Karya Tulis
921 Hits

Pensucian Jiwa: Bab 13 Sabar


 

UJIAN PERASAAN
Orang yang berwawasan luas dan banyak ilmu belum tentu menjadi orang yang paling baik imannya. Bukankah iblis wawasannya luas? Dia bahkan mengetahui tentang dunia di langit, mengetahui tentang alam di akhirat. Tapi kenapa iblis malah tidak sebanding ilmu dan wawasannya dengan ketakwaan dan keimanannya?
Karena iblis tidak sabar dengan sebuah ujian. Ujian iblis apa? Exist ! Itu ujian iblis.
Ia tidak terima ketika tiba-tiba datang pendatang baru. Pendatang baru ini tiba-tiba melejit dan ke-exist-an nya melebihi iblis. Akhirnya iblis tidak kuat dengan ujian ini. Iblis diuji dengan ujian popularitas, ujian existensi, ujian siapa yang lebih dihargai. 
Sama seperti kita, kita merasa disuatu lingkungan sudah merasa lebih sering banyak berkorban dan berjuang dari awal tapi ternyata justru  tiba-tiba yang exist adalah orang lain. Ini ujian yang namanya zulzilu. Ujian perasaan. Ini yang dialami oleh iblis 
Ketika iblis disuruh mengalah atas Adam kerena Adam akan dijadikan pemimpin khalifatullahi fil ard, menjadi pemimpin wakilnya Allah di muka bumi, Iblis keberatan. Kenapa? Karna iblis merasa lebih baik, lebih senior daripada Adam, lebih keren, dan merasa lebih lainnya.
Sama seperti kita, ujian emosional, ujian ego, ujian perasaan itu berat untuk kita. Kadang ketika diuji sakit atau dirugikan orang lain dan ujian yang bersifat fisik, kita masih oke dan tidak membicarakannya, tapi ketika sakit hati kita akan langsung emosional dan mengungkit semua pengorbanan. Itu karna yang diuji adalah zulzilu, perasaan. 
Maka dari itu penting bagi kita untuk mempelajari sabar terhadap ujian perasaan. Sebab tidak disebut beriman kecuali dilihat dia sabar dalam ujian. Kalau dia gak sabar dalam ujian, Allah akan menggolongkannya termasuk orang-orang munafik. Mengaku beriman tapi ternyata tidak beriman. 
Ketika diuji perasaan kita, kita seharusnya bisa meresponnya dengan cara yang elegan, tidak kekanak-kanakan, merespon tanpa harus memperlihatkan emosional yang meledak-ledak, atau kita bisa Tabayyun. Tapi Tabayyun dengan marah itu beda, Tabayyun dengan mencela itu beda. Maka harus berhati-hati. Jangan sampai sikap tidak sabar kita dalam menghadapi ujian perasaan justru menyakiti perasaan orang lain bahkan sampai tingkat mendzalimi.
Na'udzubillah min dzalik.
Wallahu'alam. 

UJIAN PERASAAN

Orang yang berwawasan luas dan banyak ilmu belum tentu menjadi orang yang paling baik imannya. Bukankah iblis wawasannya luas? Dia bahkan mengetahui tentang dunia di langit, mengetahui tentang alam di akhirat. Tapi kenapa iblis malah tidak sebanding ilmu dan wawasannya dengan ketakwaan dan keimanannya?

Karena iblis tidak sabar dengan sebuah ujian. Ujian iblis apa? Exist ! Itu ujian iblis.

Ia tidak terima ketika tiba-tiba datang pendatang baru. Pendatang baru ini tiba-tiba melejit dan ke-exist-an nya melebihi iblis. Akhirnya iblis tidak kuat dengan ujian ini. Iblis diuji dengan ujian popularitas, ujian existensi, ujian siapa yang lebih dihargai. 

Sama seperti kita, kita merasa disuatu lingkungan sudah merasa lebih sering banyak berkorban dan berjuang dari awal tapi ternyata justru  tiba-tiba yang exist adalah orang lain. Ini ujian yang namanya zulzilu. Ujian perasaan. Ini yang dialami oleh iblis 

Ketika iblis disuruh mengalah atas Adam kerena Adam akan dijadikan pemimpin khalifatullahi fil ard, menjadi pemimpin wakilnya Allah di muka bumi, Iblis keberatan. Kenapa? Karna iblis merasa lebih baik, lebih senior daripada Adam, lebih keren, dan merasa lebih lainnya.

Sama seperti kita, ujian emosional, ujian ego, ujian perasaan itu berat untuk kita. Kadang ketika diuji sakit atau dirugikan orang lain dan ujian yang bersifat fisik, kita masih oke dan tidak membicarakannya, tapi ketika sakit hati kita akan langsung emosional dan mengungkit semua pengorbanan. Itu karna yang diuji adalah zulzilu, perasaan. 

Maka dari itu penting bagi kita untuk mempelajari sabar terhadap ujian perasaan. Sebab tidak disebut beriman kecuali dilihat dia sabar dalam ujian. Kalau dia gak sabar dalam ujian, Allah akan menggolongkannya termasuk orang-orang munafik. Mengaku beriman tapi ternyata tidak beriman. 

Ketika diuji perasaan kita, kita seharusnya bisa meresponnya dengan cara yang elegan, tidak kekanak-kanakan, merespon tanpa harus memperlihatkan emosional yang meledak-ledak, atau kita bisa Tabayyun. Tapi Tabayyun dengan marah itu beda, Tabayyun dengan mencela itu beda. Maka harus berhati-hati. Jangan sampai sikap tidak sabar kita dalam menghadapi ujian perasaan justru menyakiti perasaan orang lain bahkan sampai tingkat mendzalimi.

Na'udzubillah min dzalik.

Wallahu'alam. 

 

 

I. Pengertian Sabar

(1) Sabar secara bahasa berasal dari kata shabara-yasbiru-shabran yang artinya menahan diri. Adapun secara istilah, sabar adalah menahan diri dari melanggar larangan Allah dan menahan diri untuk selalu dalam ketaatannya serta menahan diri untuk tidak kesal dan mengeluh terhadap takdir Allah.

(2) Adapun ash-shibri adalah jenis minuman yang sangat pahit (brotowali). Disebut demikian, karena untuk meminumnya dibutuhkan kesabaran yang tinggi disebabkan rasa pahitnya yang luar biasa.

Sebagian kalangan menyebut beratnya bersabar itu bagaikan pahitnya minum brotowali. Salah seorang penyair mengatakan:

الصَّبْرُ كَالصَّبِرِ مُرٌّ فِي مَذَاقَتِهِ، لَكِنْ عَوَاقِبَهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ

“Sabar itu rasanya pahit seperti pahitnya brotowali, tetapi buah dari kesabaran itu akan berasa lebih manis daripada madu.”

(3) Di dalam al-Qur’an disebutkan istilah shabrun jamil (kesabaran yang indah), yaitu kesabaran yang memiliki tiga syarat;

 (a) Kesabaran yang tidak diiringi keluh kesah dan kekesalan

(b) Kesabaran yang diiringi dengan keridhaan atas ketentuan Allah

(c) Kesabaran yang diiringi pengharapan  kebaikan dari sisi Allah.  

(4) Lafadz (shabrun jamil) terdapat dalam tiga tempat di dalam al-Qur’an,

(a) Firman Allah,

وَجَاؤُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ 

“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'kub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan".” (Qs. Yusuf: 18)

(b) Firman Allah,

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ 

“Ya'kub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".” (Qs. Yusuf: 83)

(c) Firman Allah,

فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا 

“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. (Qs. al-Ma’arij: 5)

(5) Di dalam al-Qur’an juga disebut istilah al-Mushabarah yaitu kesabaran yang terus-menerus tidak pernah putus dalam setiap keadaan. Al-Mushabarah ini lebih tinggi kedudukannya daripada sabar itu sendiri. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran: 200)

 

II. Tingkatan Sabar

Sabar adalah menahan diri untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya serta tabah terhadap musibah yang menimpanya.

Oleh karenanya, para ulama membagi sabar menjadi tiga tingkatan, yaitu:

(1) Tingkatan Pertama.

(a) Sabar di dalam ketaatan, yaitu menahan diri untuk selalu mengerjakan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

Sabar di dalam ketaatan ini adalah tingkatan sabar yang paling tinggi, kenapa? karena untuk melakukan suatu ketaatan, diperlukan kemauan yang sangat kuat, dan untuk menuju pintu surga seseorang harus mampu melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan duri, ranjau dan segala sesuatu yang biasanya dia benci dan tidak dia sukai, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وحَفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

“Dan jalan menuju surga itu dipenuhi dengan sesuatu yang tidak kita senangi.” (HR. Muslim)

Ayat al-Qur’an yang menunjukkan sabar dalam ketaatan adalah;

(a) Firman Allah,

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Qs. Maryam: 65)

(b) Firman Allah,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha: 132)

(2) Tingkatan Kedua. Sabar terhadap maksiat, yaitu selalu menahan diri untuk selalu menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Bentuk sabar ini jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan bentuk sabar yang pertama, karena meninggalkan sesuatu yang dilarang jauh lebih ringan daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah.

Walaupun sebenarnya dalam masalah ini, kadang sifatnya sangat relatifnya, artinya bagi seseorang mungkin lebih ringan meninggalkan sesuatu yang dilarang daripada mengerjakan sesuatu yang diperintah, sementara bagi orang lain justru yang terjadi adalah sebaliknya, dia merasa lebih ringan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepadanya daripada meninggalkan sesuatu yang dilarang. Ini pun tergantung kepada bentuk larangan dan perintah.

Umpamanya kebanyakan orang bisa bersabar untuk tidak berzina, akan tetapi tidak bisa bersabar untuk selalu mengerjakan shalat berjama’ah di masjid. Sebaliknya kebanyakan orang sangat sulit dan tidak bisa bersabar untuk meninggalkan “ghibah” (membicarakan kejelekan orang lain), akan tetapi sangat bisa dan sabar kalau diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain. Contoh-contoh seperti ini sangat banyak dalam  kehidupan sehari-hari.

Sabar dalam menjauhi maksiat terdapat di dalam firman Allah,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (Qs. Yusuf: 23)

Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Yusuf bersabar untuk tidak melakukan maksiat walaupun Zulaikha merayu dan mengajaknya. Hal itu semata-mata karena takut kepada Allah.

Ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum lalu ia menolak seraya berkata, 'Aku takut kepada Allah.' Dan seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesunyian."  (HR. al-Bukhari dan Muslim. Matan hadits dari Muslim, 1712)

Hadits di atas menunjukkan bahwa salah satu golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya adalah seorang laki-laki yang bersabar untuk menjauhi maksiat walaupun dirayu oleh wanita bangsawan yang cantik.

(3) Tingkatan Ketiga. Sabar terhadap musibah, yaitu menahan diri dan tidak mengeluh ketika terkena musibah.

Ini adalah bentuk sabar yang paling ringan, karena sesuatu itu sudah terjadi di depannya, dan dia tidak bisa menghindarinya, artinya dia bersabar atau tidak bersabar sesuatu itu sudah terjadi. Akan tetapi walaupun begitu, masih banyak dari kaum muslimin yang tidak bisa sabar ketika tertimpa musibah.

Sabar dalam bentuk ini tersebut dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَلَنَبلُوَنّكُم بِشَىءٍ مِنَ الخَوفِ وَالجُوعِ وَنَقصٍ مِنَ الأموَالِ وَالأَنفُسِ وَالثّمَراتِ وَبَشِرِ الصّابِرينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Baqarah: 155)

Ini dikuatkan dengan firman Allah,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Qs. Muhammad: 31)

Dalam hadist Ummu Salamah disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل: إنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم عندك أحتسب مصيبتي فأجرني فيها، وأبدل لي بها خيراً منها .

“Jika diantara kalian tertimpa musibah, hendaknya berkata: ” Sesungguhnya kami milik Allah dan sesunguhnya kami akan kembali pada-Nya, Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu, maka berikanlah kepada-ku pahala itu, dan gantikanlah aku dengan sesuatu yang lebih baik dari musibah ini.”  (HR. Abu Daud)

Hadist di atas benar-benar dipraktekkan oleh para sahabat, bahkan oleh Ummu Salamah sendiri, tepatnya ketika suaminya Abu Salamah pada detik-detik terakhir dari hidupnya dia berdo’a: “Ya Allah gantilah untuk keluargaku seseorang yang lebih baik dariku.”

Dan ketika Abu Salamah telah meninggal dunia, Ummu Salamah berdoa’: “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah saya hanya mencari pahala dari musibah ini di sisi-Mu.”

Kemudian apa yang terjadi setelah Ummu Salamah tetap sabar, tabah dan berdo’a sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata Allah mengabulkan do’a tersebut dan Ummu Salamah mendapat ganti suami yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

III. Macam-macam Sabar

Terdapat tiga bentuk kesabaran, yaitu:

(1) Ash-Shabru Billah yaitu kesabaran untuk meminta bantuan kepada Allah saja. Artinya bahwa Allah lah yang memberikan kesabaran kepada hamba-Nya, kalau bukan karena pemberian Allah maka seorang hamba tidak akan bisa bersabar. Ini sesuai firman Allah,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (Qs. an-Nahl: 127)

(2) Ash-Shabru Lillah yaitu kesabaran yang motivasinya karena kecintaan kepada Allah dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya. Ini sesuai dengan firman-Nya,

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ

“Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Qs. al-Muddatstsir: 7)

(3) Ash-Shabru Ma’allah yaitu kesabaran yang mengikuti apa yang kehendaki oleh Allah. Seseorang bersabar untuk melaksanakan segala perintah Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Dia akan selalu bersama Allah, yaitu bersama hukum-hukum Allah dan bersama-sama dengan orang-orang yang mencintai Allah. Ini sesuai dengan firman-Nya,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Qs. al-Kahfi: 28)

 

IV. Manfaat Sabar

Sabar mempunyai manfaat di dunia dan akhirat di antaranya adalah:

(1) Orang yang bersabar akan mendapatkan kecintaan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ini sesuai dengan firman-Nya,

 وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Qs. Ali imran: 146)

Ini dikuatkan dengan hadits Mahmud bin Labid radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ صَبَرَ فَلَهُ الصَّبْرُ وَمَنْ جَزِعَ فَلَهُ الْجَزَعُ

“Dari Mahmud bin Labid bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunya Allah 'azza wajalla bila mencintai suatu kaum, Ia menguji mereka maka barangsiapa yang bersabar maka baginya kesabaran dan barangsiapa yang berkeluh kesah maka baginya keluh kesah".” (HR. Ahmad, 22525)

(2) Orang yang bersabar akan mendapatkan pahala tanpa batas, sebagaimana dalam firman-Nya,

 قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu." Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. az-Zumar: 10)

Ini dikuatkan di dalam firman Allah,

 مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. an-Nahl: 97)

(3) Orang yang bersabar akan mendapatkan ma’iyatullah (Allah membersamainya) dan akan menolong serta membantunya dalam setiap urusan. Ini sesuai dengan firman Allah,

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Baqarah: 153)

Ini dikuatkan dengan firman Allah dalam Qs. al-Anfal: 46 dan 66.

Begitu juga dikuatkan dengan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاعْلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَربِ، وَأَنَّ مَعَ العُسرِ يُسراً

Ketahuilah, bahwa pertolongan itu bersama kesabaran dan kelapangan itu bersama kesulitan dan bersama kesukaran itu ada kemudahan"(HR. Ahmad dan al-Hakim)

(4) Orang yang bersabar akan mendapatkan ampunan dan surga. Ini sebagaimana dalam firman-Nya,

إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Hud: 11)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ أَذْهَبْتُ حَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ وَاحْتَسَبَ لَمْ أَرْضَ لَهُ ثَوَابًا دُونَ الْجَنَّةِ

“Allah 'azza wa jalla berfirman: "Barangsiapa yang Aku lenyapkan kedua matanya, lantas ia bersabar dan mengharap pahala, aku tidak merelakan pahala baginya selain surga." (HR. Tirmidzi: 8140)

Bagaimana sabar yang bisa memasukkannya ke dalam surga? Berkata al-Mubarakfuri di dalam Tuhfatu al-Ahwadzi (7/70), 

  المراد أنه يصبر مستحضرا ما وعد الله به الصابر من الثواب لا أن يصبر مجردا عن ذلك لأن الأعمال بالنيات

“Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar, dia bersabar seraya meyakini akan janji  Allah yang dijanjikan kepada orang yang sabar. Jadi bukan sekedar sabar tanpa ada keyakinan semacam itu, karena sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya.”

(5) Orang yang bersabar akan meraih kepemimpinan dalam agama. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Qs. as-Sajdah: 24)

 

V. Hal-hal yang Membantu Bisa Bersabar

Hal-hal yang bisa membantu agar seseorang bisa bersabar, diantaranya:

(1) Meyakini besarnya pahala yang akan diterima oleh orang yang bersabar, sebagaimana firman-Nya,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. az-Zumar: 10)

(2) Meyakini bahwa kesedihan dan tangisan tidak akan mengubah takdir, tidak bisa menghidupkan orang mati dan tidak bisa mengembalikan uang yang hilang. Para ulama mengatakan, “Barangsiapa yang ridha terhadap takdir maka Allah akan ridha kepadanya dan takdir Allah akan terus berjalan. Sebaliknya, barangsiapa yang kesal terhadap takdir maka Allah akan murka kepadanya, sedangkan takdir Allah tetap berjalan juga.”

(3) Meyakini bahwa hidup di dunia ini bukan untuk bersenang-senang dan beristirahat. Tetapi hidup di dunia ini untuk berjuang dan sabar terhadap segala ujian. Istirahat dan bersenang-senang hanya di surga saja. Imam Ahmad pernah ditanya oleh murid-muridnya, “Wahai Imam, Anda sudah sampai derajat keilmuan yang tinggi. Mengapa masih terus berjuang untuk menuntut ilmu? Kapan Anda mempunyai waktu istirahat?” Maka Imam Ahmad menjawab, “Aku akan istirahat ketika sudah masuk surga.”

(4) Meyakini bahwa Allah Maha Bijak tidaklah menakdirkan sesuatu kepada hamba-Nya kecuali di dalamnya ada hikmah dan maslahat bagi hamba. Hanya saja manusia sering tidak memahami hikmah tersebut.

 

***

 Bekasi, 22 Oktober 2021

KARYA TULIS