dalam mengamalkan agama.”

(7) Ar-Razi (24/487) menyebutkan bahwa ayat di atas menunjukkan kewajiban seseorang untuk menggapai kepemimpinan dalam agama. Sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alai as-salam,

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (Qs. asy-Syu’ara: 84)

 

***

 

KARYA TULIS